webnovel

Keputusan

Setelah mereka berdua sampai depan rumah Megah itu. Saat itu juga erick meraskan ada sesuatu yang berbeda yang menusuk tubuhnya.

Tok! Tok! Tok!

Dengan ketukan pintu yang diciptakan oleh bahan membuat kue yang ada di dalam rumah itu adalah sebuah ketukan yang diciptakan dari luar. Itu dapat membuat seseorang yang ada di dalam rumah yang keluar dan membuka pintu.

Ckelk!

Saat pintu terbuka betapa terkejutnya dari bahwa wanita yang membukakan pintu itu sangat tidak asing lagi matanya. Menyadari bahwa sebelumnya mereka sudah pernah bertemu dan mereka masih belum lama.

"Loh... Kamu?" Ujar Eric bersama wanita itu secara bersamaan. Taburan yang melihat itu pun menjadi sangat terkejut rupanya mereka berdua sudah saling mengenal. Dan Dirinya juga baru tahu itu.

"Kamu ngapain ada disini?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Erick. Sebab dirinya sendiri juga penasaran dengan kenapa adanya wanita tersebut di dalam rumah ini.

Namun seketika itu pikirannya terhenti, karena menyadari bahwa wanita itu berada di sebuah rumah yang sangat megah. Di manakah diperlukan yang namanya untuk bertemu ber sama bosnya.

Hal itu mampu membuat Erik sedikit bingung dengan apa yang terjadi setelah inui. "Apa jangan-jangan wanita ini pemilik rumah ini dan apa jangan-jangan wanita ini juga bos baru aku?" Hanya itu yang saat ini terlintas dipikiran Erick.

"Justru saya yang tanya sama kamu Kenapa kamu bisa datang ke rumah saya sama Burhan?"

Mendengar pertanyaan yang sangat mengejutkan bagi wanita itu membuat Erik menganggukan kepalanya dan rupanya benar bahwa rumah ini adalah rumah dari wanita yang ia temui tadi di apatermen.

Sungguh mengejutkan bagi diri Erick, rupanya wanita yang tadi tolongin itu adalah orang kaya raya.

"Ibu sudah kenal dengan Erick?" tanya Burhan menatap kearah wanita itu yang disebutnya sebagai "Ibu" yang dimana pasti pangkatnya lebih tinggi daripada Burhan.

"Oh jadi namanya Erick.." batin sang wanita itu dalam hati.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, sejujurnya saya tidak kenal dengan teman kamu ini, tapi tadi saya nggak sengaja ketemu dia di apatermen, dan dia tadi bantuin saya membawakan koper."

Seketika itu Burhan mengernyitkan dahinya. "Oh... Jadi tadi kamu ngilang itu yang katanya bantuin seorang wanita, dan wanita itu adalah Bu Intan.."

Erick memejamkan matanya. "Bu Intan?" tanya Erick seperti orang tidak tahu apa-apa.

"Iya... Ini yang akan aku kenalkan sama kamu, yang katanya bos baru kerja kamu, ini namanya Bu Intan..." Burhan memperkenalkan bos barunya itu kepada Erick.

Erick pun menjabat tangan Bu Intan tersebut dengan senyuman.

"Intan..."

"Erick..."

Setelah mereka menyebutkan nama masing-masing di situlah mata wanita yang diketahui namanya adalah Intan semakin menjadi. Dan Erick semakin bisa merasakan keanehan itu dari tatapan mata Bu Intan.

"Oh iya... Mari silahkan masuk, jangan sungkan-sungkan... Kita ngobrol-ngobrol saja dulu di dalam," jelas Bu intan dan membuat Erick dan Burhan menurut saja dan masuk ke dalam rumah besar itu sama-sama.

Setelah masuk ke dalam rumah itu langsung duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu. Sedangkan bu Intan duduk di sofa tunggal lalu menepukkan tangannya untuk memanggil salah satu Art yang ada di dalam rumahnya.

"Tolong kamu buatkan minuman untuk mereka kasihan mereka datang jauh-jauh ke sini..."

Dan dengan mudahnya itu menurut saja lalu pergi ke arah dapur untuk menjalankan perintah dari bu Intan tadi.

"Jadi apakah kamu sudah siap dengan pekerjaan baru kamu ini?" tanya Bu Intan menatap ke arah Erick.

Untuk obrolan kali ini mata bintitan matanya tertuju kepada Erik saja. Dan hal itu membuat mereka semakin bingung tentang Ada apa dengan dirinya sehingga Tuhan barunya itu menatapnya dengan tatapan sangat aneh.

