webnovel

Bodohnya Diriku part 3

Di tengah kegalauanku, aku sempat berpikir untuk berhenti menyukai Andre. Namun jika setiap hari aku bertemu dengannya, aku tak mungkin mudah untuk melakukan hal itu. Terlebih hampir setiap hari Fitri dan Lili selalu bercerita tentang kegiatan yang Andre lakukan di kelas. Aku tak pernah meminta mereka menjadi mata-mataku, mereka melakukan hal itu tanpa aku pinta. Menyebalkan memang, namun mereka adalah temanku.

Keesokan harinya, aku termenung di kelas. Menatap papan tulis dengan malas. Hari ini lagi-lagi tak ada guru yang mengajar, semua teman-temanku tengah sibuk mengobrol. Sedangkan aku? Hah, hanya sendirian di bangku tanpa ada yang menemani. Rasanya sangat membosankan. Tiba-tiba mataku melotot saat seseorang masuk ke dalam kelas dan menghampiriku. Ia mendatangiku yang tengah terduduk di bangkuku sendirian. Ke-kenapa dia kemari? A-apa ia mengenalku? Ya, dia. Andre. Dia mendatangi kelasku dan berjalan ke arahku lalu berhenti tepat di depan aku yang terpaku melihatnya. Apa maksudnya? Jantungku pun berdegup dengan cepat.

"Sheila. Kamu mau jadi pacar aku?"

Seketika tubuhku terasa lemas. Apa yang ia katakan? Ia menembakku? Menembakku? Serius? Aku tidak dapat mempercayainya. Masalahnya ia mungkin tak kenal dan tak tau siapa aku dan sekarang? Dengan tiba-tiba ia menembakku di depan semua teman-teman sekelasku. Tiba-tiba ia memegang kedua tanganku dan menatap mataku. Jantungku berdegup sangat kencang, nafasku terengah-engah. Aku tak percaya dengan apa yang ku lihat hari ini.

"Aku kenal kamu dari Fitri dan Lili. Dan aku juga tau apa yang kamu rasain selama ini. Kamu memendam semua rasa sukamu sama aku, begitu pun sebaliknya. Aku tau, setiap hari kamu selalu melihatku dan asal kau tau, aku pun selalu melihatmu. Setiap hari bahkan setiap detik. Pernah sesekali aku membolos masuk kelas hanya karena ingin melihatmu," katanya panjang lebar. Hah? Cukup sulit bagiku untuk mempercayai apa yang ia katakan. Hatiku pun menjadi bimbang dan tidak karuan. Apa yang harus ku katakan padanya? Menerimanya? Ya, aku memang ingin menerimanya tapi aku tak begitu yakin dengan hatiku. Ia menatapku dengan serius. Aku menatap wajah tampannya. Hatiku menjerit, tak menyangka bisa berhadapan dengan Andre sedekat ini.

"Em… Tapi waktu itu kamu membuang surat dari aku," balasku dengan sedikit menunduk. Lalu aku kembali mendongakkan kepala, aku terkejut saat melihat Andre tersenyum. Astaga, pipiku rasa memerah saat ia tersenyum seperti itu.

"Saat pulang sekolah, aku kembali mengambil surat itu dan membacanya. Lalu aku menanyakan hal itu kepada Lili dan Fitri tentang kamu. Dan setelah itu aku mulai melihat gerak-gerik kamu saat kamu melihatku. Jadi, apakah kamu mau jadi pacar aku?" tanyanya. Aku menggigit bibir bawahku, ingin rasanya berteriak senang. Mendengar apa yang ia jelaskan cukup untukku mempercayainya. Aku sangat-sangat senang. Dengan perlahan aku menganggukkan kepalaku, menerima cintanya. Ia terlihat begitu senang.

"Makasih," ujarnya. Aku mengangguk. Dan pada akhirnya kami pun menjalin hubungan.

***

"Ya, gua terpaksa nembak dia karena dipaksa Lili dan Fitri. Lagian gua gak suka kok sama dia, kenal juga enggak. Dan gua gak bener-bener baca suratnya, gak penting. Dalam dua hari ini juga bakalan gua putusin kok," ujar Andre saat berbicara dengan temannya. Kini aku tengah berada di belakang mereka. Mereka tengah terduduk dib angku panjang tak jauh dari kelasku. Aku hendak memberikan Andre sesuatu, tapi ternyata ia tengah sibuk mengobrol bersama temannya dan tak sengaja aku mendengar apa yang ia ceritakan kepada temannya itu. Seketika hatiku menjadi sakit. Siapa yang ia bicarakan? Aku kah?

