Odo terbangun, membuka mata dan menemui dirinya terkapar melihat langit biru yang terentang seakan terbatas di atas sana. Ia tak ingat mengapa dirinya bisa berada di tempat itu, tetapi dengan jelas Ia tahu di mana dirinya berada.
"Tempat ini ....? Apa aku mati lagi ....?"
Ia mulai duduk, sejenak memegang kening dan berpikir. Tempat itu begitu putih, sangat persis dengan tempat persimpangan hidup dan mati itu. Menyadari hal tersebut, Odo berdiri dan kembali melihat sekeliling, mencari Dewi yang mungkin akan ditemuinya di alam itu. Tetapi Dewi itu tidak ada, di hamparan tempat yang amat luas dan begitu putih itu sama sekali tak ada seorang pun kecuali dirinya.
Ia mendongak seraya menutup mata, berharap itu hanya mimpi dan segera bangun. Dalam hati Odo sangat tahu, saat dilempar batu, meski menutup mata itu tidak akan bisa mengubah fakta bahwa akan terkena lemparan. Kenyataan yang ada, itu tidak akan berubah hanya dengan berpaling.
"Ah, sudah kuduga ini bukan mimpi ... kuharap ini mimpi," ucapnya sambil membuka mata.
"Sampai kapan kau akan tertidur, wahai diriku yang akan mengubah segalanya," suara itu terdengar dengan tiba-tiba.
Odo melihat sekeliling, tetapi ia tidak melihat siapa pun. Saat dirinya masih bingung, sekali suara itu terdengar, "Kau tidak perlu mencariku. Aku selalu di dekatmu, di sampingmu, dan ada di dalam dirimu. Aku adalah kau sendiri, wahai yang mengaku sebagai Odo."
"Siapa ...?" tanya Odo sambil terus melihat sekeliling, mencari sumber suara tersebut.
"Begitu ya, engkau memang masih belum mengingatnya. Sampai batas itu kau ...."
Perkataan itu membuat Odo teringat dengan apa yang pernah diucapkan Dewi yang mereinkarnasikan dirinya. Batas, kata tersebut sangat mengganjal di benak Odo.
"Apa kau Dewi itu?!"
"Dewi? Ah, maksudmu Helena? Bukan, aku bukan dia. Sudah kubilang, aku adalah dirimu. Ya, sekarang mungkin Aku adalah sesuatu yang engkau sebut Auto Senses."
"Sihir peningkatan indra dan insting itu ...? Sialan, jangan membual! Mana mungkin kau sihir yang aku ciptakan itu! Jawab aku, siapa kau! Keluar sini!"
"Hem, anehnya. Padahal sudah sadar kalau itu hanya sihir peningkatan indra dan insting, tapi mengapa masih tak ingin menyadarinya? Apa kamu tidak bertanya-tanya kenapa kamu bisa memiliki insting, refleks atau gaya bertarung seceroboh itu, wahai diriku yang naif? Jangan bilang kalau kau merasa diberkahi bakat atau semacamnya, dasar bodoh."
"Eh ....?" Odo benar-benar terkejut dipanggil seperti itu. Suara itu, sifat dan nada bicaranya memang sangat persis dengan dirinya, atau lebih tepatnya sama dengan pemikirannya.
"Benar-benar lucu sekali, tak kusangka aku jadi senaif ini. SUNGGUH KONYOL!"
"Sialan, a-apa maksudmu!?"
"Tak, terserah saja sih. Aku memang seperti itu, jadi tidak ada yang salah dari itu. Tapi ..., asal kau tahu .... Jika kau benar-benar ingin mempertahankan apa yang ada di atas telapak tanganmu sekarang ini, cepat buka matamu. Ingat siapa dirimu, kau bukan hanya orang yang cuma terbawa suasana saja, 'kan? Ingat asal usulmu yang sesungguhnya ... sebelum kau menjadi Odo, dan setelah kau menjadi dirimu yang bodoh."
