webnovel

reincarnation of a demon god (sub Indonesia)

Arth adalah seorang penulis yang terus menulis tentang sejarah dunia, dan itu berkaitan dengan kisah dirinya sendiri. Dia terus menceritakannya dalam buku-buku yang sulit dipahami orang awam. Dari waktu ke waktu, para arkeolog terkejut melihat salah satu buku Arth karena sangat tepat dengan sejarah dan temuan para arkeolog. Akhirnya, para arkeolog menjadi tertarik padanya, dan menjadi tertarik pada kisah-kisah yang diceritakan Arth. Tapi tujuan Arth adalah menemukan kekasih masa lalunya (Erina). Dan ternyata Arth adalah yang terakhir dari orang-orang di dunia Darkness Light (nama sebelum bumi). Arth adalah satu-satunya yang masih hidup karena dia adalah pembunuh yang sebenarnya. Arth dulunya adalah dewa yang dijuluki dewa sihir, tetapi dia tidak menaati bangsanya sendiri sampai dia berubah menjadi iblis. Seiring waktu sesuatu terjadi yang membuat Arth berubah menjadi manusia dan memulai pengalaman hidup barunya sampai saat pembunuhan tiba. ************** banyak sekali ramalan yang mencegah hancur nya dunia itu. namun, jika takdir mengatakan demikian maka tidak seorang pun yang bisa keluar darinya. namun, kehidupan itu bisa diulang lagi dengan mencari sejarahnya. ************* "dunia akan hancur oleh seseorang yang membangkang bangsanya sendiri karena ia mempunyai tujuan". itulah dialog yang dibuat oleh seorang dewa peramal (Zabtaruk). dan orang yang membangkang bangsanya sendiri adalah Silvanus, Siestina dan Arth. para dewa terus mencoba untuk mencegah ketiga orang ramalan tersebut dengan taktik mereka sehingga banyak sekali terjadi konflik. namun, dari konflik itulah dunia Darkness Light hancur. nama Darkness Light adalah nama sebelum bumi yang digunakan oleh suku-suku Totem (kuno). karena mereka yakin bahwa bumi ini sebagian gelap dan sebagainya lagi bercahaya (siang dan malam).

laundry86 · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
88 Chs

menemukan danau kecil di gurun tandus

"ayo! Kita pergi" ujar ku sambil menghampiri mereka.

"Dimana Ribert?" Ujar Siestina yang sangat penasaran.

"Dia pergi"

************

Kami memulai kembali perjalanan kami menuju barat dengan keadaan kenyang. selain itu, kami juga dibekali banyak makanan yang disediakan oleh Zulani.

Kami terus berjalan di tanah yang sangat panas dan tandus. Tidak ada apa-apa di hadapan kami, cuman ada Padang pasir yang sangat luas yang tak terlihat ujungnya.

"Siestina! Apakah kita berjalan di jalan yang tepat?" Aku bertanya kepada Siestina.

"Selagi kita berjalan ke barat. Ku kira kita berjalan di jalan yang tepat" jawab Siestina dengan nada rendah.

Kami mulai membuka ransel kami dan mengambil botol minuman kami karena cuacanya begitu panas.

"Ini gawat! Persediaan air kita mulai habis" ujar Erina yang begitu khawatir.

"Kalau begitu, kita harus mencari air dengan segera. Rasanya mustahil kita bertahan tanpa air di tempat tandus seperti ini" ujar Ginny dengan sarannya.

"Jangan terlalu berharap! Takut terjadi fatamorgana pada kita. Akan repot nantinya"

************

Hiuga terus mengintai Arth dan yang lainnya dari kejauhan dengan pakaian ala orang-orang lokal supaya tidak di kenali oleh mereka.

"Tempat ini cukup bagus untuk menyerang mereka. Aku harus melaporkan ini kepada tuan Orba"

Tiba-tiba Hiuga menghilang begitu saja.

**********

"Aku gerah" ujar Erina yang mengeluh.

