Meski sekolah belum berakhir, Ify terus saja menyeret Gabriel untuk ke gerbang belakang yang biasanya tidak ada penjaga.
"Hey, kita mau kemana?" tanya Gabriel bingung.
"Bukankah aku sudah bilang kalau kita ke rumah sepupumu?" jawab Ify tanpa menoleh ke belakang dan semakin kuat menyeret Gabriel.
"Ya, tapi belum waktunya pulang sekolah," protes Gabriel yang anehnya tak mencoba berontak meski kekuatannya lebih besar daripada Ify.
"Darurat," ucap Ify singkat hingga mereka tiba di tepi jalan.
"Kita mau naik apa? Mobilku ada di sekolah." Gabriel mengusap peluh di keningnya karena diseret Ify begitu saja. Meski bingung, tak urung ia juga senang karena tangan Ify sampai sekarang belum melepaskan lengannya.
"Taksi."
"Memangnya kau bawa uang?" tanya Gabriel bingung.
"Buat apa aku mengajakmu kalau membayar taksi harus pakai uangku?"
Gabriel menepuk jidatnya. Ia heran, Ify sama sekali tidak memiliki sifat jaim. Namun, itu yang menarik dan ia suka. Setitik senyum terbit di bibir Gabriel. Biarlah ia membolos hari ini, yang penting Ify terus menggandeng tangannya seperti ini, ia rela.
Setelah mendapatkan taksi, mereka pun mulai menuju kediaman sepupu Gabriel. Lumayan jauh, karena perjalanan yang memakan waktu lebih dari empat puluh lima menit.
Rumah mewah dengan halaman yang luas serupa dengan lapangan futsal menyambut Ify dan Gabriel. Pagar yang tidak terlalu tinggi tetapi memiliki pagar berduri dan pos satpam yang terletak tepat di sebelah gerbang. Rumah bergaya Eropa klasik dengan sentuhan budaya Indonesia yang membuat rumah ini menurut Ify sangat unik. Sejenak, gadis berdagu tirus itu terpaku mengangumi kemewahan rumah di depannya sebelum Gabriel membuat lamunannya buyar.
"Kita mau ngapain sih kesini?" tanya Gabriel sambil menepuk pundak Ify pelan.
Ify mengerjab lalu menoleh. "Ini benar rumah sepupumu?"
"Memangnya aku lupa ingatan sampai rumah sepupuku sendiri aku tidak ingat?"
Ify mengibaskan tangannya, kemudian mendekat ke arah bel bermaksud menyembunyikan bel itu sebelum Rio yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Eh!" Ify hampir saja terjengkang jika Gabriel tidak menopangnya. Sejenak seperti adegan klise dalam film, mereka terpaku. Rio pun tampak terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Ify yang tersadar lebih dulu, langsung bangkit dengan muka memerah bak tomat busuk.
"Kamu ngapain ke sini?" bisik Ify kepada Rio yang berdiri di sampingnya.
"Memangnya ada larangan aku tidak boleh ke sini?" Rio balik bertanya membuat Ify teringat dengan ucapan Gabriel yang di taman tadi. Sama persis dan sama-sama menyebalkan.
"Kita mau ngapain sih, Fy?" tanya Gabriel sekali lagi yang tak bisa menyembunyikan keheranannya.
Ify berbalik dan menatap Gabriel. Saat itulah ia melihat dua orang muda dan mudi yang tampak keluar dari rumah mewah itu dengan bergandengan tangan. Satu pemuda yang mempunyai wajah agak mirip dengan Gabriel dan satu cewek cantik yang menurut Ify terlalu alay. Dandanan yang sangat girly dengan aksen bandana telinga kelinci. Iyuh, membayangkan untuk memakainya saja Ify tidak pernah.
"Ngapain kamu di sini?" Pemuda yang mirip seperti Gabriel tadi tiba-tiba sudah berdiri di depan Ify dan Gabriel.
"Memangnya ada yang salah?" tanya Gabriel santai, Ify sempat menangkap nada sinis meski berusaha ditutupi Gabriel dengan apik.
Pemuda seperti Gabriel tadi terkekeh. "Ayolah, sepupuku yang manis, bukankah kau sudah tak mau menginjakkan kakimu di rumah ini lagi?"
Gabriel menyeringai. "Tentu saja. Tapi aku hanya mengantar seseorang untuk bertemu denganmu," ucap Gabriel sambil melirik Ify.
Ify yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian salah tingkah. Ia bingung, sebenarnya ia ke sini juga spontan tanpa rencana apa-apa. Dan sekarang ia tak tahu harus bicara apa.
"A--." Ucapan Ify terputus saat ia mendengar gumaman lirih Rio.
Jika Ify tidak salah dengar, pemuda itu bergumam Dea, Ify lalu memandang cewek yang masih setia menggandeng lengan pemuda yang berparas mirip dengan Gabriel.