"Apa maksudmu ...? Memangnya tahu a⸻"
"Aku tahu! Bahkan paham! Tenang saja, jangan khawatirkan itu, wahai diriku. Ini hanya sebuah Re. Sampai kau benar-benar bangkit, aku akan terus ada dan menjadi sebuah sihir yang kau sebut Auto Senses itu .... Jadi, paling tidak sekarang ... cepat ... bangun ... tukang mimpi ...."
.
.
.
"Ah ...." Odo membuka mata. Saat melihat sekeliling, di atas menjadi tanah dan bawah menjadi langit. Saat dicerna kembali apa yang dilihat, ternyata dirinya sedang berada di atas pohon Ek besar dengan posisi kedua kaki tersangkut di cabang dan tubuhnya tergelantung ke bawah.
Odo benar-benar tidak ingat mengapa dirinya bisa berada di tempat itu, tetapi setelah kesadarannya kembali dalam beberapa detik informasi dari sihir Auto Senses mengirimkan seluruh informasi saat dirinya tidak sadarkan diri.
Dengan cepat, informasi berupa data hasil pergerakan yang dilakukan dalam Auto Senses dicerna oleh Odo. Informasi itu hanya berupa ingatan pergerakan tubuh dan tidak ada informasi visual, tetapi dirinya langsung tahu semua yang telah dilakukan dalam mode Auto Senses.
"Hem, begitu ya .... Untuk mempertahankan kehidupan dalam kondisi kritis, aku menyerap Inti Sihir dari Ular Raksasa itu setelah mengeluarkannya lagi dari Jubah Dimensi ya .... Tapi, karena setelah menyerap inti sihir, instingku jadi menggila dan Auto Senses dengan sendirinya mengaktifkan sihir pelontar. Lalu, hasilnya ini ya ...."
Odo menjatuhkan tubuh dari pohon setinggi tiga meter, lalu kemudian berputar di udara dan mendarat dengan mulus. Tetapi setelah kedua kakinya mendarat, ia ambruk ke belakang dan bersandar pada pohon, tubuhnya masih belum pulih secara penuh.
"Tch, separah ini ya ...? Aku tidur seharian juga lagi," ucap Odo saat melihat langit yang benar-benar terlihat kemerahan dan beranjak malam. Suara serangga tidak terdengar di pergantian musim Gugur ke Dingin, tetapi gantinya suara lolongan hewan liar dengan jelas terdengar. Ia kembali berdiri dengan tubuh lemas, kemudian memastikan Jubah Dimensi yang dikenakan aman dan memeriksa kondisi Rune yang ada.
Seperti yang dirinya tahu, Rune yang menghitam untuk menyimpan potongan mayat Giftmelata telah berubah kembali transparan, tanda tidak ada yang tersimpan dalam ruang yang ada pada Rune tersebut.
"Huh, padahal bangkainya masih bisa digunakan, tapi malah ditinggal. Aku harus balik mengambilnya lagi ya .... Instingku memang ti⸻"
Odo langsung teringat dengan percakapan saat dirinya tidak sadarkan diri. Auto Senses, dalam tempat putih itu suara tersebut memanggil dirinya seperti itu dan dia juga mengaku sebagai diri Odo yang lain.
"Waktu itu ..., apa dia benar-benar kepribadian yang muncul dari sihir itu? Yang benar saja, apa aku sangat putus asa sampai-sampai semacam Alter Ego muncul segala?Gak lucu ..., walaupun dia terasa ramah tapi rasanya ...."
Odo benar-benar gemetar, Ia benar-benar bingung sekaligus takut dengan apa yang disebutnya Auto Senses. Memang yang menciptakan sihir itu dan menggunakannya adalah Ia sendiri sebagai pendukung dan bentuk pertahanan terakhir, tetapi seharusnya sihir itu hanya sebagai sebuah Sihir Peningkatan saja.