"Kenapa? Padahal pakaian mu cukup terbuka. Sekalian buka saja semua pakaian mu agar tidak gerah" ujar Ginny yang mengejek pada Erina.

Aku terus berjalan seolah-olah tidak mendengarkan keluhan mereka. "Eh! Arth kau tidak merasa panas dan gerah" ujar Erina yang melihat ku berjalan dengan biasa. "Apa kau tidak kepanasan?"

"Aku belum merasakan api yang bisa membakar ku" aku menjawabnya.

"Mencurigakan" ujar Siestina dengan perasaan aneh kepada ku.

"Apanya?" Jawab ku.

‌"Seperti yang pernah ku katakan, aku tidak mengenal mu secara pasti. Kata-kata mu juga pernah ku dengar dari seorang legenda. Selain itu kau akrab dengan Silvanus" ujar Siestina yang tidak tahu masa laluku.

"Mungkin itu cuman kebetulan" jawabku dengan berusaha untuk merahasiakan.

"Aku akan memastikan itu. Jika benar dia adalah Arth. Berarti aku berjalan dengan orang yang tepat. Dengan begitu, berarti aku satu jalan dengannya untuk membangkang bangsa sendiri" Siestina mengatakan itu di dalam hatinya.

"Yuk cari air" ujar Adis yang dari tadi serasa diabaikan.

***********

Hiuga memasuki tempat Orba untuk melaporkan semua tindakannya.

"Apa yang telah terjadi" Orba bertanya pada Hiuga.

"Lapor! Untuk sejauh ini, tidak ada hal yang berbeda dari sebelumnya. Mereka masih bersama Dewi Siestina, namun mereka tidak bersama Silvanus. Dan sekarang mereka berada di tengah-tengah gurun tandus di negara api" ujar Hiuga memberi laporan kepada tuannya.

"Bagaimana dengan Silvanus?"

"Untuk sejauh ini, mungkin Silvanus masih berdiam di tempat yang sama dengan kemarin" Hiuga memberitahukan semuanya pada Orba.

"Bagus! Jika Silvanus sendirian, maka kita harus menyerangnya duluan. Bawa pasukan yang bisa menyerang Silvanus" perintah Orba kepada Hiuga.

"Baik tuanku" jawab Hiuga.

Hiuga terdiam sesaat dan melamun di hadapan Orba. Dan itu membuat Hiuga tampak aneh.

"Ada apa Hiuga?" Orba bertanya pada Hiuga.

"Dengan semua yang kulakukan. Kau akan memberikan ku imbalan dengan janji itu?" Ujar Hiuga yang ingin memastikannya.

"Tentu" jawab Orba.

Mendengar jawaban dari Orba, Hiuga merasa lega dan keluar dari ruangan itu. Ketika Hiuga sudah tidak di ruangan Orba, Orba langsung tertawa terbahak-bahak.

"Betapa bodohnya dia. Dia ingin imbalan untuk membebaskan ibunya. Padahal ibunya sudah lama meninggal di penjara" ujar Orba yang menyembunyikan itu dari Hiuga. Akan tetapi Hiuga masih percaya pada Orba bahwa dengan menuruti semua permintaan Orba, ibunya dapat di bebaskan. Namun kenyataannya ibunya sudah tidak ada.

*************

Aku dan yang lainnya masih berjalan menuju barat sambil mencari-cari air untuk persediaan air kami.

"Hey!!!!! Aku menemukan air di sana" ujar Erina sambil berteriak yang berada jauh dari tempat kami.

"Benarkah?" Aku meragukan itu.

"Jangan-jangan dia terkena fatamorgana" ujar Siestina yang sama meragukannya dengan ku. Karena rasanya mustahil ada air di gurun yang tandus ini. Walaupun begitu, kami tetap menghampiri Erina. Dan ternyata Erina berkata benar, kami melihat sebuah danau kecil yang di kelilingi oleh pohon-pohon dan rerumputan hijau.

