" Ikut denganku!" Pria itu menarik Merry menjauh dari Rafael.
Untuk sesaat Rafael membeku karena terkejut. Lalu kemudian dia berlari ke arah pria itu, " Lepaskan dia!" serunya.
Pria itu berhenti dan menatap Rafael dengan senyum sinis di wajahnya. Ia lalu memamerkan sebuah pisau belati yang tersembunyi di balik tangannya yang siap kapan saja menusuk pinggang Merry.
Merry menatap Rafael dengan sedih. Ia mengisyaratkan dengan bibirnya agar dia menjauhinya, dan bertemu lagi lain kali.
Akhirnya Rafael menyerah, meskipun ia bisa saja mengeluarkan satu pukulan untuk pria itu. Karena percuma jika ia belajar taekwondo selama ini jika tidak dia gunakan.
Rafael kemudian menatap Merry masuk ke dalam mobil dengan pasrah. Belum sempat ia mengatakan tentang perasaannya namun Merry harus terpaksa pergi lagi.
Dan masalah baru terjadi, ketika Rafael menyadari jika ada seseorang yang sudah mengikutinya sejak tadi dengan kameranya. Seorang wartawan yang khusus mengambil foto skandal kencan, mengincar foto skandal eksklusifnya untuk dijual pada publik atau akan dibeli pada agensinya sendiri. Untuk menutupinya.
Rafael melihat dua pria lalu berlari saat ia mendapati mereka mengambil gambarnya.
" Sial?!" rutuknya.
Ia menghentakkan kakinya karena kesal, " Jika Liam tahu pasti dia akan marah-marah padaku."
**
BRAAK!!!!!
Terdengar suara meja di pukul dengan keras dari dalam. Liam yang menguping dari luar tampak terkejut dengan suara gebrakan yang cukup keras hingga terdengar sampai luar.
Rafael pagi itu diminta untuk menemui CEO di dalam ruangannya. Ada masalah penting yang harus di sampaikan padanya, mengenai foto skandal yang sudah sampai di tangan CEO nya.
Ia tak terkejut begitu CEO nya menunjukkan lembar demi lembar foto dirinya dengan Merry yang sedang berpelukan tadi malam. Rafael sudah menyadari ketika kamera itu membidik ke arahnya, namun ia tak menyangka jika foto tersebut akan sampai di agensi secepat ini.
Pilihan yang diberikan untuk agensinya adalah membayar foto tersebut agar penggemar Flower Boy tidak mengetahuinya ataukah membiarkannya tersebar namun karir mereka yang akan menjadi taruhannya.
Rafael hanya diam, ia tak berani mengelak apalagi menyangkal. Karena itu memang dirinya dan dia mengakui kesalahannya.
" Lalu kau ingin aku bagaimana?" tanya CEO, ia sudah berkali-kali mendenguskan nafas kesalnya pada Rafael.
Kali ini dia sangat kecewa dengan anak emasnya tersebut karena dengan mudah melanggar kepercayaannya.
" Saya tidak bisa mengambil keputusan. Semua saya serahkan pada Anda." Rafael masih tertunduk tak bisa menatap wajah CEO nya.
Helaan napas kasar CEO nya membuatnya tidak nyaman. "Bagaimana kalau kita biarkan saja foto itu tersebar?"
Rafael menatap wajah CEO nya dengan pandangan tak percaya.
"Kenapa? Kau juga takut kan kalau karirmu akan hancur?!"
Bukan hanya karirnya saja yang ia takutkan. Namun ia juga takut jika Karen akan mengetahui berita tersebut.
"Mereka meminta uang yang sangat besar?! Bagaimana kita bisa membayarnya? Apa kau sanggup membayarnya?"
Rafael berpikir sejenak kemudian dia membuat sebuah perjanjian pada CEO nya. Bahwa ia akan menerima semua project acara tv atau drama. Demi menebus kesalahannya.
"Saya akan lebih giat mencari uang. Jadi saya mohon. Jangan sebar foto tersebut." Pinta Rafael dengan wajah memelas.
"Tapi jangan pernah mengeluh jika kau merasa lelah dengan jadwalmu."
**
Pendaftaran kuliah sudah dimulai. Ruri sudah tiba di kampus sejak tadi pagi. Mereka berpisah dengan Karen di halte bus.
Karen berjalan sesuai dengan petunjuk yang di berikan oleh seseorang yang ia tanya tadi saat ia kebingungan.
"Ini benar bukan ya, koridornya," gumam Karen pada dirinya sendiri.
Ia masih belum terbiasa dengan perusahaan yang baru pertama kali ia datangi saat ini.
"Kau mau ke mana?" suara pria dari belakang membuatnya terkejut.