"Ada apa?" tanya pemuda berwajah mirip seperti Gabriel itu kepada Ify.
"E, itu ... anu." Ify tergagap karena ia memang tidak ada persiapan sama sekali. Mau langsung menanyakan gelang, apa mungkin pemuda itu mau mengaku?
"Apa kau membawa teman gagu?" Pemuda itu bertanya kepada Gabriel.
Ify mengetatkan rahangnya. Genteng boleh, tapi kenapa ucapannya nggak pakai filter sama sekali? Ingin sekali Ify menyumpal mulut pemuda itu dengan kaus kakinya, tapi niat itu hanya tertahan di kepala saat Gabriel tiba-tiba terkekeh.
"Memangnya kenapa? Apa kau terganggu, Tuan Riko?"
Double shit. Jika jawaban Gabriel seperti itu sama saja dia membenarkan jika Ify gagu.
"Tolong jaga ucapan Anda," ucap Ify yang tak terima dikatakan gagu. "Saya ke sini karena ada keperluan dengan Anda."
Ify merogoh kantong bajunya dan menunjukkan sebuah gelang. Riko melotot sementara cewek yang di sebelahnya juga ikut terkejut.
"Hey, darimana kamu mendapatkan gelang itu? Kau mencuri, heh?" sentak Riko yang hampir merebut gelang itu jika saja Gabril tidak menghalangi niat pemuda itu.
"Wow, untuk apa saya mencuri gelang ini? Apa karena harganya yang lima belas juta?" Ify semakin berani.
"Kembalikan gelang itu sekarang!" pinta Riko.
Ify menggoyangkan jari telunjuknya. "Tidak semudah itu, aku perlu menanyakan beberapa hal terlebih dahulu."
"Kembalikan dulu gelang itu!" pinta cewek yang bersama Riko.
"Maaf, saya tidak ada urusan dengan Anda," sarkas Ify.
Cewek itu merangsek maju tapi ditahan oleh Riko. "Della, biar ini menjadi urusanku."
Gabriel yang melihat interaksi Riko dan Ify hanya waspada jika Riko berbuat nekat untuk mengambil gelang yang ada di tangan Ify. Meski ia belum tahu permasalahan yang sebenarnya, tapi ia yakin ini adalah hal yang sangat serius.
"Baiklah, apa yang akan kau tanyakan?" tanya Riko.
Ify melirik Rio, pemuda itu sama bingungnya dengan dirinya. Terutama saat Riko memanggil cewek itu dengan nama Della, sementara Ify mendengar Rio menggumam Dea. Yang benar yang mana?
"Kapan terakhir kali kau menggunakan gelang ini?" tanya Ify.
Sesaat Riko terlihat gugup, hal itu terlihat jelas sebelum ia berdehem. "Memangnya apa urusannya denganmu?"
"Tidak perlu mengalihkan pembicaraan, jawab saja jika ingin gelang ini kembali."
"Aku sudah lupa kapan terakhir kali menggunakan gelang itu," ucap Riko.
Ify menyeringai sinis. "Atau lebih tepatnya seminggu yang lalu?"
Terlihat jelas kegugupan di wajah Riko dan Della. Hal ini mengundang tanda tanya yang besar di benak Ify.
"Benarkah? Lalu bagaimana kronologisnya sampai kau kehilangan gelang ini?" tanya Ify lagi dengan tenang. Kini giliran Riko yang dibuat kalang kabut dengan pertanyaan menjebak dari Ify.
"Itu tidak perlu kau tahu, yang jelas aku kehilangan gelang itu. Sekarang kembalikan atau aku akan melaporkan ke polisi dengan tuduhan pencurian?"
Ify tak gentar sedikitpun, ia malah terkekeh sinis. "Benarkah? Bagaimana kalau aku bilang menemukan gelang ini di rumah kekasih Dea? Apa kau mengenalnya?"
Ify tahu pertanyaannya sebagai pernyataan perang. Namun ia tak punya pilihan lain, mau mundur sudah kepalang tanggung.
"Aku tidak tahu, sekarang kembalikan gelang itu. Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu!"
Riko maju ingin mengambil gelang itu, tapi Gabriel berdiri di tengah-tengah menghalangi Riko yang berniat menghampiri Ify.
"Tidak semudah itu," ucap Ify tenang. Sama sekali tidak terintimidasi dengan tatapan tajam Riko. "Ada beberapa hal yang perlu diperjelas dengan gelang ini. Sampai bertemu lain kali."
Selesai berucap, Ify langsung menarik Gabriel untuk pergi dari rumah Riko.
"Hey! Kembalikan gelangku!" teriak Riko yang tak dipedulikan oleh Ify sementara Gabriel yang kembali diseret hanya mampu menghela napas pasrah.
****
See u next chap 👋👋
Thanks
_Dee
Sidoarjo, 11 Maret 2020