webnovel

DEWI PENGHUKUM

Pintu gerbang Istana Rosweld terbuka ketika para penjaga melihat Julian dan beberapa prajuritnya kembali dengan kuda yang terpacu kencang.

"TUTUP PINTUNYA!" Julian berteriak kepada para penjaga sesaat setelah memasuki Istana.

Para pengawal berhamburan menyambut kedatangan Julian.

"Pangeran, kami sangat cemas karena kehilangan jejak anda," ujar ajudan Julian yang menemani Julian masuk ke dalam hutan.

"Julian…" Raja Alexander memeluk putra semata wayang nya itu. "Apa yang terjadi?" tanya Raja Alexander ketika melihat kecemasan pada raut wajah putranya itu.

Julian tak menjawab pertanyaan dari sang ayah, dia dengan wajah pucat dan nafas yang menderu masuk ke dalam Istana.

***

Minotur membawa jasad Ester dan juga Adrian ke pondok Maggie. Maggie yang tengah serius mengerjakan ramuan-ramuan itu terkejut dengan kedatangan Minotur.

"Ada apa ini?" tanya Maggie.

"Hah." Maggie menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika Minotur meletakkan kedua jasad itu ke tanah.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Maggie kembali bertanya kepada Minotur.

"Entahlah, saat aku bertarung dengan dia, kami mendengar teriakan seorang wanita yaitu wanita ini. Caroline memeriksanya dan…dia berubah menjadi sangat menakutkan. Aku juga mencium bau beberapa manusia disana." Minotur menceritakan semuanya kepada Maggie.

Maggie terlihat sangat cemas setelah mendengar cerita itu.

"Dimana dia sekarang?" tanya Maggie.

"Aku tidak tahu, dia menghilang begitu saja."

Kekhawatiran Maggie semakin menjadi-jadi ketika langit berubah menjadi gelap. Awan mendung dan gelagar petir tiba-tiba datang begitu saja.

"Kenapa tiba-tiba akan turun hujan?" Minotur menatap langit dengan wajah bingung.

"Bukan. Ini bukan pertanda akan turun hujan, ini adalah tanda kebangkitan dari kegelapan."

"Apa maksudmu?" tanya Minotur curiga.

Maggie mengangguk. "Sisi gelapnya telah bangkit."

Maggie dan Minotur menatap langit gelap itu dengan tatapan nanar. Ada kesedihan diraut wajah mereka, mereka menyadari bahwa ini adalah awal dari sebuah bencana.

Awan mendung gelap itu berkumpul pada sebuah kota dimana pada hari itu terjadi pembantaian. Caroline kini semakin haus akan energi manusia. Dia menghisap setiap energi manusia itu tak tersisa. Dia menjadi semakin mengerikan tatkala energi-energi merah dari para bangsawan-bangsawan yang ambisius itu masuk ke dalam tubuhnya.

"Tolong jangan bunuh saya, saya masih mempunyai anak yang masih kecil. Dia dan istri saya sedang menunggu di rumah." Seorang lelaki itu memohon pada Caroline untuk tak dijadikan korban. Tapi Caroline sudah kehilangan hati nuraninya. Dia menghabisi semua orang yang ada di kota Bringghiston itu.

Caroline mencengkeram leher lelaki itu, kantong yang berisikan kebutuhan dapur itu jatuh berserakan ketika tubuhnya diangkat oleh Caroline menggunakan satu tangan. Caroline menghisap energi orang itu hingga terkapar tak berdaya.

"Apakah kamu sudah merasa puas dengan melakukan ini?" tanya seorang lelaki yang tengah berdiri menyaksikan apa yang telah diperbuat Caroline.

Caroline melempar lelaki yang sudah tak tak bernyawa itu lalu membalikkan diri menatap arah sumber suara.

Lelaki kekar dengan rambut putih panjang dan menggunakan pakaian perang itu berdiri dengan gagah di hadapan Caroline. Caroline menyeringai dan menatap tajam lelaki itu.

"Aku tahu jika kamu bukan manusia, pergilah! Aku tidak punya urusan denganmu." Caroline berbalik meninggalkan lelaki itu.

"Tapi ini adalah tugas ku sebagai dewa penghancur."

Ucapan lelaki itu sukses membuat Caroline menghentikan langkahnya. Dia tersenyum senang ketika mendengar ucapannya. Dia menghampiri lelaki itu dengan wajah tersenyum senang.

"Aku kira Dewa Ares hanya dongeng semata, ternyata kau benar-benar nyata." Caroline takjub menyaksikan kegagahan Dewa Ares itu.

Tapi rasa takjub nya seketika hilang ketika Caroline mendapatkan sebuah peringatan dari lelaki itu.

