webnovel

Selembar Surat Kontrak

Rara sangat putus asa mengenai masalah keuangannya. Demi kelangsungan hidupnya, Rara bersedia menjual Ginjalnya kepada Seorang Kakek yang kaya raya. Namun, bagaimana jika kakek tersebut meminta Rara untuk menikahi cucunya? Rey yang putus asa mencarikan donor ginjal untuk kakek mendapatkan sebuah harapan dari seorang wanita yang mau memberikan ginjalnya. Namun kakek meminta Rey untuk menikahi wanita itu sebagai permintaan terakhir dari kakek. Rey dan Rara pun setuju untuk menikah namun Rey sudah menggaris bawahi pernikahan ini. Bahwa pernikahan ini hanya Sebuah Kontrak. Mereka sepakat untuk tidak saling jatuh cinta. Namun jauh dalam hati, Rey sudah memiliki cinta untuk Rara.

An_Autumn · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
311 Chs

Penyerangan (1)

"Hey Rara..... Apa kau sudah memasukkan baju-baju mu kedalam koper?" tanya Lola yang tiba-tiba masuk ke kamar Rara. Rara hanya bisa memekik kaget seraya melempar sebuah beauty blender ke arah Lola. Kenapa harus beauty blender? Karena benda itu adalah benda terdekat yang bisa langsung dijangkaunya dan juga itu karena gerakan reflek. Tapi karena benda itu terlalu ringan, belum sempat mengenai Lola benda itu sudah terjun bebas ke lantai.

"Selo bos. Makanya jangan melamun saja, sejak bertemu Rey kau jadi begini. Apa kau terlalu memikirkannya" Lola mengambil beauty blender itu dan memberikannya pada Rara.

"Bukan hanya aku saja, tapi kau juga demikian." Rara mengepak barang-barang yang akan dibawanya menginap di rumah sakit. Setelah itu memasukkannya ke dalam sebuah tas ransel yang tidak terlalu besar. Hari ini Rara akan dirawat di rumah sakit agar Dokter Alex bisa memantau kondisi Rara tetap fit sampai waktu operasi tiba.

"Kau hanya membawa segitu. Kupikir kau akan membawa koper itu juga." Lola menunjuk koper yang ada di atas lemari Rara.

"Kau pikir berapa lama aku akan berada disana. Toh aku nanti juga akan pakai baju pasien." ucap Rara gemas melihat Lola.

"Ya mana ku tau. Kupikir kan bakal lama sekali." jawab Lola acuh tak acuh, kemudian mengambil tempat berbaring di ranjang Rara.

"Aww. Apa ini yang aku tindih." Lola mengaduh kesakitan karena punggungnya menindih sesuatu. Ternyata adalah pena.

"Apa kau tidak punya kotak pensil. Sampai menaruh pena pun diatas ranjang."

Rara yang mendengar itu seketika berbalik melihat Lola dan mengambil pena tersebut dari tangan Lola.

"Jangan menyentuhnya. Kau tidak menekan bagian atas sini kan." tanya Rara sambil menunjuk bagian pena yang dimaksud.

Lola hanya menggeleng pelan, lalu melanjutkan berbaringnya.

"Memangnya itu pena apa? Apa Rey yang memberikannya padamu. Kalau dilihat-lihat Rey itu misterius sekali ya."

Rara hanya diam tak menjawab Lola. Lola melihatnya dengan tatapan aku-menunggu-jawabanmu. Tapi yang ditatap hanya diam saja sambil sibuk memasukkan barang -barang ke tas ranselnya.

"Yasudah kalau kau tak mau cerita. Lebih baik kau dengarkan saja aku." Lola memulai ceritanya. Mulai ketika Rara pergi, dirinya langsung melihat ponselnya, lalu mendapat telepon dari Beno, setelah itu Ia pergi mandi dan menunggu Beno datang. Ternyata Beno datang karena ingin mengembalikan jam tangannya yang tertinggal di apartemen Beno. Padahal Ia bisa memberikannya esok hari, karena Lola sudah masuk kerja. Tapi entah mengapa Beno justru datang malam-malam hanya untuk mengembalikan jam tangan yang ketinggalan itu. Kalau saja itu jam tangan mahal Lola akan memakluminya. Namun itu hanya jam tangan murah yang Lola beli di pasar seken. Walaupun begitu jam tersebut masih sangat bagus dan terlihat modern.

Rara dan Lola menghela napas bersamaan.

"Rara, kau mendengar cerita ku tidak sih. Kenapa kau justru ikut menghela napas."

"Aku dengar Lola. Sudahlah kau pergi sana bekerja." Rara memijat pelipisnya yang mulai berdenyut-denyut.

"Sebentar lagi. Aku masih ingin disini." Lola masih berbaring dan menutup matanya. Tiba-tiba Ia mengungkit tentang malam itu.