"Jangan bilang ..., batas yang disebutnya itu ... batas kesadaran kepribadian? Tidak, dari awal Sihir Ini memang aneh. Sering aktif sendiri, bisa menggerakkan tubuhku secara paksa dan tanpa kehendakku, dan paling parah ... adalah informasi yang didapatnya lebih dari informasi yang didapatkan olehku sebagai pengguna. Lagian, apa itu benar-benar Auto Senses yang aku ciptakan? Kenapa dia menyebut Dewi itu Helena? Apa itu namanya? Kalau suara tadi benar-benar Auto Senses, kenapa dia tahu namanya?"
Odo berpikir dan terus berpikir, mencari tahu identitas suara yang mengaku sebagai Auto Senses. Setelah memeras pikirannya sampai batas kemampuan menggunakan semua informasi yang ada, sebuah kesimpulan terlintas dalam benak Odo.
"Hilang ingatan ....?" ucapnya dengan wajah pucat. Sambil duduk dan bersandar pada batang pohon, Odo kembali berpikir dan bergumam, "Seharusnya Auto Senses hanya punya informasi apa yang aku punya saja, mustahil dia tahu yang lain karena sihir itu adalah bentuk dari insting dan refleks yang ada padaku yang pergerakannya berdasarkan informasi atau pengalaman milikku .... Hem, jadi begitu ya, Dewi itu ... apa dia menghapus ingatanku saat di tempat putih itu? Jelas saja ..., rasanya aku tidak asing dengan tempat itu ...."
Odo berkeringat dingin. Ia benar-benar gemetar ketakutan dan mempertanyakan dirinya yang sedang duduk sekarang apakah benar-benar dirinya yang sesungguhnya atau bukan. Menghapus Ingatan, dari hal itu juga keluar sebuah kemungkinan Manipulasi Ingatan. Hal seperti itu sangatlah menakutkan, terutama bagi Odo sekarang.
"Y-Yang benar saja ..., kalau aku bukan diriku ... lalu, aku apa? Kalau aku bukan aku yang waktu itu, aku juga bukan Odo Luke yang sekarang .... Apa-apaan ini, kena⸻"
Dirinya berhenti memikirkan itu, anehnya ras cemas dan bimbang yang dirasakannya beberapa detik lalu hilang seakan hanya sebuah dilema ilusi. Pikirannya tenang, setenang genangan air tanpa riak di sebuah danau.
"Ah ..., memangnya aku selabil ini ya .... Entah mengapa, ini ... terlalu gila. Tidak,mungkin aku yang mulai gila .... Sialan, perubahan macam apa ini ...."
Pada saat yang sama, dirinya mulai mengingat kenangan yang seharusnya tidak dimilikinya di tempat putih itu. Sebuah kenangan di mana dirinya berdiri dan menatap kosong ke depan, melihat ke bawah dunia yang terbakar habis dan ditemani oleh seseorang di dekatnya.
Dirinya tidak tahu persis siapa yang berdiri di dekatnya, tetapi saat mengingat momen itu tanpa tahu sebabnya Odo meneteskan air mata. Rasa yang membuat hatinya sakit tiba-tiba menikam, membutanya seakan sesak napas dan menangis.
««»»
Angin bertiup kencang dari laut, membawa awan mendung dan mengubah langit kemerahan menjadi abu-abu yang semakin gelap. Di teras depan Mansion kediaman keluarga Luke, Mavis berdiri sambil membawa sebuah payung hitam menunggu kepulangan suami dan anaknya. Gaun hitam berkesan Gothik menjadi pakaiannya, serta sebuah topi kerucut menjadi penutup kepalanya.
Mavis memang sudah dibuat khawatir karena anaknya belum pulang dari kemarin, tetapi yang membuatnya lebih khawatir adalah sebuah kabar kepulangan suaminya dari Dunia Astral.
