Gelak canda tawa yang terlontarkan oleh kedua lelaki itu terlihat begitu gembira. Suasananya menjadi hangat dan terasa damai. Qiran masih menatap mereka berdua dari kejauhan. Mereka masih asyik memancing, padahal ketika ayahnya menelepon, ia mengatakan bakal ada tamu istimewa yang datang ke rumah. Namun, hal itu telah dilupakan oleh Pak Marco.
Saking asyiknya memancing bareng Alby, ia benar-benar melupakan janjinya untuk makan malam bersama Bu Melin. Tamu istimewa yang telah membuat dirinya merasakan jatuh cinta kembali. Setelah bertahun-tahun ia kubur dalam-dalam untuk tidak mencari pengganti almarhum istrinya. Karena bagi dirinya, cinta hanya satu kali seumur hidup. Namun, kehadiran Bu Melin telah mengubah segalanya.
"Pak, ikannya lumayan cukup banyak nih, mau diapakan? Digoreng, dibakar atau dimasukin lagi ke kolamnya?" tanya Alby sembari membenarkan joran nya.
"Dih, masa dimasukin lagi! Percuma donk kita mancing capek-capek, kalau tidak dimakan. Bentar aku masih penasaran, satu kali ini lagi. Soalnya aku baru dapat satu, sedangkan kamu udah dapat banyak. Nanti kita bakar ikan saja bareng-bareng. Kamu masih belum mau pulangkan?" ujar Pak Marco yang masih fokus pada jorannya.
"Okey, Pak. Santai saja," ujar Alby.
"Oia, kenapa Qiran belum pulang juga ya, Pak?" tanya Alby.
"Entahlah, biasanya dia ..."
Tiba-tiba Qiran datang menghampiri mereka dan menyelang pembicaraan Pak Marco.
"Kenapa memangnya? Kangen yah?" kata Qiran sembari mendekapkan tangannya di dadanya.
Seketika Alby pun terkejut mendengar suara Qiran yang tiba-tiba saja ada dibelakang dirinya. Dan saat itu pula, joran Pak Marco bergerak. Alhasil ia mendapatkan ikan yang sangat besar. Saking girangnya, langsung saja Pak Marco menari-nari di depan Alby dan Qiran. Ia tidak malu dan tidak peduli dengan tingkahnya yang seperti anak kecil. Yang iya pikirkan hanyalah ikan yang montok. Alby pun malah ikutan menyorakan Pak Marco, seketika suasana di tempat pemancingan itu terdengar sangat ramai oleh mereka berdua. Mereka terlihat begitu gembira seolah-olah mendapatkan rezeki yang tidak terduga. Qiran yang menyaksikan hal itu, merasa terabaikan.
"Ko aku dicuekin sih!" teriak Qiran geram.
"Apa sih, Sayang. Lihat Daddy dapat ikan yang besar! Baru kali ini Daddy mancing ikan, ehh dapatnya ikan besar. Ah sungguh senangnya hatiku," ucap Pak Marco sumringah.
"Ya tapikan gak segitunya kali, Dad! Anak sendiri dicuekin," ucap Qiran yang gak mau kalah.
"Sudahlah, ayo dimasak, Daddy udah keburu lapar nih, kamu juga pasti laparkan Bie?" ujar Pak Marco sambil memasukan ikan ke dalam ember.
Alby hanya tersenyum manis, ia tidak berani bilang kalau ia sedang lapar juga. Bagaimana tidak, sepulang dari kampus, ia belum memasukan sesuatu ke dalam perutnya, bahkan haus pun ia tahan.
"Tuhkan! Giliran masak nyuruh aku! Giliran senang-senang sama yang lain!" ucap Qiran geram.
"Aku bantuin kamu masak, tenang saja semua pasti beres," ujar Alby dengan pedenya.
"Kamu yakin bisa masak?" ucap Qiran yang sedikit tidak percaya.
"Ya kita lihat saja nanti. Eh ngomong-ngomong, ikan-ikannya mau dimasak atau dibakar? Perasaan tadi Bapak, bilangnya dibakar?" tanya Alby.
"Oia, enaknya dimasak atau dibakar sih?" tanya Pak Marco kepada Alby dan Qiran.
"Dibakar!" ucap Qiran dan Alby dengan serempak.
"Hemm, let's go kita bakar!" ajak Pak Marco sumringah.
"let's go!" ucap mereka berdua dengan gembira.
Seketika Qiran melupakan amarahnya. Ia malah sangat antusias menyiapkan segala bumbu dapur, dan peralatan masak lainnya. Sementara, Alby sibuk membersihkan ikan-ikan yang sudah dipancingnya bersama Pak Marco. Asisten rumah tangganya juga tidak tinggal diam, ia insiatif sendiri menyiapkan nasi dan minuman lainnya ke sebuah meja yang sudah tersedia di dekat pemancingan.
Tidak terasa, sore pun telah berganti malam, dan mereka tidak ada yang menyadarinya, karena fokus dengan ikan-ikan yang akan dibakar. Semua ikan-ikan sudah siap untuk di bumbui, namun ketika Qiran sedang mengupas bawang merah, tiba-tiba matanya terasa pedih, Alby yang melihat hal itu, langsung segera menghampirinya.