"Rara. Malam itu saat PTSD mu kambuh lagi, aku tidak ada di samping mu. Aku sedang bersih-bersih cafe hari itu, waktu aku tau kalau terjadi pemadaman listrik aku langsung meninggalkan pekerjaan ku dan berlari kesini. Tapi Beno menahan ku, dia mengatakan akan mengantar ku pulang. Saat itu aku berpikir sesuatu yang buruk sudah terjadi pada mu, sepanjang perjalanan aku tak berhenti memikirkanmu. Lalu ketika sampai aku cukup terkejut ada Rey disitu. Tapi aku bersyukur karena ada Rey. Setidaknya waktu aku tidak ada, dia ada disamping mu, menenangkan mu. Aku berharap aku bisa mengandalkannya untuk menjaga mu." Lola berhenti sebentar dan mengatur napasnya. Kemudian Ia melanjutkan ceritanya.

"Aku pikir sebaiknya kau mulai untuk membuka lagi hati mu Rara. Sudah 3 tahun berlalu loh sejak kejadian kau dengan orang itu. Aku akan mendukung mu jika kau bersama Rey. Tapi sejujurnya tak ada jaminan bahwa Rey memiliki perasaan yang sama dengan mu. Bisa saja Rey berbuat baik karena menganggap kau lah yang akan menyelamatkan kakeknya." Lola berhenti bicara.

Namun Rara tidak merespon apapun. Rara bingung sendiri bagaimana perasaannya. Tak bisa dibilang suka namun Rara nyaman berada didekat Rey, tak bisa dibilang cinta namun Rara justru tak ingin kehilangan Rey. Rara sungguh tak mengerti ini. Lalu bagaimana dengan Rey sendiri. Rey selama ini sangat memperhatikannya dengan baik. Mungkin hanya covernya saja yang dingin, tapi kepribadian dia sangat bertolak belakang

Apakah yang Lola katakan itu benar? Rara juga tak menampik semua kebaikan Rey adalah demi dirinya yang sudah menyelamatkan kakeknya. Apa Rey hanya menganggapnya begitu. Rara tak mengerti, semakin dipikirkan semakin dirinya tak menemukan jawaban apapun.

"Ya sudahlah. Tak usah terlalu dipikirkan. Aku pergi kerja dulu ya." Lola berdiri dan meninggalkan Rara yang masih bingung dengan pikirannya sendiri.

****

Kenapa Rey tidak menghubungi ku ya. Pikir Rara sambil memeriksa berkali-kali ponselnya. Apa aku harus menghubunginya. Tapi apa yang akan ku katakan padanya. Apa kau sudah makan. Apa kau tau aku hari ini akan dirawat di rumah sakit. Apa kau mau menjemput ku. Atau mungkin kau lagi sibuk.

Frustasi dengan apa yang dipikirkannya, Rara mengacak-ngacak rambutnya sambil menggeram frustasi.

tok..tok..tok.. bunyi pintu diketuk agak kuat. Rara mengerang dalam hati, siapa lagi yang datang saat ini. Rara berjalan malas menuju pintu, ponselnya di tinggalkan begitu saja.

Terdengar lagi ketukan pintu, kali ini lebih kuat dari sebelumnya.

"Ya, tunggu sebentar." Rara pun berteriak kesal, karena si pengetuk pintu terlihat tidak sabaran.

Ceklek. Bunyi pintu terbuka. Dan terlihatlah siapa yang mengetuk pintu itu. Ada dua orang pria berbadan besar terlihat aneh, sebelum ini tak pernah ada orang aneh begini yang datang ke rumah Rara dan Lola. Saat itu Rara menjadi sangat ketakutan karena Rara bisa merasakan hawa buruk dari dua orang pria itu. Tapi Rara berusaha untuk tetap tenang, dan mengatur napas perlahan. Pintunya sengaja tidak dibuka lebar-lebar dan Rara tetap berada disisi pintu. Apapun yang terjadi nanti, Rara bisa segera menutup pintu.

"Ya, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Rara, bibirnya bergetar, Rara tak bisa menghilangkan ketakutan dari dalam suaranya.

"Saya ingin mencari seseorang bernama Kazura Putri Hartono." Kata seorang pria yang menatap Rara tajam-tajam. Rara bingung kenapa orang ini tau nama lengkapnya tapi dirinya sudah tak bisa berpikir lagi karena ketakutan yang amat sangat. Rara juga mengamati kedua orang pria itu dengan seksama.

"Anda siapa, ada urusan apa ingin bertemu dengannya?" tanya Rara lagi, tapi dua orang pria itu hanya diam saja, dan tak menjawab Rara. Rara melihat sebuah kesempatan, sebenarnya tak bisa dibilang sebuah kesempatan juga. Karena ini adalah pertaruhan.

Pertaruhannya adalah Rara akan mencoba mengalihkan perhatian dua orang pria berbadan besar ini dengan sebuah trik murahan yang biasa digunakan ketika sedang situasi terjepit. Jika berhasil maka pertaruhan Rara menang dan dirinya akan langsung menghubungi Rey. Tapi jika kalah maka Rara hanya bisa pasrah dirinya dibawa pergi oleh dua orang ini. Rara mulai menghitung mundur. 5 4 3 2 1.

