webnovel

Memulai kembali

"Ada apa kau datang sepagi ini, Lily ?" Nyonya Katherine berdiri dan menyambut putri kesayangannya yang baru saja tiba.

"Lily malas tinggal di rumah itu, bu ! Irgi dan ibunya selalu saja merepotkan aku." Ujar Beverly mengadu pada ibunya.

Nyonya Katherine kemudian membawa Beverly untuk duduk di sofa. Lalu, ia memanggil pelayan untuk membuatkan teh untuk dirinya dan Beverly.

"Bersabarlah sayang ! Ini tidak akan berlangsung lama. Setidaknya, hanya sampai bayimu lahir dan mendapatkan pengakuan dari keluarga Antonio sebagai keturunan mereka."

"Iya, bu. Beverly akan sebisa mungkin bersabar sampai waktu itu tiba." Beverly tersenyum dan memeluk singkat ibunya.

Tuan Jonathan, tampak sudah rapi dan bersiap untuk segera berangkat ke kantor. Langkahnya terhenti saat menemukan sosok Beverly, anak sulung yang sudah menyebabkan dia kehilangan anak bungsunya sendiri. Beverly segera tersenyum dan berdiri memeluk ayahnya.

"Selamat pagi, ayah !"

Jonathan Liem tidak menjawab. Ekspresi wajahnya datar dan begitu dingin semenjak kepergian Arumi yang entah kemana. Para detektif yang ia suruh untuk menyelidiki kemana putrinya pergi pun, juga tidak ada yang memberi jawaban yang menenangkan. Semuanya sama. Tak ada yang tahu Arumi di mana sampai saat ini. Putri bungsunya itu menghilang bagai di telan bumi.

"Ada apa dengan wajah ayah? Kenapa terlihat begitu sangat tidak menyukaiku ?" Tanya Beverly heran.

"Itu karena kita sudah menyingkirkan putri kesayangan ayahmu, Lily." Timpal Nyonya Katherine.

Jonathan Liem tersenyum kecut. Ia menatap istrinya dengan sorot mata penuh kebencian. "Apa kalian berdua bahagia jika Aru tidak ada ?"

"Tentu saja, ayah !" Jawab Beverly dengan begitu senang.

"Kalau begitu, nikmati saja kesenangan kalian saat ini. Karma akan segera datang dan membalas kalian jauh lebih kejam." Geram Jonathan bersungguh-sungguh.

"Jika kami terkena karma, maka kau juga akan terkena imbasnya, Jo !" Sahut Katherine dingin. Alisnya terangkat sempurna menantang penuh percaya diri pada suaminya sendiri.

"Tidak masalah. Hidupku yang sudah terbakar api tetap tidak akan ada bedanya jika aku terjun ke kobaran api itu sekalian. Takkan ada yang berubah."

"Jadi kau merasa menderita karena sudah membuang putri harammu itu ?" Nyonya Katherine menatap Tuan Jonathan dengan mata berkilat amarah.

"Kau tahu betul bagaimana perasaanku, Kate ! Aku tentu sangat menyayangi Arumi karena dia adalah anakku dari perempuan yang sangat aku cintai." Jonathan tersenyum. Balik menantang istrinya dengan seringai sinis di sudut bibirnya.

"Lalu, bagaimana denganku, Jo ? Apa kau tidak pernah mencintaiku ?" Tangis Katherine sudah mulai tumpah. Hatinya selalu sakit jika Jonathan menyinggung tentang Nancy, wanita yang selalu menjadi pemilik hati suaminya.

"Aku bahkan tidak pernah bermimpi untuk menikah denganmu andai saja kau tidak menjebakku, Katherine !" Bentak Jonathan marah. Kesabarannya sudah benar-benar habis akibat ulah istrinya yang tidak tahu malu.

"Jangan menyebut Arumi dengan sebutan anak haram. Dia di kandung dan di lahirkan dalam ikatan pernikahan yang sah antara aku dan Nancy. Kau seharusnya tahu, siapa yang anak haram di dalam rumah ini, Kate !" Lanjut Jonathan kalap.

Beverly terduduk lemas. Pandangan kebencian dari ayahnya baru pertama kali dia lihat seumur hidup. Di tambah lagi, kalimat terakhir sang ayah yang menyebutkan bahwa bukan Arumi yang anak haram di dalam rumah ini. Jadi, apa maksud ayahnya yang anak haram justru adalah dirinya ?