Saat menoleh ia menemukan seorang mahasiswa berjalan ke arahnya.
"Oh, itu aku ingin menuju ke ruangan interviu."
"Kebetulan aku akan ke sana. Kau bisa ke sana denganku," ucap karyawan yang bernama Rafka tersebut.
Karen hanya memandangi Rafka dari belakang. Ia merasa tidak percaya diri dengan penampilannya, sesekali bahkan ia menutupi perutnya dengan tasnya meskipun, kehamilannya belum tampak jelas.
"Aku karyawan sudah dua tahun di sini. Jika ada pertanyaan kau bisa bertanya padaku." Pesan laki-laki tersebut dengan senyum terulas di bibirnya sebelum pergi.
Karen sangat beruntung hari itu karena bertemu dengan karyawan yang baik, yang mau mengantarnya karena kebingungan.
*
Di bawah pohon besar yang berada di tengah taman kampus, tampak Karen sedang menunggu Ruri disana. Matanya sibuk memandangi suasana kampus yang terlihat sangat menyenangkan itu.
Ia berjanji akan menunggu Ruri setelah dia selesai interviu.
Ada dua orang yang sepertinya sedang belajar namun sambil berkencan diatas rumput yang hijau. Lalu ada segerombolan mahasiswa yang membawa bekal makan siang sambil belajar berkelompok untuk mengerjakan tugas. Tawa mereka membuat Karen iri, ia tidak pernah bisa mengalami hal-hal menyenangkan tersebut.
Tangan Karen mengelus perutnya yang terasa sedikit sakit. Tadi pagi sebelum ia berangkat. Karen mengalami mual yang hebat untuk pertama kalinya. Padahal biasanya ia hanya mual sebentar.
" Kau tak apa-apa kan?" tanya Ruri ia duduk disamping Karen.
" Perutku sedikit sakit." Karen memaksakan senyumnya pada Ruri.
" Aku sudah selesai, kita ke dokter saja dulu. Takutnya terjadi apa-apa denganmu." Ruri menggandeng lengan Karen dengan hati-hati.
Lebih tepatnya meringis menahan sakit perutnya.
**
Liam kesal dengan Rafael karena perbuatannya semalam. Ulah Rafael menyebabkan ia juga menjadi terkena imbasnya.
"Kak, aku kan sudah bilang tolong jaga jarak dengan perempuan dulu," gerutunya saat Rafael keluar dari ruangan CEO mereka.
Rafael hanya menatap Liam dengan menyesal. Tapi ia juga tak bisa mengabaikan wanita malang itu semalam.
"Aku tau kau baik. Tapi ingatlah, dulu dia hanya mempermainkanmu. Dan jangan kau coba-coba untuk kembali padanya lagi."
" Sekarang aku baru tau mengapa Merry dulu seperti itu padaku."
Liam otomatis menoleh. Ia semakin kesal karena Rafael tak bisa diberitahu lagi olehnya.
" Lalu, bagaimana dengan gadis pulau itu? Kau sudah mau melupakan dia??" Yang dimaksud Liam adalah Karen.
Padahal sangat jelas beberapa hari yang lalu jika Rafael begitu ingin mendapatkan kabar dari Karen.
Kemudian ia mendapatkan sebuah ide. Malam ini ia akan pergi minum dengan manajernya dan meminjam ponselnya untuk mengecek akun instagramnya.
"Hari ini temani aku minum ya dengan manajer."
"Minum?? Tiba-tiba?? Apa masalahmu kali ini sudah beres?" Liam terus protes pada Rafael yang seperti menggampangkan tiap masalahnya.
Rafael mengangguk, " Aku hanya perlu bekerja lebih ekstra nanti."
"Kak?!!!!" panggil Rafael begitu melihat bayangan manajernya tak sengaja melintas di depannya.
"Ada apa lagi??? Gara-gara kau aku terkena semprot oleh bos kita. Tolong berhati-hatilah lain kali." Manajernya merajuk pada Rafael.
Bibir Liam mencebik membenarkan ucapan dari manajernya. Tapi tak ada orang yang bisa menghentikan seorang Rafael jika ia sudah memiliki keinginan yang kuat.
" Maka dari itu. Aku akan mentraktirmu minum malam ini." Rafael merangkul pundak manajernya dan merayunya agar ia mau diajak minum.
Liam hanya pasrah dan ikut di belakang Rafael.
" Kau sedang tidak menginginkan sesuatu dariku kan?" tanya manajernya penuh curiga.
"Tidak. Ini hanya permintaan maafku padamu kok."
"Aku ikut!!!" suara Yuna terdengar nyaring dari belakang.
Ia baru saja selesai latihan menari di ruangan praktek.
"Tak boleh!!" jawab Rafael dan Liam serentak.