webnovel

Menatap Awan yang Sama

[04:00] ..

"ting tringting ting.." suara tukang bubur menarik perhatian yang tengah lewat di halaman, seorang gadis dalam kantuknya merasa lapar dan ingin segerah memesan. Tapi kenapa suara dentingan itu seakan semakin keras dan memekakkan telinga Habil, gadis kos-kosan yang tinggal sendiri di perantauan jauh dari keluarga. Orang tua Habil berada di Palembang sedang Habil sendiri terpencil jauh di Pulau Jawa Barat tepatnya di Bekasi. suara itu seperti masuk dan bergendang dalam telinganya, hingga ia sadar bahwa suara itu bukan berasal dari tukang Bubur Ayam melainkan Alarm dari Jam mungil berwarnah maroon diatas meja kayu berdampingan dengan dompet yang juga berwarna sama, yang sengaja ia seting untuk membangunkannya di waktu shubuh. Dalam setengah sadar ia duduk di bibir tempat tidur, sedikit menepuk Jamnya yang bawel agar segera diam dan beranjak melakukan rutinitasnya seperti biasa. mandi, mencuci baju, jemur pakaian, Solat, hingga berkemas dan bersiap untuk berangkat kerja.

Habil Laila. Gadis mandiri yang selalu merantau sana sini demi pengalaman dan menghindar dari kegelapan yang jelas tampak dalam kehidupan keluarganya. Ayah dan Kakak laki-lakinya tak pernah akur, seperti kucing dan tikus. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi keluarga membuat mereka menghalalkan segala cara agar bisa kaya, yang nyatanya hingga sekarang belum ada hasilnya. Dan itulah yang Habil harapkan, jangan sampai mereka berhasil dan nyaman dengan cara haram itu walau hanya untuk sesuap nasi. Emak, Bapak, Kakaknya berjudi "Togel" berharap dapat mengubah nasib dengan menaruhkan angkah-angkah jahanam itu. Bahkan yang menambah kesedihannya adalah kedua adiknya yang baru duduk di bangku SD dan yang perempuan baru SMP itu pun sudah mulai diperkenalkan dengan permainan keji nan merugikan itu. Inilah sebabnya Habil lebih memilih tinggal terpisah dari mereka.

***

[07:49]

Habil mulai mengunci pintu dan berjalan keluar Gang. Seperti biasa, ia akan berdiri cukup lama menunggu Angkutan Umum yang menyebalkan itu datang menjemput untuk kemudian mengantarnya ke tempat yang akan menguras waktunya selama 12 jam setiap harinya. Habil bekerja sebagai salah satu karyawan di sebuah Konter Pulsa yang juga menyediakan berbagai macam aksesoris elektronik lainnya. Berjam-jam dalam kejenuhan ditambah lagi jika datang customer yang bawel membuat Habil geram dan tak jarang ia berbicara dengan nada agak tinggi. Habil memang tipe orang yang tak sabaran, jadi rasanya agak bertentangan dengan pekerjaannya yang sekarang. Setelah melewati hari-hari yang menurutnya suram itu dan waktu pulang adalah kebahagiaan yang sesungguhnya bagi Habil.

***

[21:03]

Jam segini Angkutan Umum akan semakin menyebalkan. mereka pasti sudah berhamburan pulang kesarang dan membiarkan Habil menganggur di tepi jalan sendirian. Namun hal tersebut sudah sangat biasa baginya, bahkan ia lebih merasa senang berjalan dan menikmati malam menuju kosnya yang sederhana. Biasanya ia akan berjalan dengan sangat santai sambil berkomentar tentang semua hal yang ia lihat sepanjang jalan.

"Dasar laki-laki tidak bermodal, apa tidak ada Cafe dekat sini sampai harus pacaran di bawah pohon? "

"Sungguh berlebihan sekali mereka, seolah dunia ini hanya milik mereka saja"

"hem, ini pasti jomloh, duduk menyendiri sambil main Game. Kasihan sekali! " terus saja dia berceloteh seperti orang gila sepanjang perjalanannya. hingga ia melihat Cafe Bambu yang cukup sepi, lumayan buat menenangkan pikiran sembari mengopi.