Wajah wanita itu pucat, bibirnya membiru, dan kantung matanya terlihat hitam, wajahnya yang biasanya terlihat cantik dan ceria saat di samping anaknya sekarang terlihat murung dan gelap.
Julia dan Fiola yang ada di belakangnya hanya bisa diam tanpa bisa melakukan apa-apa melihat majikannya itu. Julia menunduk penuh sesal, merasa bersalah sebagai pelayan yang bertugas merawat Tuan Muda keluarga Luke tetapi tak bisa menjaganya dan bahkan sekarang tak tahu keberadaannya sekarang.
Waktu berselang, hujan mulai turun, tetapi Mavis tetap berdiri di tempatnya tanpa bergeser sedikit pun. Saat seorang pria tua dengan tubuh kekar dengan beberapa pedang di punggungnya berjalan memasuki halaman, wanita itu mengangkat wajahnya dan melihat dengan rasa sedih. Pria yang umurnya masih di bawah 50 tahunan tetapi terlihat seperti 60 tahunan itu adalah Dart Luke, suami Mavis sekaligus Tuan Rumah kediaman Luke.
Pria yang umurnya masih di bawah 50 tahunan tetapi terlihat seperti 60 tahunan itu adalah Dart Luke, suami Mavis sekaligus Tuan Rumah kediaman Luke
[Mavis & Dart]
Tanpa berkata, Mavis melangkah keluar dari teras dan berjalan di bawah hujan menghampiri pria itu. Fiola dan Julia hanya bisa terdiam tanpa mampu mencegah majikan mereka berjalan di bawah hujan meskipun tahu kondisinya sedang sakit.
Saat wanita berambut pirang itu berdiri di hadapan Dart yang hanya terdiam memalingkan wajahnya, Ia lekas menjatuhkan payung dan memeluk pria itu.
"Syukurlah, kamu kembali dengan selamat, sayangku ...."
Topi hitam kerucut yang dikenakan Mavis terjatuh. Mendapat pelukan dari istrinya, Dart merasa senang sekaligus kecewa pada dirinya sendiri.
"Maaf ... Mavis ..., aku gagal lagi .... Ekspedisi kali ini benar-benar gagal ..., bahkan lebih parah dari yang pertama."
Mavis sudah tahu hal tersebut dari prajurit yang datang menyampaikan berita itu beberapa saat yang lalu. Kabar yang dibawakan prajurit itu adalah sebuah kabar buruk yang berisi kegagalan ekspedisi dan hanya ada kurang dari seratus orang yang pulang dari sekian banyak yang berangkat. Meski begitu, yang ada pada dirinya bukan rasa kecewa atau marah, hanya rasa cemas akan kehilangan suaminya yang ada pada dirinya saat mendengar kabar tersebut. Bahkan sampai tadi, sebelum melihat Dart secara langsung rasa itu belum bisa hilang.
"Tidak apa ..., hanya dengan melihatmu kembali dengan selamat seperti ini ... aku sudah sangat senang, sayangku ...."
"Tapi ..., keadaanmu .... Bukannya tubuhmu ...."
Dart melepaskan pelukan Mavis dan memegang kedua pundaknya, kemudian menatap dengan penuh rasa cemas.
"Tidak apa, metode yang Odo pakai berhasil dengan baik. Anak kita lebih hebat dari yang kamu kira loh," ucap Mavis dengan senyuman yang terlihat dipaksakan.
Mendengar itu, Dart merasa tidak berguna dan sedih. Meskipun dirinya banyak memiliki julukan, disegani banyak orang, dan memiliki kekuasaan yang besar, tetapi rasa ketidakberdayaan karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyembuhkan penyakit istrinya membuat jiwanya seakan runtuh.
"Maaf ..., maafkan aku ... Mavis."
Dart lekas memeluk istrinya dengan penuh rasa menyesal. Ia menangis layaknya anak kecil yang begitu rapuh. Meskipun memiliki tubuh dan kemampuan yang kuat, seorang Ahli Pedang terkuat di kerajaan Felixia hanyalah seorang pria biasa yang tidak tega melihat istrinya terus menerus menderita sakit.
