Dina masih diam.
"Justru, aku takut kalau kamu tidak bersedia lagi."
Dina masih diam. Tapi raut wajahnya sedikit berubah baik.
"Perempuan mana, sih, yang mau makan sama laki-laki, tapi malah dipalakin," ucapku.
Dina menatapku, tajam.
"Tolong jangan sama ratakan aku dengan perempuan-perempuan yang kamu kenal!"
Aduh, tambah salah paham lagi, deh.
"Maksudku, bukan begitu."
Dina menatapku, namun tidak begitu tajam.
"Doni, dari awal, aku senang berteman denganmu.
Ya, walau aku harus membayar pajak tiap hari. Tapi, aky dapat lebih dari apa yang aku bayarkan. Aku dapat hiburan, senyum, tawa, rasa kesal, dan mungkin ini juga yang dinamakan kebahagiaan. Di negara ini, kalau kita dapat fasilitas yang bagus karena bayar pajak, itu wajar.
Tapi, kalau kita bayar pajak tapi uangnya diselewengkan oleh pejabat negara—atau kita malah tidak dapat fasilitas bagus, itu baru namanya kurang ajar."
Support your favorite authors and translators in webnovel.com