Arini keluar dari kantor dan mengunci pintu kaca. Ia berbalik dan terkejut ketika melihat siapa yang berada beberapa meter dari tempatnya berdiri. Rendra bersandar disamping mobilnya dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaket.
Penampilannya lebih santai tanpa jas, kemeja dan celana pantaloons yang selalu ia kenakan ketika bertemu dengan Arini. Kali ini ia hanya mengenakan celana jeans, jaket kombinasi merah dan garis hitam dilengannya dengan t-shirts hitam di dalamnya dan sepatu kets dengan warna senada. Arini terpana akan penampilan Rendra dan ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. pikirannya berontak dan ia yakin sudah tidak bisa lagi memisahkan antara mimpi dan kenyataan saat melihat pria itu menawarkan senyuman yang sangat manis.
Untuk sesaat Arini dilema tentang apa yang harus dilakukan. Tapi keputusannya tetap bulat. Dengan langkah cepat ia berjalan melewati Rendra dan mengabaikannya.
*
Arini mulai berjalan dengan langkah cepat ia berjalan melewati Rendra dan mengabaikannya. Rendra yang sedikit kecewa segera berlari mengejarnya.
"Arini berhenti!"
Gadis itu tidak menjawab walaupun Rendra sudah memanggil namanya berulang kali.
Ia tidak melihat ada aspal yang rusak didepannya, "Aghh..." Arini tersandung dan langsung terjatuh di jalan. Telapak kakinya tertekuk diarah yang salah dan berbenturan dengan wedges yang ia pakai. Ia berteriak kesakitan bersamaan saat Rendra sampai di sana. Rendra jongkok dihadapannya demi melihat luka dikaki Arini. Airmata terlihat keluar membasahi pipi gadis itu. Rendra tertawa tak percaya. Ia mengembalikan pandangannya kepada wajah Arini yang semakin manis dengan tangisannya. Untuk sejenak degub jantung Rendra terasa asing dan menarik, ia menunduk dan tersenyum pelan.
Arini menggerakkan telapak kakinya dan tampak sekali ekspresi kesakitan diwajahnya. Gadis itu menggigit bibir dan aliran airmatanya semakin deras, mungkin karena terlalu sakit akhirnya ia menangis seperti anak kecil. Rendra menjadi tidak tega, ia berusaha untuk memeriksa kaki Arini akan tetapi matanya beralih menatap wajah gadis itu. Keduanya bertemu dalam satu pandangan. Tangan kanan Rendra terangkat menghapus airmata yang meleleh dipipi Arini. Jelas gadis itu tersentak dan dengan seketika berhenti merengek, walau masih ada lelehan airmata yang keluar dari sudut matanya. Semburat bulan purnama mengelilingi mereka yang membuat pipi Arini semakin tampak memerah, Rendra semakin tak dapat menahan diri. Tolong aku Tuhan,
Sekuat tenaga Rendra melepaskan jemarinya dari pipi Arini, dan menghela napas yang sejak tadi ia tahan. "duh cengeng banget sih, masak kesandung aja nangis? aku heran kenapa kamu suka sekali memakai wedges,"
Arini menyipitkan mata dengan sorot yang mematikan membuat tawa Rendra semakin menjadi. Rendra membalikkan badannya membuat Arini tak mengerti. Rendra menoleh ke belakang bahunya.
"Kamu nggak mungkin pura-pura bisa jalan kan? Jadilah si manis yang penurut malam ini. Aku akan mengantarmu pulang"
Arini mengerutkan keningnya, si manis? Itu semacam panggilan untuk binatang peliharaan. Tapi tidak, Arini melepas kedua wedgesnya dan menentengnya dengan sebelah tangan. Ia beranjak dengan langkah timpang dan menjauh dari Rendra. Rendra baru tahu betapa keras kepalanya gadis itu, ia berdiri dan mengejar gadis itu. Ia menangkap siku Arini dan mencengkeramnya erat hingga tubuh gadis itu berputar ke arahnya.
"Lepas!!!"sahut Arini dingin. Meski kebekuan sikap Arini seolah menikam jantungnya, pria itu tak peduli. "Rendra, lepaskan aku!" Gadis itu mencoba berontak. Tapi hal itu malah membuat Rendra mengeratkan genggamannya.