"Ya ampun ..., engkau tidak pernah berubah ya, sayangku. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu menangis seperti ini .... Rasanya sangat aneh melihatmu masih menangis di usia seperti ini ...."
Dalam keharuan, Mavis balik memeluk Dart. Bagaikan kembali ke masa muda saat mereka masih berpetualang bersama, mereka berbagi kehangatan di tengah hujan deras yang membasuh air mata pria di pelukan Mavis.
Selang waktu berlalu, saat hujan mulai sedikit reda dan Dart berhenti menangis. Pria itu melepaskan pelukannya, kemudian berbalik dan mengusap matanya yang memerah. Melihat hal tersebut, Mavis tersenyum kecil melihatnya suaminya bertingkah seperti anak kecil.
"Jangan tertawa ...."
"Iya, iya .... Sebaiknya kita lekas masuk. Sebenarnya ada hal lain yang ingin aku bicarakan denganmu ...."
"Hem, memangnya ada apa?"
"Sebenarnya ..., ini tentang Odo."
Mavis menjelaskan tentang Odo yang belum pulang sejak kemarin, Ia juga memberi tahu menurut informasi para Lizardman Odo juga membawa sebuah senjata dan jubah dari gudang. Mendengar hal tersebut, Dart terlihat panik sekaligus marah.
"Dia ... pergi ... berburu? Yang benar saja, ini masa perpindahan musim gugur ke musim dingin! Banyak monster yang berlomba mencari persediaan makanan untuk tidur panjang, kenapa anak itu malah ...."
"Aku juga tidak tahu .... Biasanya dia selalu pulang sorenya, tapi sekarang dia belum kembali ...."
"Julia, bukannya dia bertugas merawat anak itu? Ke⸻"
"Tolong jangan salahkan Julia, sayangku. Ini salah kita karena tidak memperhatikan anak kita sendiri ..., mungkin karena itu dia tidak betah di rumah dan sering keluyuran ...."
Dart benar-benar tidak bisa berkata lagi, istrinya sangat benar. Memang sejak keadaan istrinya membaik, Dart yang mendapat secerah harapan untuk kesembuhan istrinya mulai terlalu fokus pada persiapan ekspedisi dan berusaha mendapatkan obat di Dunia Astral. Ia benar-benar melupakan tugasnya sebagai ayah untuk mendidik anak, bahkan saat makan malam bersama anaknya sebelum berangkat ekspedisi ia sama sekali tidak bertukar kata dengannya.
"Itu ..., memang benar ... aku terlalu fokus pada persiapan ekspedisi, tapi ...."
"Sayangku," ucap Mavis sambil meletakkan kedua telapak tangan ke pipi Dart dan mengarahkan pandangan pria itu ke arahnya. "Lupakan soal mencari bahan obat di Dunia Astral dan kesembuhanku," lanjutnya.
"Eh ..., a-apa maksudmu! Mana mungkin ak⸻"
"Sejak kapan aku ingin sembuh dari kutukan ini sampai-sampai membahayakan nyawa suamiku dan masa depan anakku? Sayangku ..., ini tidak apa .... walaupun waktu yang kumiliki tidak sepanjang para ibu bersama anaknya di luar sana, tapi paling tidak aku ingin punya sebuah keluarga yang bahagia. Jadi ..., sayangku ... paling tidak ... ya?"
Permintaan itu membuat Dart benar-benar terdiam. Ia sangat tahu apa maksudnya dan bagaimana memenuhi permintaan istrinya itu.
"Apa kau yakin, Mavis? Meskipun itu sang⸻"
"Tidak apa .... Daripada hidup sedikit lebih lama, aku lebih memilih kebahagiaan singkat bersama kalian."