"Aduh! Mataku pedih!" pekik Qiran.
"Mana coba aku lihat?" ucap Alby dengan gerakan refleks ia langsung menyentuh wajah Qiran untuk melihat matanya yang pedih.
Alby langsung meniup mata Qiran dengan sangat lembut, agar rasa pedih dimatanya segera hilang. Qiran yang merasakan sentuhan dari Alby, terasa damai hatinya. Ia tidak menyangka akan sedekat ini dengan Alby. Ketika rasa pedih di mata Qiran sudah hilang, ia langsung menatap Alby tanpa berkedip sedikitpun. Alby pun membalas tatapan Qiran, mereka saling menatap satu sama lainnya. Tiba-tiba Pak Marco berdehem ketika melihat mereka berdua yang masih bertatapan.
"Ehem, bumbunya udah siap belum ya?" tanya Pak Marco sambil menyalakan kompor pembakaran.
Seketika mereka berdua gelagapan. Ada sedikit rasa malu dalam hati Alby. Namun, mau bagaimana lagi, sudah terlanjur terlihat oleh Pak Marco. Ia langsung menghampiri Pak Marco yang sedang memanaskan kompor pembakarannya. Sementara Qiran segera membuat bumbu untuk ikan-ikan yang akan dibakarnya. Agar terlihat enak dan lezat, ia padukan semua bumbu tradisional menjadi bumbu yang istimewa. Biar bagaimanapun juga, untuk soal masak, Qiran jagonya. Makanya, Pak Marco tidak mau masakan orang lain selain masakan puterinya.
"Ini Dad bumbunya," ucap Qiran sembari membawa sebuah mangkuk yang berisi bumbu untuk ikan.
" Pas sekali, kebetulan kompornya udah panas, Ayo kita bakar," ucap Pak Marco dengan gembira.
"Bentar Pak, tak lumuri dulu ikannya dengan bumbu, biar lezatnya merata," ucap Alby sembari melumuri salah satu ikan yang sudah dibersihkan.
"Kalau begitu, aku buatkan sambalnya dulu deh," ucap Qiran sembari melangkah menuju meja.
"Oke, yang pedas yah. Daddy maunya yang pake kecap," ujar Pak Marco.
"Ayo Pak, kita bakar ikannya!" pinta Alby.
Dan suasana bakar ikan pun terlaksana juga. Rasa senang dan gembira telah terlihat diwajahnya masing-masing. Bahkan, mereka sembari bercanda ria dengan ocehan-ocehan yang membuat mereka tertawa riang.
Pak Satpam, tukang kebun dan asisten rumah tangga pun ikut meramaikan mereka yang sedang bakar ikan. Semua persiapan untuk menyantap ikan bakar sudah Qiran lakukan. Tinggal menunggu ikannya matang.
Qiran begitu bahagia melihat Alby dan Ayahnya begitu kompak. Sempat terpikirkan olehnya, jika yang menjadi belahan jiwanya adalah Alby, dan bukan Aron. Pasti akan merasakan sebahagia ini.
"Andai saja, sedari dulu kita sudah bertemu, pasti kita sudah bersama," ucap Qiran dalam hatinya.
"Hemm, wanginya bikin lapar Pak," ungkap Pak Satpam yang ikut nimrung sedari tadi.
"Betul, aku malah ingin cepat-cepat menyantap ikan yang gendut ini, hemmm mantap," ujar Pak Marco.
sedikit demi sedikit, ikan-ikan itu telah matang semuanya. Dan mereka pun segera menyantap ikan-ikan yang telah disajikan di meja. Mereka makan bersama di dekat kolam yang indah dengan lampu kelap-kelip tersusun rapi ditambah dengan air mancur yang begitu menawan.
Bahagia sudah terpancar dari keluarga Pak Marco. Mereka bahkan sempat berfoto sua untuk diabadikan moment-momentnya ketika kebersamaan yang mengalir begitu saja. Ketika suasana makan bersama telah usai, tiba-tiba Qiran berkata yang membuat Pak Marco ingat akan sesuatu. "Akhirnya, acara yang tidak direncanakan berjalan dengan lancar. Dan ternyata menyambut tamu isitmewa itu tidak perlu yang mewah-mewah ya Dad? Tinggal mancing saja di kolam, gak perlu mengeluarkan uang banyak," celetuk Qiran sembari tersenyum bahagia.
"Tamu istimewa? Apa itu aku?" kata Alby dalam hatinya. ia benar-benar merasa senang sekali mendengar ucapan dari Qiran. Sementara, yang lainnya masih asyik bercengkrama sambil menyantap ikan bakar yang lezat.
"Betul! Mencari kebahagian itu tidak perlu yang mewah-mewah tinggal ... "
Seketika Pak Marco berhenti sejenak. Ia mengingat sesuatu akan janjinya kepada Bu Melin. Qiran dan Alby beserta Pak Satpam dan asisten rumah tangganya terlihat begitu heran dengan berhentinya pembicaraan Pak Marco.
"Kenapa Dad?" tanya Qiran penasaran.
"Tu-tunggu! Tamu istimewa! OMG tamu istimewaku belum aku jemput," ucap Pak Marco sembari memegang kepalanya.
"Apa?" ucap Qiran tercengang.
*
*
*
BERSAMBUNG...