"Apa loe gak nyesel nantinya?"

"Buat apa nyesel? Dia itu cocok buat dijadiin pelampiasan. Lagi pula gue kan sukanya sama si Tania, temennya itu. Dan semalam kita baru jadian."

DEG

Aku hampir meneteskan air mataku mendengar pengakuan Andre. Rupanya wujud asli yang ia tutupi selama ini sudah terbongkar. Dan apa yang ia katakan? Aku dijadikan pelampiasan? Ia menyukai Tania? Teman sebangku ku itu? Bahkan kini mereka sudah pacaran? Sungguh miris! Kejam! Tak berperasaan! Tania tak berkata apapun tentang hubungannya dengan Andre. Sepertinya mereka menyembunyikan hal itu dariku. Aku pun dengan sendirinya tertawa kecil, menertawakan betapa bodohnya diriku. Akhirnya aku tau dimana titik kebodohanku itu. Ya, mempercayai lelaki busuk seperti Andre. Dengan amarah yang sudah menggebu-gebu, aku pun menghampiri Andre. Ku lihat ia terkejut saat aku berdiri di hadapannya dengan air mata yang sudah mengalir.

"Makasih buat semuanya. Kita putus!" ucapku dan berlari begitu saja meninggalkan lelaki itu. Aku tak peduli jika ia memanggil namaku atau mengejarku. Yang ku pedulikan adalah rasa sakit hatiku. Rasa sakit yang membuat dadaku terasa sesak. Dengan cepat aku pulang ke rumah dan menangis sejadi-jadinya. Menyesali semua perbuatanku yang begitu bodoh. Ya, bodoh. Aku tak akan pernah mengulangi hal yang sama. Tak akan pernah. Semua ini cukup menyakitkan untukku, sangat-sangat menyakitkan.

Orang tuaku memanggil namaku di depan pintu kamar yang sudah ku kunci. Mereka mengetuk pintu beberapa kali, mungkin cemas dengan tangisanku yang meraung-raung. Pikiranku sangat kalut hingga tak mempedulikan panggilan mereka. Aku hanya bisa menangis, lalu ku acak semua benda di meja belajarku, juga ku tarik sprai dan selimut di kasur. Ku lampiaskan rasa kesalku kepada benda-benda di kamar yang tadinya rapi kini menjadi seperti kapal pecah, berantakan sekali.

Lalu setelah merasa tenang, aku membuka pintu dan melihat kedua orang tuanya yang berdiri di sana dengan raut wajah khawatir. Aku memeluk mereka dan memohon kepada mereka untuk mengizinkan aku pindah sekolah. Aku tak ingin sekolah di tempat itu, tak ingin bertemu kembali dengan si brengsek Andre dan di pengkhianat Tania. Aku benci mereka berdua. Aku terus memohon kepada orang tuaku hingga pada akhirnya mereka menyetujui apa yang aku inginkan. Aku akan mencoba melupakan kisah kelamku ini. Aku tak ingin terus berada di dalam lingkahan kesedihan, akan ku coba untuk mencari kebahagiaanku di sekolah baruku nanti. Aku berharap kisah cintaku di sana kan lebih baik daripada di sekolahku yang sekarang.

Aku akan membangun cintaku sendiri di sana, memilih lelaki yang lebih baik daripada Andre. Juga memilih teman sekelas yang bisa menjadi sahabat sekaligus keluarga yang tak akan mengkhianatiku seperti Tania. Aku tak ingin hal seperti ini terjadi lagi di dalam hidupku. Oh ya, aku juga bercerita kepada orang tuaku tentang permasalahanku di sekolah. Sebenarnya sangat sakit jika aku harus bercerita kepada orang tuaku tentang masalah ini, namun mereka harus tahu alasanku ingin pindah sekolah. Aku tak ingin mereka terus bertanya-tanya hingga memutuskan tak memindahkanku. Jika aku terus bersekolah di sana, dapat aku pastikan jika aku akan gila karena satu kelas dengan si lacur Tania.

SELESAI!!!

***

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.