"Wow! Ajaib sekali" ujar Siestina yang takjub saat melihat danau tersebut.

"Ayo! kita ke sana" ujar Erina yang langsung menghampiri tempat itu.

Kami langsung menghampiri danau tersebut. Danau itu begitu indah, dengan air jernih, pohon-pohon hijau yang mengelilingi danau dan banyak hewan-hewan kecil yang ada di danau itu.

Kami langsung mendekati air karena kami kehausan dan kepanasan cukup lama.

"Sepertinya disini banyak ikan!" Ujar Adis yang dari tadi sedang memperhatikan air yang dalam.

"Benarkah?" Aku berkata begitu karena aku tidak melihat satu ikan pun.

"Tempat ini cukup bagus. Selain itu kita tidak tahu sampai kapan kita akan terus berjalan di jalan yang tandus dan panas. Hari sudah mulai sore, sebaiknya kita menetap disini untuk semalam" ujar ku memberi saran kepada mereka.

"Aku setuju!!!" Ujar Erina dan Ginny serentak.

"Kalau begitu, kita setuju untuk menginap di sini"

Ginny dan Erina saling bertatapan, dan itu membuat ku merasa akan terjadi pertengkaran lagi.

"Ayo kita mandi Ginny!" Ujar Erina secara tiba-tiba.

"Aku ikut" ujar Siestina yang ingin ikut dengan mereka.

"Ku kira bakalan terjadi pertengkaran antar dua benua"

"Tuan Arth! Mendingan kita menangkap ikan di danau itu. Ada banyak sekali ikan yang ku lihat" ujar Adis yang mengajak ku.

Mereka bertiga pergi entah kemana dan tujuannya untuk mandi di danau itu.

"Dari pada nganggur, mending aku membantu mu Adis"

"Bagus!!! Ayo kita lakukan" ujar Adis dengan semangat.

"Ngomong-ngomong, bagaimana cara kita untuk memancing ikan" tiba-tiba aku terpikir ke situ.

"Ada benarnya juga" Adis juga baru menyadarinya.

Kami berdua memikirkan cara untuk menangkap ikan karena kami tidak mempunyai alat pancing. Jika menggunakan tombak ku, itu akan mustahil bagi ikan kecil karena tombak ku cukup besar. Pada akhirnya kami terus memikirkan itu dan melihat ke tengah-tengah danau.

"Apa kau barusan melihatnya?" Ujar ku yang melihat sesuatu yang cukup besar.

"Yap! Aku juga melihatnya" jawab Adis Yeng terbengong.

Kami melihat ikan yang besar di tengah-tengah danau. Bahkan, ikan itu melebihi besar manusia.

"Bagus!! Dengan ikan sebesar itu, kita bisa menangkapnya menggunakan tombak mu" ujar Adis dengan semangat.

"Aku setuju!!!"

*************

Sementara itu di tempat yang lain. Silvanus yang terus merenung di guanya dan mempunyai rasa menyesal karena tidak ikut bersama Arth dan Siestina.

"Lagi-lagi aku merasa kesepian. Dari pada nganggur gak jelas, mending aku ikut bersama Arth dan yang lainnya. Selain itu, bisa saja aku di serang di tempat ini sendirian. Aku lupa!!! Apa Arth tahu kenapa para dewa membenci ketiga dewa yang membangkang bangsanya sendiri? Itu pasti. Arth pasti tahu itu, mereka membencinya karena itu sudah tercantum dalam ramalan. (Bangsa yang membangkang bangsanya sendiri. dia adalah dalang dari akhir kehidupan) apakah tafsiran bangsa dewa itu benar? Tapi kenapa bisa jadi dalang dari kehidupan? Padahal aku tidak mempunyai rasa untuk membunuh semua orang yang ada di dunia ini. Begitu juga dengan Arth, apalagi Siestina"

Sangking kesepiannya, Silvanus bahkan berbicara sendiri di guanya.