webnovel

Sebagai Bakti Pada Orang Tua

"Kiran, undangannya sudah jadi!" Ujar Ibu sambil memberikan sepuluh box yang berisi undangan. Kirana membukanya, ia melihat namanya yang berada dalam undangan tersebut, disitu tertuliskan Kirana sebagai mempelai wanitanya, lalu Andra sebagai mempelai prianya.

"Gimana, bagus kan undangannya?" Tanya Ibu dengan begitu antusias. Kirana hanya menganggukkan kepalanya. Undangan ini bukan Kirana yang memilih tapi ibu yang memilihkannya, yang mengatur semua acara pernikahan Kirana adalah ibu beserta calon mertuanya. Bukannya ia tidak ingin dilibatkan, tapi baginya untuk apa terlibat pada sebuah pesta pernikahan yang bukan keinginannya. Bisa dibilang, Kirana seperti boneka, yang hanya tunduk dan patuh pada kedua orang tuanya.

Rania dan Fanya sibuk membantu menuliskan nama penerima pada undangan, sedangkan Kirana hanya duduk santai memperhatikan mereka.

"Kak Farhan diundang juga?" Tanya Rania.

"Diundang dong!" Jawab Ibu sambil membacakan nama - nama penerima undangan yang sudah ditulis. Ibu membuatkan seribu undangan khusus untuk pihak Kirana dan seribu undangan untuk pihak Andra.

Kirana menuliskan undangan untuk teman - temannya, begitu selesai ia tulis, ia pamit pada Ibu untuk menyebarkan undangan tersebut sekalian ia ingin bertemu dengan teman - temannya. Kirana membuka ponselnya, lalu ia mengirimkan pesan pada Farhan.

[Farhan, kamu lagi ngapain?]

[Ga lagi ngapa - ngapain, kenapa?]

[Antar aku yuk kerumah Luna, Yura, Sarah, Ghea dan yang lain - lain!]

[Mau ngapain kamu kerumah mereka?]

[Nanti juga kamu tau. Yuk antar aku!]

[Nanti aku diomelin sama orang tua kamu. Kamu ga ingat ya kalau sebentar lagi kamu akan menikah?]

[Kita ketemuan di depan jalan raya ya sekarang, please antar aku!]

Karena Kirana sedikit memaksanya untuk diantarkan, akhirnya ia pun mau mengantar Kirana.

[Oke, aku siap - siap dulu, nanti aku kabari kalau aku udah didepan jalan raya]

Kirana berhasil memaksa Farhan untuk mengantarnya, walau sebenarnya ia takut kalau sampai Ibunya tau. Kirana segera bersiap - siap, lalu ia memasukkan undangan untuk Farhan dan untuk teman - temannya kedalam tasnya.

"Kamu mau menyebarkan undangan sama siapa?" Tanya Ibu setelah Kirana turun dari kamarnya.

"Aku minta antar sama teman aku."

"Di antar sama Ayah aja!" Titah Ibu.

"Yuk, ayah mau kok antar kamu!" Sahut Ayah.

"Nggak, ga usah Yah! Aku udah janjian sama teman aku."

"Siapa sih temannya?" Cecar Ibu.

"Yura, ibu tau Yura kan?"

"Oh Yura, iya Ibu tau."

Akhirnya Ayah dan Ibu percaya kalau Kirana akan diantar oleh Yura. Kirana pun langsung pergi.

Sampai didepan jalan raya, Farhan sudah menunggu, ia memakai helm dan masker agar wajahnya tidak dikenali. Kirana melihat kesekitar untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengikuti atau melihat mereka akan pergi bersama.

"Kamu ada perlu apa sih mau kerumah teman - teman?" Tanya Farhan.

Kirana membuka tasnya, ia mengambil selembar undangan itu untuk Farhan, lalu memberikan padanya. Farhan langsung menerimanya, lalu ia membacanya.

"Ga usah pakai undangan, nanti juga aku datang!" Ujar Farhan sambil memberikan kembali undangan tersebut pada Kirana.

"Datang sebagai mempelai prianya kan bukan sebagai tamunya?" Canda Kirana, yang sebenarnya itu merupakan keinginannya.

"Iya, tapi dalam mimpi." Balas Farhan.

Kirana menaiki motor Farhan, lalu mereka menuju kerumah Yura. Masih ada rasa sakit yang Farhan rasakan saat membaca undangan pernikahan Kirana tadi. Rasanya Farhan masih tak menyangka Kirana akan menikah dalam waktu dekat ini.

"Hei..." Kirana mencolek pinggang Farhan yang sedang mengendarai motor, Farhan pun merasa geli.

"Kok diam aja sih?" Goda Kirana sambil melihat wajah Farhan dari kaca spion.

"Memangnya masih ada yang harus diomongin?" Ucap Farhan.

