webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · วัยรุ่น
Not enough ratings
268 Chs

Sepenuhnya Bantuan Diterima

Aroma kopi instan menguar dari pantry, menarik perhatian Dhaiva yang kebetulan melintas sepulang dari minimarket depan. Menilik sekilas, rupanya Iqbaal disana, mengaduk kopi sembari mengapit iPadnya tanpa khawatir jatuh. Astaga, benar-benar tidak sayang barang mahal.

"Bang Iqbaal!" sapa Dhaiva kemudian, mendekat ke pantry.

"Eh Va? Dari mana Lo?"

"Beli kopi juga di minimarket. Kok kompak sih? Jadi pengen Gue seduh juga ini." Dhaiva mengambil mug khusus miliknya. Iqbaal hanya tersenyum tipis, "Abisnya ujan lagi Va, mau ngerjain apa-apa jadi mager kalau gak dibantu kafein."

"Iya juga sih. Mau ngerjain apa sih Bang? Ini juga banyak banget tiga cangkir? Gak mungkin diminum sendiri kan?" canda Dhaiva.

"Enggak dong. Ini mau ngerancang program baru, divisi Gue. Bentar lagi Maret, terus April, harus disiapin. Sejak kabinet dibentuk belum ada pembicaraan sama sekali soalnya," ujarnya.

Locked Chapter

Support your favorite authors and translators in webnovel.com