webnovel

Aku Belum Melunasi Hutangku

Editor: Wave Literature

Shi Guang tiba-tiba mengepalkan tangan di sisi tubuhnya dengan erat, dan wajahnya berubah pucat.

Ia tertawa dengan dingin, "He Xinnuo, tadinya kupikir jalan pikiranmu hanya sedikit aneh. Tapi sekarang, menurutku kau benar-benar menjijikkan. Ingatlah pepatah ini… Orang yang berbuat buruk meminta kematiannya sendiri!"

Setelah mengatakan itu, Shi Guang melangkah pergi. Meninggalkan gelanggang, ia tertawa pahit. Walaupun He Xinnuo hanya marah-marah dengan tidak jelas tadi, semua yang telah terjadi sejauh ini benar-benar seperti yang telah ia katakan.

Bukankah ia seperti mainan yang dibuang oleh Lu Yanchen setelah bosan dimainkan?

Ketika mengendarai sepedanya menuju ke rumah, emosi Shi Guang kembali tenang ketika ia sampai di depan gedung apartemennya. Ia merasa seperti kecoa yang tidak dapat dibunuh.

Karena semuanya sudah terjadi, ia pun sudah menguburnya dalam-dalam. Tidak perlu merasa terganggu lagi.

Manusia harusnya hidup dengan menatap ke depan: optimis, penuh motivasi, dan berambisi.

Karena Lu Yanchen tidak peduli padanya, pasti akan ada orang yang peduli padanya, cepat atau lambat.

Meskipun mereka telah mengakhiri hubungan mereka, semua itu tetap hubungan cinta yang pernah mereka jalani. Ia tidak benar-benar kehilangan apa-apa. Lagipula, pria seperti Lu Yanchen dikejar-kejar wanita.

Lu Yanchen adalah cinta pertamanya, orang yang ia kejar dengan segenap hatinya.

Lebih dari itu, melalui kejadian hari ini, ia tahu kalau Lu Yanchen setidaknya masih punya otak—bisa membuka kedok He Xinnuo seperti itu!

Bagaimanapun, Shi Guang harus berterima kasih padanya. Tidak ada pilihan lain. Lu Yanchen adalah 'daddy'-nya saat ini!

Memasuki lift, Shi Guang menekan tombol ke lantai sebelas. Tepat ketika pintu lift akan menutup, pintu itu terbuka lagi dan seseorang melangkah masuk. Menoleh, mata Shi Guang bertemu dengan Lu Yanchen dengan pakaian santainya.

Tinggi dan berbadan tegap, Lu Yanchen menguarkan aura ramah. Bahkan dengan pakaian santainya, ia tampak seperti orang yang sulit didekati.

Ia terus melangkah tanpa ragu. Tatapannya bertemu dengan Shi Guang selama sepersekian detik sebelum berpindah lagi. Di sekelilingnya terasa dingin dan jauh—seakan mereka berdua adalah orang asing yang tidak pernah bertemu sebelumnya.

Lift itu tetap senyap. Shi Guang diam-diam melirik Lu Yanchen, ingin berterima kasih saat itu juga. Kalau Shi Guang melakukannya, ia tidak akan berhutang apa-apa lagi.

Jantungnya berdegup dengan gugup dan bibirnya bergetar. Begitu ia hendak mengatakan sesuatu, ponsel Lu Yanchen berdering.

Ia hanya bisa menahan kata-katanya dan menunggu Lu Yanchen selesai menjawab telepon.

"Ya…,"

"Oh…,"

"Baik…,"

Seluruh isi percakapan disampaikan oleh penelepon, dan ia hanya menjawab dengan tiga kata.

Ding!

Lift telah mencapai lantai sebelas.

Shi Guang mengepalkan tinjunya—ia belum mengucapkan terima kasih! Haruskah ia katakan sebelum keluar, atau haruskah iat menunggu?

Tepat saat itu, pintu lift menutup kembali dan naik ke lantai dua belas.

Di lantai dua belas, Lu Yanchen tidak menutup teleponnya, dan melangkah keluar masih memegang ponselnya. Baru setelah ia meninggalkan lift, ia mematikan teleponnya.

Melihat punggung Lu Yanchen, Shi Guang ingin meneriakkan namanya kalau saja ia tidak tiba-tiba teringat nasib hubungan mereka.

Setelah memikirkan apa yang tadi terjadi di klub renang, ia buru-buru mengubah nada suaranya dan memanggil Lu Yanchen seperti Bos Lei memanggilnya, "Tuan Muda Lu."

Lu Yanchen sedang membuka pintu apartemennya ketika ia terhenti sejenak mendengar panggilan itu. Melihat Lu Yanchen berhenti, Shi Guang merasa lega. Ia ragu-ragu, dan maju dua langkah.

Lu Yanchen, yang sedari tadi diam, tiba-tiba mendorong pintu apartemennya dengan sangat kuat hingga terbuka. Ia berbalik dan memelototi Shi Guang dengan tatapan dingin, dan bicara dengan nada yang juga sama dinginnya, "Aku lupa melunasi hutangku padamu."

"Hutang apa?" Shi Guang kaget, bertanya dengan nada lembut.

Terpikirkan akan pesan-pesan pelecehan itu, Shi Guang bergumam, "Bukannya kau sudah tahu kalau pesan itu dikirim oleh He Xinnuo? Kalau tidak, kenapa kau mempermainkan dia?"