Satu jam sebelum dinner dengan keluarga Edo. Di Villa kakek Isaac.
Maya Agustin mengetuk kamar Shasha."Masuk saja tidak dikunci!" Shasha mengira neneknya yang mengetuk. Maya masuk tanpa suara. Shasha sedang merapikan seprai di ranjang. Gadis itu biasa tanpa pembantu. Ia lebih suka merapikan sendiri kamarnya. "Ibu?!" Shasha terkejut. Maya tersenyum bahagia. Air matanya tertahan diantara bulu matanya yang lebat. Ia terharu, pertama kalinya Shasha memanggilnya "ibu". "Ada Apa?" Shasha sulit untuk bersikap ramah dengan ibunya. "Ibu ingin memberimu kado, hari ini ulang tahunmu", Maya meletakkan 2 buah paper bag berisi tas dan sepatu. Maya menunduk, air matanya jatuh ke seprai yang putih, Shasha tahu itu. Tetapi ia menahan diri agar tak terpengaruh. Selama ini walaupun serumah Shasha dan ibunya tidak pernah bertegur sapa. Sejak kecil Maya sudah melupakannya. Ini untuk pertama kalinya ia menerima kado ulang tahun dari ibunya. "Terimalah !" Suara Maya tersekat di tenggorokan. "Terima kasih.Letakkan saja disana", Shasha berusaha sopan. "Pakailah nanti!" Maya memohon."Oke! Terima kasih!" Shasha berdiri di depan pintu kamarnya. Ia ingin merapikan diri. Maya mengerti. Ia berjalan keluar kamar. Shasha cepat-cepat menutup kamar kembali. Maya sedih. Dirinya seperti orang asing dengan putrinya. Di balik pintu Shasha tak kuasa menahan air matanya.. Ia belum bisa bersikap baik dengan ibu kandungnya.
Shasha merias wajahnya tipis. Hanya bedak bayi, sedikit lipstik dan maskara. Merapikan jilbabnya, menjepitnya dengan bros mutiara hitam pemberian ibu tirinya, Lestari. Gaun panjang warna baby pink yang manis, hadiah dari Edo, untuk di kenakan malam ini, menyemprotkan sedikit parfum di lehernya. Parfum Zara hadiah ayahnya. Tas hitam Gucci Black GG Marmont, Stylover dan sepatu sneakers berwarna hitam berhiaskan manik-manik bunga yang manis, hadiah Maya ibunya. Semua yang dikenakannya malam ini adalah hadiah, termasuk jilbab pink yang dipakainya hadiah neneknya.
Shasha keluar kamarnya, kakeknya Isaac menunggunya di kursi depan kamarnya. "Kakek! kok disini sih?" sapa Shasha heran. "Kakek menunggumu!" Shasha tertawa lucu. "Menungguku,kek? Kenapa?"
"Malam ini sangat penting bagimu, hati kakek tidak enak!"Kakek memeluk pundak Shasha sambil berjalan menuju ruang tengah. Maya membuka pintunya sedikit mengintip mereka. Perasaannya juga tidak enak.
"Ga enak kenapa kek, ini kan cuma makan malam biasa, bukan kencan", Shasha mengira kakeknya cemas karena ia akan pergi dengan Edo. "Kakek tenang aja, cucumu ini seorang petarung, kalau ada yang menyerang, akan ku serang balik...ciaat...ciaat!" Shasha memperagakan jurus karate di depan kakeknya dengan gaya yang lucu. Orang Tua itu tertawa. Ia percaya Shasha bisa menjaga dirinya.