Bersantai di kursi rotan yang nyaman ditemani segelas kopi cappuccino kesukaannya sambil menghadap taman kecil di samping Cafe. Ia dapat melihat dengan jelas langit pekat malam ini, tapi Bintang tak terlalu tampak ramai serta Bulan pun tiada terlihat sama sekali.

"Kopinya sudah dingin Nona" entah suara dari mana dan siapa yang memperingati itu.

"Biarkan saja, aku memang lebih suka menikmatinya setelah dingin" jawab Habil tanpa peduli siapa yang menyapanya, dia tetap dengan asiknya menerawang langit.

"Kalau begitu kenapa tidak meminta yang dingin saja tadi?"

"Aku hanya ingin kopi hangat yang sudah mulai dingin dengan sendirinya, tidak secara instan yang membuat banyak orang ketagihan. " masih dalam posisi yang sama, tapi nampaknya ia mulai curiga dan menoleh ke belakang. Dan benar saja siapa yang sedari tadi mengajaknya ngobrol. Lelaki berbaju kaos hitam, celana, sepatu yang ia gunakan hampir semuanya kelam. Mata bening berseri, dengan senyum yang tergaris sempurna di wajahnya nan bersih, menatap langit dengan tenang sambil menghirup kopi miliknya, tapi sepertinya dia lebih menyukai kopi hitam. Wajah tampan itu terlihat lebih bersinar dipapar cahaya lampu yang teramat terang. Habil masih tak berkutik, meneliti seseorang yang dari tadi duduk di belakangnya tanpa izin.

"Hey, siapa yang menyuruhmu duduk di sini? meja ini sudah kusewa untukku sendiri, dan kau dengan seenaknya bersantai di belakangku. Sungguh laki-laki tidak tahu sopan santun. " Habil hilang kendali, entah benar-benar marah atau karena terlalu gugup berada di depan pria tampan yang teramat menawan itu.

"Maaf, aku cuma sedang menunggumu pulang dan kami akan menutup Cafe ini. " jawabnya santai sambil menatap mata Habil sangat dalam seolah akan menghipnotis gadis di depannya. Sungguh gadis mana yang tidak akan terpana dengan ketampanan pria ini.

"Apa? jadi kau pelayan di Cafe ini? sombong sekali kau mengusir pelanggan sepertiku. Aku belum saja menghirup setes pun dari kopiku dan kau sudah menyuruhku pergi? benar-benar keterlaluan." ia mengoceh sambil meneguk habis kopinya kemudian belalu dengan memasang wajah sinis kepada pria tampan itu.

"Tunggu!"

"hey!!!!! Kau benar-benar kurang ajar, berani-beraninya kau menyentuh tanganku. Mana Bosmu, biar kulaporkan kelakuanmu padanya. dasar pria mesum, kau pasti ingin melecehkanku kan??" ia berteriak sambil menghentakan tangan kanannya yang tadi tiba-tiba ditarik oleh lelaki tampan itu.

"eitts. Mengapa kau sangat marah padaku dan berpikir yang tidak-tidak.. "

"hey, ada seseorang di sana? tolong kemarilah, ini anak buahmu sedang berulah pada pelanggan." Habil benar-benar tidak memberi kesempatan untuk pria itu berbicara. hingga seseorang datang menghampiri mereka dari balik etalase bening tempat penyimpanan bubuk-bubuk kopi.

"Maaf ada apa ini?" Tanya pria gendut seperti tumpukan roti lapis yang segar dengan menggunakan celemek berwarna hitam.

"ini anak buahmu ingin melecehkanku, lebih baik kau pecat saja dia. Akan berbahaya untuk Cafemu jika ada karyawan yang kurang aja sepertinya." dengan penuh emosi Habil menjelaskan dan memberi masukan kepada pria gendut itu yang masih terlihat bingung, sedang pria tampan itu malah asik duduk menikmati kopinya dengan sangat hati-hati.