"Jangan pedulikan perkataan ayahmu, Lily !" Nyonya Katherine berusaha meraih tangan Beverly yang langsung di tepis perempuan seksi itu.

Tuan Jonathan tersenyum puas saat melihat ekspresi wajah Beverly. Ia kemudian beranjak pergi dan meninggalkan dua wanita ular yang entah bagaimana bisa ada dalam kehidupannya.

"Apa aku anak haram, bu ?" Tanya Beverly tergugu.

"Bukan, sayang ! Ayahmu sama sekali tidak membicarakan tentangmu."

"Lalu tentang siapa, bu ?" Bentak Beverly tak terima. "Memangnya ayah masih punya anak yang lain selain aku dan Aru ?" Sambungnya lagi.

Nyonya Katherine mengepalkan erat kedua tangannya. Rahangnya mengeras menahan emosi yang ingin meluap karena tak terima perkataan Jonathan sudah melukai hati putri kesayangannya.

*

*

*

Hari-hari terakhir Arumi di pulau Moorea berlangsung terasa begitu hampa dan terasa kosong. Gadis itu seperti tidak memiliki gairah sedikit pun untuk melanjutkan hari semenjak Leon tidak pernah muncul lagi di hadapannya. Pria itu menghilang seperti bunga tidur yang sirna di kala kau membuka mata. Membuat Arumi bertanya apakah keberadaan Leon benar nyata atau hanya sesuatu yang di ciptakan oleh alam bawah sadarnya sebagai pengobat rasa sakit.

Tentu, asumsi gila itu segera di tepisnya. Karena, jika Leon hanyalah sebatas imajinasi dirinya saja, tentu Charlie tidak akan bisa melihat Leon. Namun nyatanya, Charlie tahu tentang Leon yang menandakan bahwa pria itu benar-benar nyata.

"Apa kau mulai merindukannya ?" Charlie yang duduk di sebelah Arumi bertanya dengan nada pelan.

"Entahlah ! Aku tidak tahu, Charlie." Jawab Arumi sambil mengangkat bahu.

Dia dan Charlie kini tengah berada di antara batu karang dan duduk di bawah batu besar yang nampak seperti gua. Tempat yang sama, ketika dia berjumpa dengan Leon dan menerima lelaki itu sebagai temannya. Ingatan bagaimana pria itu muncul secara dramatis, membuat Arumi berharap bahwa akan ada keajaiban yang bisa membuat pria itu muncul kembali pada saat ini dan detik ini juga. Namun, semua tidak berjalan sesuai keinginan Arumi.

Mungkin saja pria itu sudah pergi dan hanya bergurau omong kosong tentang misi 5 hari yang dia janjikan dulu. Mungkin saja itu hanya sekedar kebohongan yang ia gunakan untuk mengerjai Arumi. Harusnya, Arumi sadar akan hal itu dan tidak menanggapinya dengan serius. Karena jika sudah begini, tidak akan ada yang bertanggung jawab karena sakit hati yang Arumi rasakan karena terlalu berharap.

"Lupakan dia, Aru ! Kau tidak bisa terus-terusan berharap dia akan muncul seperti ini. Besok kita akan kembali ke Paris. Bersiaplah untuk memulai hidupmu yang baru." Charlie mengelus pipi halus Arumi lalu menciumnya.

"Terima kasih atas semangatmu, Char !" Arumi tersenyum dan mengangguk patuh.

"Katakan saja kapan pun kau butuh semangat dariku."

"Tentu saja akan ku lakukan. Jangan khawatir."

Keduanya tertawa lepas sambil menatap laut di penghujung senja terakhir di Moorea. Besok mereka akan kembali lagi ke paris dan Arumi sudah berjanji akan mengubur segala hal tentang Leon di pulau ini.

Biarkan kenangan indah dan menyebalkan yang sempat pria itu beri tertinggal di pulau ini untuk selamanya. Arumi akan melangkah ke depan dan menjadi sosok yang baru di esok hari.

Biarkan semua kesedihan terbawa arus laut yang akan membawanya jauh dari Arumi. Kini gadis itu hanya akan hidup untuk dirinya sendiri mulai sekarang. Lupakan Irgi. Lupakan Leon.