"Itu, lihatlah disana." Kata Rara dengan suara keras sambil menunjuk ke arah luar. Entah apa yang Rara tunjuk, pokoknya Rara hanya asal tunjuk saja. Tujuannya kan hanya membuat mereka terkecoh. Dan ternyata suara Rara yang keras itu berhasil mengejutkan dua orang pria berbadan besar ini, mereka langsung melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rara.

Tak membuang kesempatan, Rara segera menutup pintu dan menguncinya. Dua orang pria itu langsung tersadar, mereka menggeram karena baru saja dipermainkan dengan trik murahan seperti tadi. Walau tak bisa dipungkiri bahwa trik murahan itu berhasil membuat mereka terkecoh.

Rara segera berlari menuju kamarnya, dan mengunci pintu kamarnya. Mengambil ponsel dan menghubungi Rey. Jantungnya serasa berhenti berdetak, kakinya seperti ingin lepas dari tulangnya. Rara merasakan tangan dan bibirnya gemetaran. Sebuah keajaiban Rara bisa memikirkan trik murahan itu dan membuat mereka terkecoh.

Lama sekali Rey mengangkat telepon itu. Padahal Rara sudah mendengar pintu rumahnya di dobrak-dobrak.

"Halo Kazura."

"Dengar Rey, aku tak punya waktu. Dua orang pria datang ke rumah dan mereka seperti ingin membawa ku. Aku berhasil masuk ke kamar dan menguncinya. Namun aku tak tau sampai berapa lama aku bisa menahan ini. Aku akan mengatakan ciri-cirinya pada mu. Mereka berbadan tinggi besar, semua pakaian mereka hitam, dan mereka membawa mobil van hitam. Satu hal yang harus kau tau, mereka memiliki tato bergambar naga disepanjang tangan kanan mereka. Dan ada sebuah tato bergambar tengkorak yang disekelilingnya ada gambar api dan itu terletak di leher mereka. Mereka juga memakai tindik di sepanjang alis kiri mereka. Oke aku tau aku sangat ketakukan sekarang. Aku tak bisa berpikir lagi Rey." Rara mulai menangis tapi sambungan telepon tidak diputuskannya.

Lalu Rara mendengar langkah kaki mendekat menuju kamarnya,

"Rey, mereka sudah sampai di kamar ku. Aku ingin kau menepati janji mu untuk datang menyelamatkan ku. Aku percaya pada mu, dan aku akan menunggu sampai kau datang." Tangan kiri Rara gemetaran memegang sebuah pena dan mengaktifkannya, Rey bilang pena ini ada pelacaknya. Semoga ini bisa memudahkan Rey mencarinya. Walau Rara sudah tak kepikiran lagi untuk merekam kejadian. Buru-buru Rara memasukkan pena itu ke saku celana jeansnya.

Brakk. Suara pintu didobrak dengan kencang, lalu masuklah dua pria berbadan besar tadi, yang satu menahan Rara dan satunya mengambil ponsel Rara dan membantingnya ke dinding dengan keras. Wajah mereka terlihat sangat marah dan itu semakin membuat Rara ketakutan. Rara mencoba untuk meronta namun satu orang pria itu membungkam Rara dengan sapu tangan yang sudah ada obat biusnya.

Hal terakhir yang Rara pikirkan adalah, Rara harus membeli ponsel baru lagi. Untuk yang kedua kalinya dalam 2 minggu terakhir ini. Lalu semuanya menjadi gelap gulita.

****

Rey yang mendengar sambungan telepon dari Rara terputus benar-benar marah saat ini. Rey tau harus segera bertindak untuk menyelamatkan Rara, tapi Rey tak bisa bertindak gegabah. Rey memijat-mijat pelipisnya yang sebenarnya tidak berdenyut.

Suara pintu diketuk. Rey mempersilahkan masuk orang yang mengetuk pintu.

"Bagaimana Radit?" tanya Rey frustasi

"Maaf pak, sepertinya Pak Satria sudah menyadari jika bapak mengetahui hal ini. Mereka pun sepertinya sudah menghabisi orang yang sudah saya kirimkan untuk memata-matai Pak Satria."

"Apa kamu sudah dapat lokasinya?"

"Kami sedang berusaha pak."

"Tolong kamu cari tau tentang ini." Rey memberikan sebuah catatan berisikan ciri-ciri pria yang disebutkan oleh Rara. Rey berharap bisa menemukan dimana mereka menyekap Rara dari catatan itu.

Rey mengusap wajahnya kasar, memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan Rara, sepertinya Rara juga tak membawa pena yang diberikan Rey. Tida tunggu dulu. Rey sudah memasang pelacak di pena itu, jika Rara menghidupkan pena itu maka Rey bisa tau dimana Rara berada. Tapi Rara kan tidak membawanya.

"Ahhhhhhhh." Rey berteriak frustasi. Tapi apa salahnya dicoba saja.

"Radit, apa kamu sudah memeriksa GPS yang terpasang di pena yang saya berikan pada Rara?"

"Saya belum memeriksanya pak." Jawab Radit singkat

"Tolong kamu periksa ya, semoga Rara membawa dan mengaktifkan pena itu."

"Baik pak." Radit segera pergi dari ruangan Rey.

Rey mengambil ponselnya dan menghubungi Kei dan Beno.