"Tapi Nona, bagaimana mimungkin aku bisa memecatnya, sedang dia.. " belum habis kalimat yang akan dikatakan pria gendut itu, Habil sudah menyentil.

"kenapa tidak, kau ingin Cafemu terkenal buruk karena ulahnya??"

"Dia ini Bosku Nona!" dengan cepat pria gendut itu menyelesaikan kalimatnya yang terpenggal tadi.

"Apa??.." nampaknya Habil sangat terkejut kali ini.

"Bagaimana, sudah selesai ngobrolnya?" Pria tampan itu mulai angkat bicara, tapi wajahnya tidak berubah. Masih santai dan tetap tersenyum ramah. "Sebenarnya aku menarik tanganmu tadi secara spontan, karena aku ingat kau belum membayar kopimu kan?" lanjut pria tampan itu dan sekarang dia sudah berdiri tepat di hadapan Habil. Dengan postur tubuhnya yang tinggi, membuat Habil harus mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah tampan itu berbicara dengan serius. Habil seperti disambar petir, berasa wajahnya gosong dan jelek sekali akibat malu yang bertubi-tubi. Setelah banyak kata kasar yang ia sampaikan pada pria itu dan dia hanya membalasnya dengan lembut tapi mampu membuat jantung Habil tidak terkontrol. Segera ia memeriksa tasnya dengan sangat tergesa-gesa dan ia terlihat semakin panik sekarang. Sepertinya Habil tidak menemukan uang selembarpun dalam tasnya. kemudia..

"Eem, apa aku boleh berhutang padamu wahai pria tampan?" ia memaksakan senyum dan sedikit memuji pria itu. "Aku janji akan membayarnya besok, sunggu dompetku tertinggal di Kosku. " Memasang wajah melas, berharap pria tampan itu bisa membebaskannya walau mungkin dia telah terlanjur sakit hati dengan apa yang sudah ia tuduh pada pria tampan itu yang tidak bergerak namun tetap senyum sempurna tanpa cacat.

"kau ini, sudah menuduh Bosku berbagai rupa, sekarang mengemis minta dibebaskan?! khem! "pria gendut, jelek, hitam seperti roti lapis gosong itu mendengus dan kembali kebelakang untuk berbena persiapan untuk pulang.

Habil menatap pria tampan di hadapannya dengan penuh harap, kalau saja ia di bolehkan pulang. "Apa aku boleh pulang sekarang?" ia menunduk dan suaranya hampir tak terdengar, berbeda sekali dengan yang tadi saat ia mengutuk pria tampan itu.

"Boleh aku mengantarmu pulang? " dengan tak disangka pria itu bukan saja membebaskannya, melainkan juga menawarkan untuk mengantarnya pulang. Ada apa ini, apa mungkin pria itu tidak sakit hati atau ia akan balas dendam pada Habil dan menghabiskannya di tengah jalan?

"hah?! " Habil sangat terkejut, tapi dia tidak akan mempercayainya begitu saja. Dalam hatinya tetap bergidik mungkin ini adalah taktik untuk masuk prangkapnya. "Ah tidak usah repot-repot Bos, kau pasti sangat lelah kan? Lebih baik kau pulang dan beristirahatlah dengan tenang. epps.. maksudku kau tidur dan besok akan siap kerja lagi. " Hampir saja ia keceplosan untuk menyumpahi pria itu tidur dan tidak perlu bangun lagi. Sedang pria itu tidak peduli apa yang dikatakan Habil dan berlalu menuju pintu keluar.

"Gem!! Jangan lupa mengunci pintu, aku akan memeriksanya setelah mengantar Bidadari ini pulang. " Gembul. Pria tampan itu memanggil pria roti lapis gosong itu dan mengingatkan agar ia tidak teledor seperti sebelumnya. Sedang di dalam Cafe, Habil masih menggigil mendengar ucapan pria tampan yang berjalan menuju mobil berwarna hitam pekat yang sudah terparkir di halaman Cafe.

