Tengah malam Shasha menemukan kakeknya di ruang kerja, hatinya sungguh sakit melihat kakeknya. Sendirian di rumah sebesar ini sangat tidak menyenangkan. Shasha dapat merasakan kesepian dan kesendirian kakeknya yang menyayat hati.
Selama ini Shasha sudah sangat akrab dengan orang tua itu, bukan sebagai kakeknya tapi sebagai Pak Yus pedagang gorengan. Setiap hari Jumat sore, pak Yus membantunya di taman cerdas, mendorong gerobak ke kostnya, membenahi buku-buku yang berserakan setelah anak-anak belajar, membersihkan gazebo dan membuang sampah.
Pak Yus sering membagikan jualannya gratis ke anak-anak, tanpa takut rugi. Pak Yus yang baik hati dan penyayang adalah kakeknya.
Shasha mendekati kakeknya dan memeluknya punggung kakek. air matanya sekita tumpah.
Kakek membalikkan badan memeluk Shasha, cucu yang dirindukannya. Wajahnya basah dengan air mata. Rasa haru dan bahagia menyelimuti hatinya yang telah lama kosong.
Di balik pintu, nenek mengusap air matanya pula. Senyumnya mengembang menghilangkan kebekuan di hatinya. Shasha cucunya, mampu mengurai kebencian dan kemarahannya menjadi rasa simpati dan penghormatan.
Di sebuah kamar di rumah itu. Maya gelisah. Ia seperti tahanan rumah. Ponselnya telah di sita ayahnya. Dia sudah seperti orang amnesia. Tidak bisa menghubungi dan di hubungi siapapun.
Sementara Regina sangat cemas, ibunya belum memberi kabar apapun. Keberadaannya masih belum jelas. Adapun ayahnya tak tahu dimana pula, tapi Regina bisa menduga, ayahnya pasti sedang bersenang-senang dengan teman wanitanya. Ayahnya sangat tidak bisa diandaikan. Kalau ibunya tak ada, entah bagaimana nasibnya kelak.
Sesungguhnya gadis ini patut dikasihani, Regina tidak pernah tahu kalau dia hanya anak tiri Maya, tapi kasih sayang Maya padanya sangat tulus dan Maya sangat memanjakannya.