Ponsel berdering, Lela meraih ponsel di meja. Ia yang tengah mandi tadi kini hanya mengenakan handuk untuk menerima telepon.
"Hello?"
"Anda salah satu keluarganya?"
"Yes. Kenapa?"
"Di mana posisi Anda saat ini?"
"Saya di hotel sedang menanti suami saya."
"Anda bisa datang ke sini? Sepertinya satu hotel dengan Anda."
"Ada apa?"
"Ada sebuah kecelakaan. Kami melihat korban dan di data ada nomor ponsel Anda. Kami memerlukan Anda. Segeralah datang ke lift lantai 3."
"Baik."
Lela segera mencari pakaiannya. Lalu bergegas menuju ke lift yang mereka maksud.
"Ibu, hati-hati! Lift lantai tiga jatuh!"
Berkenaan dengan suara itu. Ternyata Lela nyaris saja melangkah masuki lift yang telah runtuh itu.
"Hati-hati, Bu!" Pemuda manis ini menarik Lela ke pelukannya.
Lela nyaris kehilangan kendali atas dirinya. Walau ia telah terbiasa dengan hal mengejutkan, tetapi ini tetap saja membuatnya syok. "Terima kasih," ucapnya. Lela lalu melihat ke bawah. Aliran listrik yang kini sedang menyambar di dinding. Serta kawat yang digunakan untuk menaik-turunkan mesin lift pun ikut disambar oleh listrik itu. Suasana gelap di bawah sana. Membuat siapa saja merinding. Lela mengusap dada sambil terpejam.
Rizal di sana sedang pingsan. Rupanya saat terjadi peristiwa jatuhnya lift tadi. Membuat Rizal terombang-ambing membentur dinding.
"Nona!" teriak pemuda tadi. Di saat Lela melompat ke bawah. Ia segera berlari untuk melihat ke sana. Sungguh tidak ada apa pun kecuali kilat dari sambaran petir yang kini terlihat. "Apa dia sudah sinting?"
Sementara itu, Lela kini sedang berada di atas atap lift. Ia mendarat dengan begitu mudahnya. Lela menangkis dengan kedua tangannya saat kawat listrik akan menyambar dirinya. Timbullah percikan api yang kini bergemerisik. Lela berjongkok sambil mengintip lift. Karena tidak mendapat celah dan sementara itu di pintu keluar lift mereka sedang berupaya membuka pintu sambil terus mengawasi lewat kamera CCTV. Bagi Lela tak masalah Rizal diselamatkan oleh mereka, tetapi yang jadi masalah adalah sempitnya penerimaan udara di dalam sana. Sehingga ia harus cepat menyelamatkan suaminya.
Lela memakai kuku runcingnya yang tiba-tiba saja keluar sebuah cahaya merah yang mampu melelehkan baja sekalipun. Kuku runcing itu dipergunakan untuk membelah atap. Keringat mulai bercucuran. Udara di sana makin memanas. Kembali listrik menyambar akan mengenai Lela. Namun, Lela berhasil menepisnya. Namun, akibat air peluh yang ada padanya kini listrik mulai menyerangnya. Membuat Lela bergetar. Lela menahan sakit yang luar biasa. Tubuhnya memerah akibat serangan bertubi-tubi.
"Sial!" umpatnya. Ia sudah tak mampu menahan sambaran lagi. Maka Lela yang telah membelah separuh dari atap. Segera merobek atap yang telah terbuka. Brak! Ia segera melompat masuk ke lift. Dbuk! Lela kepayahan. Ia berbaring sejenak untuk memulihkan tenaganya. Listrik masih menyambar di atas sana. Akan memasuki lift, tatapi lantaran kabelnya tidak mampu mencapai maka kabel itu tetap berada di sana.
Lela perlahan merangkak untuk menghampiri suaminya. "Dia pingsan."
Lela segera menyalurkan kesaktiannya untuk mengobati suaminya itu. Ia mengunakan kesaktian berwarna hijau. Dalam sekejap warna hijau bening itu telah masuk dari ubun-ubun hingga ke seluruh tubuh Rizal. Dalam hitungan kurang dari 1 menit. Cahaya hijau itu memudar. Kemudian Lela meninggalkan Rizal yang masih pingsan.
Pintu lift terbuka. Para petugas segera mengatasi Rizal. Sedangkan Lela rupanya telah berada di sana.
"Rizal, bertahanlah!" kata Lela dengan wajah cemas. Ia berlari untuk mengikuti tandu hingga ke mobil ambulan.
"Nyonya siapanya?" tanya petugas ambulan.
"Saya istrinya," jawab Lela.
"Masuklah!"
Lela segera masuk ke ambulan. Ia duduk di dekat suaminya yang kini diberi alat napas buatan.
"Eh, perasaan tadi itu cewek melompat, deh. Kok, bisa dia keluar dari sana?" pikir pemuda yang tadi berada di lantai 3. Pemuda ini melihat Lela di dalam ambulan.
"Ayo, berangkat!" perintah supir. Karena petugas masih berada di luar.
Mobil pun meninggalkan tempat kejadian. Sedangkan Lela dan dua petugas lainnya kini sedang berada di mobil.
Tiba-tiba sebuah gumpalan asap hitam membentuk sesosok manusia duduk di depan Lela. Hanya Lela yang dapat melihat. Itulah sebabnya Lela harus menidurkan mereka dengan sekali sentil.
"Siapa kau?" tanya Lela.
"Aku adalah bentuk kesialanmu, Lela. Aku diutus untuk menyingkirkan suami-suamimu. Di sini aku hanya ingin kau tahu. Seberapa kerasnya kau ingin mereka hidup, tapi akulah yang menentukan nasibnya. Hahaha...."
Asap itu hilang. Bersama dengan terbangunnya dua orang petugas tadi. Mereka nampak kebingungan karena tiba-tiba saja terlelap.
"Apa yang terjadi?"
"Entah, tiba-tiba saja mengantuk."
Lela hanya bungkam, sambil mengusap lembut kening suaminya.