Perkataan itu benar-benar membuat Dart tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kehidupan yang seakan daun yang gugur satu persatu dari ranting dan kelak pada akhirnya akan layu dan matu itu, bagi Dart itu terasa sangat menyedihkan dan begitu mulia di matanya.
"Kalau itu maumu, aku tidak akan menolaknya. Dari dulu kau memang selalu seperti itu, memutuskan seenaknya.... Sangat egois."
"Maaf ..., terima kasih, sayangku ...."
Mereka saling menatap, antara tatapan orang yang terlihat sedih dan tatapan orang yang terlihat memaksakan diri. Meskipun keinginannya berbeda, Dart lebih memilih untuk memenuhi keputusan Mavis. Dirinya gagal dua kali, sekarang pilihan yang tersisa bagi pria itu hanyalah keputusan istrinya tersebut.
Suasana senyap sesaat terasa di antara mereka, hujan benar-benar mulai berhenti turun dan diganti dengan langit malam yang masih tertutup awan. Saat Dart hendak mengajak Mavis masuk ke Mansion karena mulai cemas dengan kesehatannya, sebuah hawa mengerikan tiba-tiba terasa mendekat.
"Eh ...? Ini ...."
"Hawa ini ...."
Mavis juga merasakan hawa mengerikan tersebut, begitu pula Julia dan Fiola. Kedua pelayan yang berdiri di teras langsung berlari ke depan kedua majikan mereka dan bersiap untuk melawan hawa keberadaan mengerikan yang terasa semakin dekat itu.
Duarkkk!
Dengan kecepatan tinggi sesuatu membentur taman bunga, menghancurkan bunga layu yang basah terkena hujan menjadi hamparan lahan yang terbakar.
Saat melihat sosok yang datang tersebut, semua orang terkejut melihatnya. Bukan karena hawa atau sosok mengerikan, tetapi karena yang berdiri di balik kilatan petir di tengah lahan gosong itu adalah Odo.
"A-Anakku, apa itu kau ...?"
"O-Odo ....?"
Mavis dan Dart benar-benar terbelalak melihat anaknya berselimut tekanan sihir mengerikan. Untuk sebuah tekanan sihir yang bisa dimiliki manusia, apa yang ada pada Odo lebih mirip seperti monster atau reaktor sihir raksasa yang kaya akan energi kehidupan.
Anak berambut hitam itu mengangkat wajahnya, kemudian melihat ke depan dengan iris mata yang berbentuk seperti reptil dan berwarna merah darah. Tatapan itu sangat tajam, bahkan Julia dan Fiola yang berdiri di depan Dart dan Mavis sampai gemetar dan sekujur bulu kuduk mereka berdiri.
"Ah ..., ayah ... sudah pulang ya. Bagaimana ekspedisinya?" tanya Odo dengan nada sangat tidak peduli.
"I-Itu .... Tidak, sebelum itu ..., dari mana saja kamu? Dan juga apa-apaan tekanan sihir itu? Ap⸻"
"Heeh." Odo tersenyum gelap mendapat jawaban seperti itu. Tanpa membiarkan Dart menyelesaikan perkataannya, Odo berkata, "Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Begitu ya, sepertinya memang gagal."
"Odo, jaga ucapanmu saat bicara dengan ayahmu!" ucap Mavis dengan nada sedikit membentak.
Entah itu Dart dan Mavis, atau Julia dan Fiola, semua yang ada di tempat itu benar-benar merasakan ada sesuatu yang aneh dari Odo. Anak yang biasanya ramah dan murah senyum itu sekarang terasa sangat berbeda dari biasanya, sebuah hawa yang seakan membawa pertanda kematian jelas-jelas terpancar dari sorot matanya.
"Hah ... Maaf ..., Ayah, Ibu .... Aku sedang lelah, aku mau istirahat dulu di dalam ...."