Bahkan dari tadi saat di apartemen pun tatapannya sudah terlihat sangat aneh. "Iya Bu..."

"Apakah kamu sudah tau pekerjaan kamu apa?" tanya Bu intan dan membuat Erick menggelengkan kepalanya jujur.

"Belum Bu..."

"Jadi pekerjaan kamu adalah...

*****

"Mah? Kata Bu guru Arsen harus membayar uang SPP biar dapat mengambil rapor hasil ujian.."

Arsen baru saja pulang sekolah dan sudah membawakan pendengaran buruk untuk Mamah Alisha. Sungguh membuatnya sangat sedih sebab uang penyimpanan dan uang pemberian suaminya saat itu sudah menipis. Bahkan buat membeli makanan untuk mereka berdua saja tidak ada.

Dan sekarang Arsen memberitahukan bahwa pihak sekolah mengusulkan harus membayar uang SPP lebih dulu untuk bisa mendapatkan rapor ujian.

"Tapi... Apakah sekolah kamu tidak bisa ditunda lagi untuk membayar SPP itu?" Tanya mamah Alisha.

Dari senapan mamahnya arsen sudah bisa menebak mamahnya itu sedang dalam kekurangan uang. Dan untungnya sengaja Tadi arsen sempat bertanya kepada guru mengenai hal ini.

"Kata Bu guru tidak apa-apa membayarnya sedikit terlambat tetapi rapot Arsen juga akan telat diterimanya Mah..." Jelas Arsen menjelaskan seperti apa yang dikatakan oleh Bu guru tadi di sekolah.

"Yaudah tidak apa-apa... Mamah akan usahakan bahwa rapot kamu segera diterima seperti yang lain, mamah cuma butuh waktu sebentar saja untuk mengumpulkan uang itu ya Nak.." Alisha mengelus pundak anaknya dengan penuh kasih sayang.

Arsen menganggukan kepalanya. Karena dirinya sendiri sudah mengerti dengan kehidupannya yang sekarang yang sangat jauh berbeda dengan yang dulu, jadi mulai sekarang Arsen harus bisa membiasakan kehidupan yang sekarang ini demi masa depannya nanti.

"Iya Mah... Nggak papa, tapi kalo boleh tau, mamah akan cari uang itu ke mana? Apakah Papah sudah mengirimkan uang itu sama Mamah?" tanya Arsen.

Alisha tidak bisa menjawab itu semua. Dari dua Minggu yang lalu suaminya itu sudah tidak ada kabar lagi. Bahkan ia telpon tidak kunjung diangkat.

Dan terkahir kali mereka mengobrol saat suaminya itu mengatakan jika besoknya akan menuju ke tempat kerjanya. Hal itu membuat alisha bisa memaklumi semuanya. Mungkin suaminya itu sibuk di pekerjaaan barunya sehingga tidak dapat menjawab teleponnya.

Alisha menggelengkan kepalanya. "Belum Nak, mungkin papah kamu masih belum gajian, kan papah baru kemarin di terima kerja..."

Arsen mengernyit heran. "Jika Papah belum mengirimkan uang, lalu mamah akan mencari uang itu ke mana?" Tanya Arsen lagi.

Ya mungkin ada benarnya apa yang ditanyakan oleh anaknya itu. Ke mana dirinya akan mencari uang itu?

"Gampang! Nanti mamah coba cari kerja biar dapat uang ya sayang..." Ya mungkin untuk saat ini tidak ada lagi cara bagus selain bekerja. Dan itu adalah keputusan yang benar.

"Mamah mau kerja?"

"Iya sayang... Kamu nggak papa kan kalo di rumah sendirian? Mamah akan cari kerja yang pulangnya sore saja supaya masih bisa ngurusin kamu..."

Meskipun dengan berat hati Alisha akan meninggalkan anaknya juga. Namun tidak disangka bahwa Arsen juga siap menerima itu semua.

"Tapi mamah janji ya, jangan ninggalin Arsen lama-lama seperti Papah?" Anak kecil itu mungkin mengalami rasa takutnya seperti ditinggalkan oleh papahnya.

Dan Alisha pun mengangguk. "Tidak Nak, mamah akan tetap di sini sama kamu, dan Mamah akan mencari pekerjaan di sekitaran sini saja, biar nggak jauh-jauh dari kamu.." alisha tersenyum.

Arsen dengan sigap langsung memeluk Mamahnya dengan sayang. Ia yakin bahwa mamahnya tidak akan meninggalkannya sama seperti Papahnya yang bekerja di luar kota.

Bersambung....