"Aku tidak bisa melepaskanmu…" katanya lirih namun cukup membuat jantung wanita dihadaannya berdebar.
"Sebenarnya apa yang kamu mau???" Arini berteriak dengan frustasi.
"Kamu," Rendra berucap dengan serius.
Keyakinan itu membuat Arini menghentikan penolakannya. Pandangan mereka bertemu seolah segala yang ingin diucapkan dapat diungkapkan melalui pandangan itu. Rendra melepaskan genggamannya, menurunkan tangannya dan menyelipkan jemarinya pada jemari Arini dengan lembut. Pria itu menuntunnya menuju mobil.
"Aghhh,,," Arini meringis, reflex pria itu merangkul bahu Arini ketika tubuh gadis itu akan jatuh.
"Apakah sangat sakit?" suara Rendra bergetar ketakutan. Arini menggeleng. Setelahnya pria itu berjalan dengan hati-hati sekali seolah tidak ingin Arini merasakan kesakitan lagi. kenyataan itu membuat Arini merasa nyaman. Rendra membukakan pintu untuk Arini kemudian ia berputar dan duduk di depan kemudi.
"Dari mana kamu seharian ini? Sulit sekali menemukanmu…"
"Kemana lagi? aku harus menyelesaikan kekacauan yang kamu buat bukan..bertemu mitra kerja, dekorasi, catering. Sebenarnya apa yang ada di pikiran kalian?" ujar Arini berapi-api. Rendra memandang Arini, seolah mengatakan bahwa gadis itu pasti tahu jawabannya.
"Kamu pasti sangat lelah dan tertekan. Maafkan aku…" Rendra mengusap kepala Arini, gadis itu menangkis tangan Rendra. Pria itu tersenyum.
Pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil dan menghela napas panjang. Arini menatapnya seolah beban berat yang ia tanggung selama bertahun-tahun sudah terangkat dari bahunya.
Apa ini? Kenapa Arini ikut merasa lega, ada sesuatu yang mendesak keluar dari matanya. Rasa haru memenuhi rongga dadanya.
"Jadi menu apa malam ini?"
Arini tersadar dari lamunannya, pria itu sudah memegang kemudi seolah sudah bersiap kemanapun hatinya ingin pergi. Sepertinya dia tidak menginginkan pendapat dari siapapun.
"Kamu mau makan? Makanlah!" Arini menarik engsel pintu mobil namun bersamaan dengan itu Rendra menekan tombol kunci untuk semua pintu.
"Rendra.." Arini mencoba membuka kunci, dengan cepat Rendra mencekal kedua tangan Arini. Jantung Arini berdegub sangat kencang.
"Maafkan aku…" Rendra melepaskan tangan Arini. Gadis itu menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.
"Ok…kali ini saja," Arini menyerah. Rendra tersenyum. "tapi aku sedang tidak ingin makan di restoran, kakiku masih terlalu sakit untuk memakai sepatu.
Rendra mengangguk-angguk, "baiklah putri…terserah padamu saja." Katanya lalu menyalakan mesin mobil.
Aku tidak pernah tahu apa arti cinta yang sebenarnya, tapi yang aku pahami…di antara berjuta manusia di dunia, hatiku hanya berdetak untukmu. ~somewhere~someone~
"saya Arini, senang bertemu dengan anda," Arini mengulurkan tangannya setelah sekian detik mereka berdiam diri. Sekian detik yang cukup lama. Rendra menghapus keraguannya dan membalas uluran tangan Arini.
"Saya Rendra" balas Rendra.
Beberapa orang menganggap bahwa berjabat tangan adalah hal yang berarti baginya dan mungkin kau tidak tahu, tapi aku telah menciptakan ilusi yang indah untuk kita. Impianku hanyalah ingin duduk tenang bersamamu, meskipun itu terasa sulit. Namun kini, begitu serakahnya aku…satu persatu keinginan yang lain mulai muncul hingga aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk berhenti. Aku semakin tidak ingin kehilangan dirimu.
***