Petir di sekitar tubuh Odo menghilang. Ia berjalan ke arah Mansion melewati Julia dan Fiola yang semakin gemetar ketakutan saat anak itu mendekat. Saat Dart hendak memegang pundak Odo dan menghentikannya untuk ditanyai, tiba-tiba anak berambut hitam itu menghilang dan langsung terlihat kembali berdiri di teras Mansion.
"A? Apa tadi ..., sihir teleportasi? Bukan, tadi tidak ada tanda-tanda sihir aktif ...."
Dart benar-benar terbelalak dengan apa yang anaknya lakukan, begitu juga Mavis yang juga melihat gerakan Odo tadi. Berbeda dengan Dart, Mavis dengan cukup jelas melihat gerakan Odo tadi.
"Langkah Dewa ...?" ucap Mavis.
"A ...?"
Dart terkejut mendengar apa yang dikatakan istrinya. Langkah Dewa merupakan salah satu teknik puncak Battle Art keluarga Luke dan sangat sulit dikuasai, sebuah teknik di mana penggunanya melakukan langkah kaki yang mustahil untuk ditangkap satu lawan secara visual, bahkan Dart sendiri belum bisa menguasainya dengan sempurna dan hanya bisa menggunakannya saat pertarungan hidup dan mati di mana insting berada di puncak.
Odo membuka pintu dan masuk ke Mansion, meninggalkan mereka yang masih terbelalak. Suasana hening terasa sesaat sampai angin malam menerpa dan membuat Dart dan Mavis menggigil.
"Mavis ..., tadi katamu Langkah Dewa ...? Apa yang tadi Odo lakukan benar-benar Teknik Pucak itu?" tanya Dart sambil memegang kedua pundak Mavis.
"A-Aku tidak tahu ..., tapi tadi gerakannya sangat persis dengan yang pernah kamu lakukan dulu. Kamu tidak melihatnya tadi ...?"
Dart benar-benar terkejut. Sambil melepaskan Mavis, Dart lekas berbalik dan bertanya pada Julia dan Fiola, "Kalian juga melihatnya?"
"I-Iya ..., tapi yang kami lihat hanya bayangan Tuan Muda yang bergerak sangat cepat saat akan dipegang Anda," jawab Fiola.
"Kalau Mavis dan mereka bisa melihat gerakan Odo, sedangkan hanya aku yang tidak sadar akan gerakan anak itu ... berarti dia ... benar-benar ...," pikir Dart.
Pada dasarnya Teknik Puncak: Langkah Dewa merupakan sebuah teknik khusus keluarga Luke di mana penggunanya membuat lawan kehilangan kontak visual secara sementara dengan membuat puluhan gerak tipu efektif dalam waktu singkat. Pada saat lawan fokus pada pengguna teknik, sang pengguna akan melakukan gerakan yang membuat lawan kehilangan fokus pandangan dan sosok pengguna buyar, pada waktu kurang dari satu detik itu akan dilanjutkan dengan langkah secepat kilat sehingga seperti terlihat sekilas menghilang.
"Sayangku ..., anak kita ... kenapa dia?" tanya Mavis sambil memegang lengan pakaian Dart.
Pria itu terdiam tidak bisa menjawab. Entah dirinya harus bereaksi senang atau tidak mengetahui anaknya bisa menguasai teknik tingkat atas keluarga, tetapi sekarang yang dikhawatirkan Dart adalah tekanan sihir Odo yang tidak wajar.
"Entahlah ..., tapi ... kurasa mungkin saja anak kita memang benar-benar seorang jenius. Bukan hanya menguasai banyak jenis sihir di usianya ini, dia juga bisa menguasai Battle Art keluarga kita dengan cepat ...."
"Aku ...," ucap Mavis memeluk lengan Dart. Sambil memasang wajah sedih, Ia kembali berkata, "... Hanya ingin dia hidup bahagia, aku tidak ingin dia menderita dan terseret banyak masalah karena bakat yang dimilikinya ... seperti kau dan aku dulu ...."