Apa yang sebenarnya ia pikirkan? mengapa pria itu malah menggodaku seperti itu? apa yang harus aku lakukan, apa aku kabur dari pintu belakang Cafe ini saja? tapi apa ada pintu di belakang...

terlalu banyak pertanyaan dalam benak Habil hingga ia tidak sadar bahwa klakson sudah berbunyi berkali-kali. Bergegas Habil meraih pintu keluar dan berdiam diri di halaman tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba ia melihat sesosok malaikat turun dari mobil dan berniat menghampirinya. Sebenarnya wajah pria itu tidak terlalu menakutkan tapi di mata Habil pria itu seakan malaikat maut yang akan mencabut nyawanya malam ini juga.

Pria tampan berwajah tegas namun tak tertutupi kelembutannya melalui mata yang bercahaya dan menyejukkan. Namun entah apa yang membutakan mata Habil sehingga ia tak melihat keindahan itu melainkan pria itu terlihat seperti monster yang siap memangsanya.

"Mari Nona, hari sudah sangat larut. Apa kau begitu betah di Cafeku ini? " Pria itu mengagetkan lamunan Habil dengan tiba-tiba berada tepat dihadapannya yang mana Habil hanya dapat memandangi dada pria tampan itu yang tampak tegap dan bidang.

"emp.. i..iya" gugup tiada kira, ia merasa dunia ini turut bergetar hingga lututnya seperti tak dapat menahan beban tubuhnya yang hanya 53 kg itu. Ia berlalu melewati Pria tanpan itu dan menghampiri pintu sebelah kiri mobil hitam nampak mengkilat yang disusul pria tegap berwibawa dan membantu Habil membukakan pintu.

Akhirnya mobil bergerak sangat lambat dan semakin membuat hati Habil merasa tidak tenang. bagaimana kalau dia berhenti di tempat yang sunyi. menghabisiku, dan membuang mayatku ke bawah jembatan..

"khem.. "

"Aahh!! jangan.. jangan.. aampuni aku, jangan bunuh aku, aku masih punya hutang padamu dan aku akan membayarnya besok! Sungguh aku tidak berbohong.. " Habil benar -benar terkejut akibat batuk pria di sampingnya yang memutuskan rangkaian pertanyaan dan ketakutannya. Pria tampan juga manis itu hanya tersenyum melihat gadis mungil yang lucu ini menutup wajahnya dengan bantal leher yang dari tadi berada di jok mobil dan di pegang erat olehnya.

"Sepertinya dagingmu cukup manis dan lezat untuk menjadi cemilan. " Gidik pria itu semakin membuat Habil semakin tidak nyaman dan takut.

"Tidak, sebenarnya dagingku sangatlah pahit, sungguh.." Habil semakin menyudutkan tubuhnya ke arah pintu dan menjauh dari pria seperti serigala ini. lalu tiba-tiba ia merasa mobil pelan-pelan berhenti, jantung Habil seperti gendang yang ditabuh dengan sangat kencang. perlahan Habil membuka matanya dan memberanikan diri untuk melihat keadaan dan terus bersiap mana kala pria menyeramkan itu hendak menerkamnya. Tapi betapa terkenyutnya ia ketika melihat mobil itu benar-benar berhenti namun sekarang mereka berada dalam keramaian, yaitu Alun-alun Bekasi.

"Kau membawaku kemana? ini bukan rumahku dan bahkan kita sudah jauh terlewat.. " ia baru berani bersuara agak tegas karena merasa tenang dalam keramaian, jika pun terjadi sesuatu ia akan segera teriak dan semua orang akan membantunya.

"Aku merasa lapar, kau mau menemaniku makan malam sebentar sebelum aku mengantarmu pulang? " dengan lembut pria bermata sejuk namun sangat membuat Habil takut itu berkata sembari membuka pintu mobilnya dan keluar meninggalkan Habil yang masih sangat heran pria seperti apa sebenarnya dia ini.