"Ini kado untukmu!"Kakek mengeluarkan jam tangan dari balik jaketnya. Mengenakannya ke tangan Shasha. Jam tangan Rolex. Pas dan manis di tangannya."Jangan lupa undangan besok untuk orang tua Edo dibawa!" Pesannya. 'Kalau ada yang berani menghinamu kamu harus membalasnya!" Kakeknya mewanti-wanti. Kakeknya ini terlalu berlebihan. Tetapi perkataannya itu ads benarnya juga. Shasha menanggapinya dengan tertawa. Edo tiba. Sepasang anak muda itu pamit pergi diiringi pandangan was-was dari kakeknya. Kakek Isaac tahu persis bagaimana Keluarga Callahan itu. Keluarga berkelas dan berpendidikan, namun sombong.
...
Di sebuah restoran mewah di kota itu.
Jane Callahan, ibunya Edo, menunggunya dengan cemas. Seluruh keluarga sudah berkumpul termasuk Jesika, gadis cantik sahabat Marisa.
Edo tiba bersama Shasha. Terlambat 10 menit dari jadwal. Ben Callahan sangat disiplin. Ia tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu. Sejak muda dia terdidik oleh ayahnya tentara yang disiplin. Dia menatap Edo tajam. "Kamu terlambat!" Matanya melirik sekilas Shasha yang berdiri di sebelah Edo. Ngapain dia membawa gadis ini. Ucap Jane Callahan dalam hati. Ia mengenal Shasha, dia teman kuliah Edo. Sejak dulu ia dekat dengan Shasha. Jane tidak menyukai kedekatan Edo dan Shasha Gadis itu jauh dari layak untuk jadi menantunya. "Siapa dia kak?" Carissa berbisik disebelahnya. Jane tak peduli ia segera duduk di kursi. "Ma, dia kan cewek di taman cerdas itu, yang mendorong gerobak itu!" Marisa berbisik ke ibunya. Carissa menarik senyum meremehkan.
Marisa menyenggol tangan Jesika. "Tasnya sama denganmu, pasti KW!" bisiknya ke Jesika. Jesika melihat tas Shasha, sama persis dengan miliknya. Tapi tasnya KW 1.
Marisa membuka ponselnya, mencari banrol tas asli merek tersebut, 1,5 M. Marisa menunjukkannya ke Jesika.
Tas milik Shasha kelihatan lebih bagus, mungkin itu KW super. Jesika menarik tasnya dari atas meja dan meletakkannya di pangkuannya. Dia merasa sedikit malu.
Jane melirik tangan Shasha. Jam tangan milik Shasha merknya sama dengan miliknya. Tapi modelnya kekinian. Gadis ini pintar memilih barang KW, hampir seperti asli. Dia tak mungkin membeli jam tangan asli berharga ratusan juta. Jane menggeleng-gelengkan kepalanya. Jaman sekarang, barang asli dan palsu sulit dibedakan. Yang berbeda tokonya. Hanya toko bersetifikat Internasional saja yang bisa menjual barang asli
"Ayah Ibu, Tante, kenalkan Shasha pacar saya!" Edo membuat pengumuman. Pacar! Mata Jane membulat. Jesika yang sedang minum tersedak. Air dimulutnya muncrat membasahi gaunnya. Marissa mengambilkannya tisu. Dia sendiri juga kaget. Carissa menatap Shasha tak percaya. Gadis dari tempat kumuh ini pacar Edo? Mengerikan. Carissa memandang Jane, dan menggelengkan kepalanya. Jane menatap suaminya. Ia sangat marah, tetapi ia berusaha mengendalikan diri.
"Selamat. malam semuanya saya Shasha!" Shasha mengatupkan kedua tangannya mengucapkan salam.
Shasha duduk kembali ke kursinya, Tidak ada yang menyahut salamnya. Melihatnya pun tidak. Edo menepuk-nepuk punggung tangan Shasha memberikan semangat, memberikan senyum manis, Shasha membalas tersenyum. Untunglah Edo telah memberitahu sebelumnya tipikal keluarganya, jadi dia bisa kuat. Marisa dan Jesika melihat sikap mesra Edo ke Shasha. Mereka saling mengernyitkan hidung. Shasha tak pantas untuk Edo.