"Berhentilah melakukan itu, itu akan menyesatkan hidupmu." Dewa Ares menatap tajam Caroline seakan memberikan peringatan keras untuknya.

Senyum Caroline memudar, kini kilat mata jingga di matanya mulai muncul kembali.

"Itu bukan urusanmu."

"CAROLINE!" teriakan itu membuat Caroline tersentak, Maggie dan juga Minotur datang tepat saat Caroline akan menyerang Dewa Ares.

Maggie dan Minotur menundukkan kepala mereka seraya memberikan hormat kepada Dewa penghancur itu.

"Caroline, seharusnya kamu menjaga sikapmu di hadapan Dewa Ares. Dia sudah mau datang menemuimu dan memberikan nasehat kepadamu, seharusnya kamu menerimanya." Minotur memarahi Caroline karena telah bersikap kurang ajar di dihadapan Dewa.

"Nasehat apa? Tidak pantas untuk seorang dewa penghancur memberikan nasehat untuk bersikap baik. Apa dia lupa seberapa beringasnya dia di masa lalu sehingga membuatnya menjadi Dewa Penghancur?" Caroline meluapkan kekesalannya terhadap Minotur.

"Benar, masa lalu yang buruk telah mengikatku menjadi dewa penghancur. Tapi aku hanya memberimu nasehat untuk…"

"Untuk apa? Untuk tidak mengikuti jejakmu?" celah Caroline.

"Benar," jawab Dewa Ares dengan tegas.

Caroline tertawa, tawa yang seakan penuh dengan ejekan.

"Kamu hanyalah dewa yang sama bajingannya denganku, apa? Apa yang kamu lakukan sekarang ini adalah sebuah penebusan dosa?"

"CAROLINE." Maggie membentak Caroline.

Caroline terdiam mendengar suara keras Maggie, dia memandang Maggie dan mendapatkan tatapan murka dari Maggie.

"Dengan melihat apa yang telah kamu lakukan ini, membuktikan jika kamu sudah melewati batas. Aku berjanji akan membuatmu tak terkalahkan tapi jangan melakukan pembantaian seperti ini demi mendapatkan kekuatanmu." Maggie mencoba untuk membujuk Caroline.

"Berapa? Berapa lama lagi? Aku sudah bersabar tapi aku kembali kehilangan orang-oranngku. Apa kalian juga akan menunggu jika keluarga kalian dibunuh? Bahkan kau…Dewa Ares, kau juga melakukan pembalasan ketika anakmu terbunuh, bukan?"

Caroline berteriak meluapkan segala emosinya, dia sudah muak dituntut bersabar untuk saat ini. dua orang yang dia sayangi telah dibantai secara kejam oleh Julian.

Maggie, Minotur dan juga Dewa Ares terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Caroline. Mereka tak bisa sepenuhnya menyalahkan Caroline karena ini juga tugas para dewa untuk memberikan keadilan untuk semua manusia.

"Maaf, maafkan aku Caroline." Maggie menunduk, dia sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan selama ini kepada Caroline.

"Mungkin kita semua memang mempunyai dendam di dalam diri kita, tapi bisakah kamu menundanya dulu? Karena kamu harus melakukan pemakaman dan juga perpisahan terakhir untuk kedua orang itu," ucap Minotur mencairkan suasana yang tengah memanas itu.

Amarah Caroline sedikit mereda ketika mendengar ucapan dari Minotur.

"Sampaikan kepada orang tuamu, Dewa Zeus dan juga Dewi Hera aku akan diam selama masa berkabung ini tapi jika Dewa tidak bisa melakukan tugas mereka dengan baik maka aku akan mengambil langkahku sendiri. Tidak perduli jika akupun akan musnah."

Dengan sisa amarah dalam dirinya, Caroline dengan berani menantang para dewa untuk meminta keadilan. Caroline pergi meninggalkan mereka begitu saja. Maggie menghampiri Dewa Ares dan berlutut di hadapannya.

"Maafkan aku, aku yang telah menjadikannya seperti itu. Aku akan mengambil kembali kekuatannya." Maggie menunduk meminta pengampunan akan ketidaksopanan Caroline.

"Kau tak akan bisa melawannya, bahkan aku sendiri sebagai dewa penghancur tak bisa untuk melawannya," ucap Dewa Ares.

"Apa dia memang sudah sekuat itu?" tanya Minotur dengan wajah tak percaya.

Dewa Ares menggeleng dengan tatapan kosong. "Tidak, bukan kekuatannya yang tak tertandingi tapi kebesaran rasa cintanya akan orang-orang yang telah dibunuh oleh Julian lah yang membuat dia harus menjadi Dewi Penghukum."