"heyy tunggu! apa kau bercanda? kau memperlambat jam pulangku, kau tahu Ayahku sangat kejam dan akan sangat marah jika aku pulang terlambat.. " Habil mengejar langkah pria itu yang berjalan sangat cepat hingga ia sampai di sampingnya lalu kemudia berlari ke depannya untuk menghentikan langkah pria itu yang begitu cepat.

"Upss Stopp!! " Habil memejamkan mata sambil teriak dan memeluk erat tubuhnya sendiri. Dalam keramaian, mengapa seketika ia merasa sangat sunyi hingga dapat mendengar detik-detik bergerak dari pergelangan tangan kirinya. Dan terasa hangat hembusan nafas pria dengan seribu misteri itu menghempas ubun-ubun Habil yang berjarak kurang dari satu senti di hadapannya. Pria itu sangat tinggi atau Habil yang amat sangat pendek dan apalah itu yang pasti Habil hanya sebatas dada bidangnya saja.

Apa dia sudah pergi dari hadapanku, atau dia masih ada di sana? dengan sangat perlahan ia mengintip dengan sebelah matanya untuk memastikan apakah pria menyeramkan itu sudah melanjutkan perjalanannya. Setelah kedua mata habil sepenuhnya terbuka, ia melihat tabir hitam dekat sekali dengan wajahnya. Kemudian Habil segera menaikan kepalanya dan..

Hidung mancung tanpa komedo itu hampir saja mendarat di kening Habil yang berbalut jilbab berwarna maroon. Mata pria itu begitu teduh dan sangat sejuk, bersih dan bersinar suci. senyum tak pernah lepas dari wajah berserinya dan Alis pria ini sangat tebal seperti ulat bulu tapi sangat alami. Kemudian alis yang baru saja ia diktekan itu terangkat dan menyadarkan Habil bahwa iya melewatkan beberapa detik untuk memperhatikan pria itu. Buru-buru ia menunduk, mundur dan mengangkat pergelangan tangan kirinya untuk melihat waktu.

[22:29]

Setelah mengetahuinya, ia langsung menyodorkan lengannya ke hadapan pria yang sampai detik ini belum ia ketahui namanya. "Sudah jam segini, aku pasti dimarahi Ayahku nanti. " ia menunduk dan berharap pria itu dapat mengasihaninya.

"Bukankah kau tinggal sendiri di Kos? " Pria itu mengingatkan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju gerobak bertuliskan Seblak Mantul.

Hah.. kenapa aku bisa lupa kalau sedang tidak tinggal dengan orang tua. Harusnya aku mengatakan bahwa Ibu koslah yang akan memarahiku. Huh.. dasar gadis bodoh.

Dengan lunglai ia mengikuti Pria itu dari belakang dan duduk bersebelahan.

"Seblak komplitnya dua Pak, level 0 saja." Pria itu mulai memesan makanan.

"Satunya Level 3 pak." Teriak Habil tiba-tiba membuat pria berwajah mulus itu menggaruk-garuk telinganya.

"Kau mau membunuhku? Aku tidak bisa makan pedas. Level 0 saja keduanya Pak. " pria itu mengulang.

"Hello.. Bos Besar, yang menyuruhmu makan Level 3 siapa? aku tidak terbiasa kalau memakan sesuatu yang tidak ada rasa cabai. Lagian kau ini payah sekali, sama cabai saja takut. " Ucap Habil menjelaskan dengan gestur dan ekspresi wajah yang bisa saja membuat orang di sekitarnya emosi dan menonjok wajahnya. Pria itu hanya diam sampai hidangan siap di santap.

Sambil menikmati Seblak pedasnya.. "Apa aku akan memanggilmu Bos Besar selamanya, dan kau tidak ada niat untuk bertanya siapa namaku? " Gadis polos itu sekarang membuka pembicaraan diiringi dengan gelengan kepala semua orang yang ada di sekitar mereka merasa heran, bagaimana mungkin mereka dapat makan bersama tetapi tidak saling kenal satu sama lain.