Perkataan itu membuat Dart diam. Memang, sebuah bakat dan kekuatan tidak selalu membawa hal baik, masalah dan musibah juga sering menghampiri. Itu sebuah fakta, Dart sendiri sudah sering mengalaminya langsung, dibuat menderita karena bakat dan kehilangan banyak hal yang berharga.
"Dunia kita memang seperti ini ..., Mavis. Dia punya bakat atau tidak, mungkin saat dewasa dia juga akan terseret masalah seperti perselisihan bangsawan atau semacamnya ...."
.
.
.
Di lorong Mansion, Odo berjalan dengan kaki dan jubah basah yang meneteskan air ke lantai. Ia tidak memikirkan tatapan bingung para pelayan selama dirinya berjalan menuju kamar, hanya ada sebuah sorot mata kelam pada kedua bola matanya.
Sesampainya di depan pintu kamar, Odo lekas membuka pintu dan masuk. Ia menutupi pintu dan memasang sihir untuk membuatnya sulit dibuka, kemudian melepas seluruh pakaiannya dan Jubah Dimensi.
Dengan tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya, Ia melihat cermin besar di kamarnya dan berkaca. Di sana memang terpantul bayangan sosok anak kecil yang merupakan dirinya, tetapi Odo sendiri mulai mempertanyakan kembali apakah kalau itu benar-benar dirinya atau tidak. Ingatan samar dan setengah-setengah itu adalah sebabnya, perkataan suara yang mengaku sebagai Auto Senses juga menambah keraguan akan dirinya sendiri.
"Aneh ..., walaupun aku ragu pada diriku sendiri tapi tidak ada rasa bimbang. Apa kau memang seperti ini orangnya? Bukannya aku dulu orang yang naif dan berpandangan sempit ..., paling tidak sebelum reinkarnasi aku ...."
Sekali lagi perasaan tenang yang terasa aneh mengisi benaknya. Odo berhenti memikirkan hal itu, kepalanya langsung berganti memikirkan tentang rencana persiapan menjelajah Dunia Astral sendirian untuk mencari bahan untuk menyembuhkan ibunya.
"Ah ..., biarlah. Entah apapun itu aku tidak peduli ... Aku adalah aku, entah apa ada ingatan aneh yang mengisi kepalaku atau semacamnya, hal itu tidak berubah. Benar ..., jangan lupakan tujuanmu sekarang, Odo Luke."
Bayangan pada cermin yang memperlihatkan sosok anak laki-laki dengan tubuh terdapat luka bakar itu tersenyum gelap. Senyum itu, bukanlah sebuah senyum yang bisa dimiliki anak kecil sepertinya.
Tekanan sihirnya ditingkatkan, tetapi tidak seperti sebelum-sebelumnya tekanan sihir itu terasa tenang dan terkendali dengan sempurna. Hal tersebut disebabkan karena Inti Sihir Giftmelata yang telah diserapnya telah diproses untuk meningkatkan pengendalian Sihirnya.
Ia berjalan ke arah Jubah Dimensi yang tergeletak di lantai, kemudian mengambilnya dan melihat banyak Rune yang telah menghitam. Sebelum dirinya kembali ke Mansion, Odo telah mengambil mayat Giftmelata dan menyimpannya ke dalam ruang di dalam Jubah Dimensi.
Dengan wajah anak-anak, Odo tersenyum tipis setelah memikirkan sesuatu yang menarik untuk persiapan persiapannya menjelajah di Dunia Astral.
"Ya, benar ..., biarlah. Sekarang, kembali ke tujuanku sekarang untuk menyembuhkan ibu. Pertama-tama untuk itu, ayo kita bantai Naga brengsek yang terus menyusahkan Ayah ..., iya, kan ....?"
Note: See You Next Time!!
Ayo absen coba siapa saja yang sudah baca sampai CH ini:v
Berikan komentar dan pendapat kalian juga:v