webnovel

Mimpi Buruk

Setelah satu Minggu berlalu. Alisha dan Arsen kini telah menjalani kehidupan yang keras sudah sedikit demi sedikit mereka lalu bersama.

Hari masih pagi buta, gelap awan dan matahari masih belum naik ke permukaan. Ayam-ayam berkokok saling bertautan, membuat aura dikontrakkan rumah Alisha sangat sejuk.

Di pagi-pagi seperti ini, segarnya Alisha merasa senang dan semangat untuk memulai aktivitasnya di hari itu. Tapi sayang, pikiran Alisha sama sekali tidak pokus dengan apa yang akan ia lakukan setelahnya. Ia malah memikirkan satu hal yang mengusik dibenak pikiran Alisha. Suaminya.

Ya, itu benar. Alisha tadi malam memimpikan sosok suaminya yang masuk ke dalam mimpinya dengan memberi kabar jika suaminya tidak akan pernah lagi menemuinya dengan alasan yang tidak pasti disebutkan di dalam mimpi Alisha.

Mimpi itu tentu saja membuat benak pikiran dan hati Alisha tidak bisa tenang. Ia takut jika mimpi itu akan benar-benar terjadi. Alisha takut jika suatu saat suaminya tidak kunjung lagi menemuinya di sini.

Alisha memegangi bagian dadanya. Berusaha mengatur nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya berulang-ulang.

"Mah..."

Suara berat dari arah belakang Alisha membuatnya terbuyarkan dari lamunannya lalu menoleh ke sumber suara itu. Ternyata itu Anaknya yang baru saja bangun tidur di jam seperti ini.

"Arsen... Kamu sudah bangun, Nak?" Alisha berjalan menghampiri Arsen yang berdiri menatap Mamahnya sambil mengucek mata.

"Mamah ngapain berdiri sendirian di sana? Ini masih pagi."

Bukannya menjawab pertanyaan Alisha tadi, Arsen malah melontarkan pertanyaan kepada Alisha

"Mamah... Heum... Sedang meniti udara segar di pagi hari, sayang." Alisha mengelus pucuk kepala Arsen untuk mengalihkan apa yang ia rasakan saat ini.

"Mamah, Papah kapan pulang?"

Deg...

Jantung Alisha terdiam terasa tidak berdetak sama sekali mendengar pertanyaan itu. Baru saja Alisha memikirkan suaminya dan sekarang anaknya menanyakan hal itu kepadanya.

"Heum... Mamah juga tidak tahu Papa pulang kapan sayang, Mungkin Papah masih menunggu kerjaan di luar kota selesai baru dia bisa pulang." Alisha tersenyum.

"Kamu do'ain saja ya supaya Papah diberikan kemudahan dalam setiap aktivitasnya agar pekerjaannya cepat selesai dan kamu segera bisa ketemu sama Papah."

Arsen mengangguk kecil. "Iya, Mah, setiap hari Arsen sudah mendo'akan Papah supaya Papah cepat pulang dan bertemu sama Kita. Mamah nggak kangen sama Papah?"

Alisha tersenyum. Tentu saja Alisha merindukan sosok suaminya itu, dirinya juga ingin segera lepas dari kerasnya hidup ini sendirian dan ingin melakukannya bersama-sama dengan suaminya dan memperjuangkan anaknya bersama-sama seperti dulu.

"Iya, mamah juga rindu sama Papah..."

"Heum... Oh iya untuk makan sarapan, nanti biar Mamah belikan nasi di warung saja ya, mamah nggak masak soalnya, bagaimana?" tanya Alisha.

"Boleh, tapi pakai lauknya daging ayam ya Mah?" tanya Arsen meminta antusias.

"Siap, bos!" Alisha meletakan tangannya di atas kepalanya sehingga membentuk sebuah hormat agar bisa menghibur sang buah hati.

"Yasudah kalo begitu, kamu lanjutkan tidurnya ya, nanti kalo makanannya sudah siap, mamah bangunin lagi."

"Iya, Mah."

Arsen memilih untuk menyambung tidurnya lagi, dan kebetulan sekarang adalah hari Minggu di mana sekolah Arsen libur jadi Arsen tidak disibukkan dengan antri memanjang untuk mandi di kamar mandi luar kontrakan.

Alisha untuk saat ini tidak mood untuk melakukan apa-apa, apalagi memasak. Entah kenapa dirinya merasa ada yang menjanggal di dalam hatinya setelah mendapatkan mimpi itu tadi malam.