Pasangan yang aneh.

"Siapa pun namamu, aku akan tetap memanggilmu Bi.. dadari. " Menatap Habil dengan serius sebelum meneguk air putih hangat yang telah di sajikan sejak tadi.

Habil: "..."

Pria ini benar-benar tidak bisa ditebak.

***

Mereka semakin hanyut dalam setiap suapan Seblak Mantul sehingga tak seorang pun diantara mereka yang bersuara. Akhirnya Bos Besar merasa kenyang dan menyudahi suapannya. Ia menoleh ke samping kirinya, di mana gadis lugu nan menggemaskan itu sangat kegerahan, keringat membasahi jilbab maroonnya dan mengalir ke pipi hingga jatuh ke dadanya melalui dagu. Dan gadis yang disebut Bos Besar nan tampan itu sebagai Bidadari nampak seperti kepedasan akibat level 3 yang ia pesan.

Habil: " Hahhh!! " seraya mengibas-ngibas telapak tangan di depan bibirnya yang memerah, pasti lidahnya seperti terbakar sekarang.

Bos Besar: " sstt.. " Berdesis ke arah Tukang Seblak Mantul itu mengisyaratkan untuk memberinya tissu.

Percikan keringat dari dahi sang Bidadari, Bos Besar teliti memperhatikan perjalanannya yang merayap menuju alis tipis tanpa polesan itu, pecah dan menyebar. Bisa jadi masuk kembali melalui cela pori-pori di alisnya namun sebagian yang lain terus mengalir menuju kelopak matanya yang agak kecoklatan, kemudian terjun ke pipi menyatu dengan yang lain. Wajah Bidadari yang berwarna kuning itu sangat menggemaskan bagi siapa saja yang melihatnya. Hingga sampai ke dagu..

Bos Besar: " hep.. " Ia menangkap butir bening dan mulai ngelus dagu sang Bidadari menggunakan tissu dengan sangan lembut.

Habil: " Oww, sini berikan tissunya. Aku bisa melakukannya sendiri, kau tak perlu repot-repot untuk mengambil kesempatan. " Habil hampir saja melempar mangkuknya karena terkejut. Kemudian merebut tissu dari tangan sang Bos Besar dan menyapu semua keringat di wajahnya.

***

[22:56]

Mereka telah berada di dalam mobil mewah berwarna Hitam dengan kenyamanan di dalamnya. Sepertinya rasa ketakutan terhadap pria di sampingnya mulai pudar dan mengacukannya yang sedang fokus menyetir. sekarang mata gadis Bidadari itu mulai sayu. biasaanya jam sekini dia sudah lama bermimpi.

" Cepat berikan alamatmu. " Mata gadis bermata sayu itu tersentak oleh suara Bos Besar walau pun lembut, tapi cukup mengejutkannya yang hampir saja hanyut.

"Emm.. alamat yaa, baiklah." ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sebuah aplikasi dan setelah menemukan alamat kosnya, segera menyerahkan ponsel pada pria yang tak banyak bicara itu. Sepertinya dia bersiap mencari posisi nyaman untuk membiarkan bola matanya terkatup dengan indah. Sedang si Bos Besar sudah mengetahui dan membiarkan Bidadarinya itu untuk beristirahat sejenak sebelum sampai di halaman kos.

Sembari menyetir, Bos Besar juga memperhatikan wajah polos seorang gadis yang sedang pulas tertidur di sampingnya. Tiba-tiba jantung sang Bos Besar berdegub kencang tanpa sebab. Dengan cepat ia menyetel musik romantis agar si Bidadari tidak terbangun karena mendengar detak jantungnya. sepanjang perjalanan ia tak melepas pandangan dari si Bidadari. Terlebih jika kepala Bidadari cantik ini akan terantuk pada kaca mobil, ia akan dengan segera membetulkan bantal yang terkait di lehernya.