"Ngomong apa kek! Biar ga kaku aja." Sahut Kirana.

"Yaudah, kamu aja yang ngomong!"

Kirana sendiri juga tidak tahu harus bicara apa pada Farhan, yang biasanya selalu ada bahan obrolan, namun kali ini mereka berdua terlihat canggung.

"Aku takut deh, takut ada tetangga yang melihat kita berdua masih jalan bareng." Ungkap Farhan.

"Tadi aku udah memastikan, ga ada yang memperhatikan kita. Kamu tenang aja!"

Akhirnya sampai dirumah Yura. Kirana memberikan selembar undangan tersebut pada Yura.

"Yeayyy akhirnya kalian jadi juga nikah!" Ucap Yura, ia menyangka bahwa ini adalah undangan pernikahan Kirana dan Farhan.

"Kok Andra? Andra siapa?" Tanya Yura ketika membaca nama mempelai pria yang tertulis dalam undangan tersebut.

"Ya calon suami Kirana." Jawab Farhan. Yura langsung terdiam, ia benar - benar tidak tahu kalau Kirana ternyata bukan menikah dengan Farhan.

"Jadi... Bukannya kalian berdua yang nikah?" Tanya Yura lagi untuk memastikan karena ia masih juga tidak percaya.

"Bukan." Tegas Kirana.

"Ya ampun, maaf ya! Gue pikir, ini tuh undangan kalian. Kalian yang akan nikah berdua." Ucap Yura, lalu Farhan hanya tersenyum menanggapinya.

Kirana dan Farhan masuk kerumah Yura, lalu Yura menyuguhi mereka makanan kecil dan minuman dingin.

"Eh ini gimana ceritanya sih? Kok bisa Kirana mau nikah sama orang lain?" Cecar Yura yang masih juga penasaran dengan akhir cerita cinta mereka.

"Orang tua gue ga setuju sama Farhan."

"Lho, kenapa?"

Kirana menceritakan perihal kedua orang tuanya yang tidak menyetujui dirinya menikah dengan Farhan.

"Tapi lo yakin, lo akan bahagia dengan laki - laki yang nggak lo cinta?" Tanya Yura.

Kirana menggelengkan kepalanya, "gue juga ga yakin sih!"

"Terus, kenapa lo mau?"

"Ga ada pilihan lain!"

"Tapi kan lo bisa nolak untuk menikah dengan Andra, sampai lo benar - benar menemukan laki - laki yang tepat!"

"Gue ga yakin bisa mencintai laki - laki selain dia!" Tutur Kirana sambil menunjuk Farhan.

"Jangan bilang gitu, nanti malah benar - benar ga bisa lupa sama aku lho!" Sahut Farhan.

"Tapi memang benar ga bisa lupa, gimana dong?"

"Nanti kamu sendiri yang tersiksa!" Ucap Farhan.

"Tapi kan gara - gara kamu, aku jadi tersiksa."

"Selalu aku yang disalahkan. Memangnya kamu pikir, aku ga sakit? Aku juga sakit. Apalagi kamu minta antar untuk ngasih undangan sama aku segala. Harusnya kan calon suami kamu yang nganterin kamu!" Ungkap Farhan yang mulai sedikit emosi.

"Jadi kamu ga ikhlas? Yaudah, nanti aku pulang sendiri!"

"Sstttt, udah! Kok malah jadi pada bertengkar?" Yura berusaha menengahi.

"Lagian kalau memang ga mau nganterin, yaudah bilang aja ga mau!" Sembur Kirana yang juga kesal dengan Farhan.

"Aku mau nganterin kamu, tapi kamu ngerti ga sih perasaan aku saat tadi kamu ngasih undangan kamu itu ke aku?" Ucap Farhan yang tak mau kalah.

"Iya aku ngerti, kamu sakit kan? Aku juga sakit. Tapi kan kamu yang bilang sendiri kalau aku harus nurut sama orang tua, aku harus mau dengan perjodohan ini! Siapa sih yang mau nikah sama orang yang ga dicinta? Semua orang juga ga akan mau. Aku maunya sama kamu, Farhan!" Ungkap Kirana, lalu ia mulai menangis.

"Udah Kiran, jangan nangis!" Ucap Yura sambil merangkul Kirana.

"Kalian harus sama - sama ikhlas untuk kehilangan. Memang ga mudah, tapi harus dihadapi. Gue yakin, kalian akan mendapatkan pasangan yang terbaik untuk kalian. Untuk lo Kiran, udah ya jangan sedih, karena sebentar lagi lo mau nikah. Yang ikhlas! Anggap aja ini bakti lo pada kedua orang tua untuk menerima perjodohannya, gue yakin cinta akan datang dengan sendirinya kalau lo mau menerima." Pesan Yura. Akhirnya Kirana dan Farhan baikan, mereka saling memaafkan.