"Apa aku telfon aja ya?" batin Alisha dalam hati.

"Arghh! Nanti saja lah, yang penting sekarang anakku makan dulu." Alisha mengalihkan pikirannya untuk segera berjalan menuju ke luar kontrakan dan segera pergi ke warung makan yang sudah buka sejak subuh tadi. Letaknya tidak jauh dari kontrakan Alisha sehingga dapat ditempuh dengan jalan kaki.

Setelah beberapa saat dan Alisha telah mendapatkan makanan itu, ia segera kembali ke kontrakan..namun saat ia kembali dan masih melihat anaknya yang terlelap tidur, Alisha tidak langsung membangunkannya. Melainkan Alisha mengambil ponselnya untuk menelpon suaminya.

"Kenapa nggak diangkat ya?" tanya Alisha dalam hati karena sejak tadi yang ia dengar dari dalam ponselnya hanya bunyi operator saja.

"Apa karena ini masih pagi ya, sehingga membuat Papah belum bangun dari tidurnya?" tanya Alisha.

Ia menghela nafasnya panjang. Mungkin iya karena itu alasannya. Alisha tidak berpikir yang aneh-aneh mengenai hal itu meskipun mimpi tadi malam masih terus menghantuinya. Alisha masih saja berusaha untuk mengendalikan itu semua agar tidak terlalu memikirkannya.

Sebab Alisha tidak mau penyakitnya kambuh lagi seperti dulu. Ia tidak mau kembali lagi ke rumah sakit itu.

"Ya sudah deh, nanti aku coba telpon lagi nanti agak siangan, lebih baik sekarang aku ajak Arsen makan dulu, kasihan anak itu pasti lapar." Alisha berjalan menuju ke arah anaknya yang tertidur pulas di atas tanah dengan alas tikar dan bantal untuk kepala.

Hal itu membuat Alisha merasa sakit hati menyaksikannya. Bagaimana tidak? Yang dulunya Alisha melihat Arsen tertidur pulas di atas kasur empuk dan mewah, sekarang jadi begini.

Alisha mengelus dengan halus rambut Arsen dan sesekali mengecup keningnya. "Kamu yang sabar ya nak, kita pasti bisa kembali ke kehidupan lama kita."

Tak disangka tetesan air mata itu tiba-tiba terjatuh dan mengenai pipi Arsen. Sontak anak kecil yang tertidur pulas tadi kini terbangun.

"Eh-eh maafkan Mamah, Nak. Kamu terganggu ya tidurnya? Nggak papa kok lanjutkan saja dulu, mamah nggak akan bangunin kamu lagi." Terang Alisha sedikit panik melihat anaknya yang tiba-tiba saja terbangun.

Arsen menatap serius mata Alisha. Menyaksikan mata indah yang dimiliki ibunya. Ia melihat jelas ada air mata yang berlinang di sana, hal itulah yang membuat Arsen yakin jika yang mengenai pipinya tadi adalah air mata sang Mamah.

"Mamah kenapa nangis?" tanya Arsen dengan kepolisan yang ia punya.

Alisha menggelengkan kepalanya. "Tidak, Mamah nggak nangis kok sayang..." Alisha berusaha tegar dan menunjukkan senyumannya di depan anaknya agar Arsen tidak panik dengan hal itu.

Arsen mendekat ke arah Alisha lalu mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh bagian pipi yang berdekatan dengan mata Alisha. Lalu Arsen mengusapnya dengan ibu jari kecil yang lembut itu.

"Mamah jangan nangis ya, kita di sini sama-sama rindu sama Papah, kata mamah kita harus terus do'ain Papa agar cepet pulang. Kalo Mamah nangis, Arsen jadi ikutan nangis."

Alisha dibuat kagum mendengar kalimat itu. Anak sekecil Arsen itu dapat berkata selayaknya orang dewasa yang menenangkan Ibunya. Alisha terharu mendengar itu, entah didikan apa yang telah Alisha dan suaminya berikan sehingga anak sekecil Arsen bisa berpikir sedewasa itu.

"Iya nak... Kamu benar, mamah janji, Mamah nggak akan nangis lagi." Alisha tersenyum kebahagiaan di hadapan Arsen meskipun kebahagiaan itu masih belum lengkap, tapi yang jelas Alisha tidak boleh menangis lagi di depan anaknya.

Bersambung....