webnovel

Kencan yang berbeda

Aditya memesan jus semangka untuk Raissa dan dirinya. Menurutnya Strawberry terlalu mainstream. Lagipula Aditya kurang suka strawberry. Semangka lebih manis. "Hmmm.. segarnya!!" seru Raissa setelah menghabiskan minumannya tidak sampai tiga menit setelah Aditya memberikan jus semangka pada Raissa. "Nanti kenyang duluan sama jus loh, biar suasananya santai, tetap saja kita akan makan full meal course. Siap?" tantang Aditya. "Siapa takut, mau 3,4 atau 5 course, saya berani!! Selama bukan saya yang masak hehehehe.." kata Raissa. "Oh jadi kamu tidak bisa masak?" tanya Aditya. "Eits jangan salah, saya bisa masak kalau terpaksa, tetapi saya hobinya makan, bukan masak. Kalau baking, baru lain ceritanya. Sayang sejak kerja tidak ada waktu buat baking, bikin pastry, bikin dessert enak-enak. Kalau masak yang jago tuh Asya. Dia masak air aja enak. Beda kalau Peni, masak air aja gosong."celoteh Raissa. Aditya tertawa kecil mendengar cerita Raissa mengenai temannya. "Mau cobain kue buatan kamu dong.. jadi penasaran."kata Aditya. "Boleh, kapan ya enaknya buatnya.. hmmm.." kata Raissa sambil berpikir kapan waktu yang tepat untuk membuatkan Aditya sebuah kue. "Tidak usah dipaksakan harus secepatnya, kapan saja kamu ada waktunya." kata Aditya. "Siap boss!" kata Raissa sambil menghormat seperti polisi. "Ketularan Briptu Agus kamu ya?" sindir Aditya sambil bercanda. "Hah? iih apaan sih pak Boss ini." kata Raissa. "Kamu apain sih dia, sampai kepincut banget sama kamu? Tahu tidak, setelah peristiwa malam penusukan perawat itu, kalian pulang dengan Alex, aku mencari Briptu untuk mencari informasi terkini, setelah Briptu Agus menyampaikan informasinya secara formal, sempat-sempatnya dia menitipkan salam buatmu!" kata Aditya. "Hah? ya ampun Briptu edan? nitip salam kok sama CEO perusahaan?!" kata Raissa menutup mukanya dengan kedua tangannya. "Sudah tidak apa-apa tidak usah malu,.. aku senang kok punya saingan." kata Aditya sambil menambahkan dalam hati, "apalagi saingannya kalah telak, Raissa tetap memilihku! Hmm tapi harus kupastikan Raissa tetap memilihku."

"Wah, mereka sedang turun!!" seru Raissa kagum melihat restoran yang melayang turun itu. Sesudah benar-benar turun dan berhenti. Para tamu mulai keluar dari sabuk pengaman yang membelenggu mereka di kursi masing-masing. Semuanya anak-anak kecuali 2 orang ibu paruh baya yang ikut bersama anak-anak tersebut. Ucapan terimakasih kepada Aditya bergantian diucapkan oleh anak-anak tersebut. Terakhir dari Ibu panti asuhan dan asistennya. "Terimakasih Nak Aditya. Ini merupakan pengalaman tak terlupakan bagi kami semua. Apalagi pastinya tidak murah makan di tempat seperti ini. Terimakasih atas kemurahan hati nak Aditya, semoga pintu rezeki nak Aditya terbuka lebar selalu. Kami tidak bisa membalas apa-apa, tetapi Kalau ada yang bisa kami bantu, mohon jangan sungkan menghubungi kami." kata Ibu panti yang dibarengi dengan anggukan semangat asistennya. "Bantuan ibu dan anak-anak malam ini, justru terasa lebih besar untuk saya Bu, memberikan anak-anak ini semalam kebahagiaan apalah artinya.. Semoga mereka semua ke depannya semakin semangat belajar." kata Aditya. "Oh pasti makan semangat nak, apalagi kalau hadiahnya seperti ini. Dijamin semakin kompetitif." kata asisten Ibu Panti Asuhan. "Ya sudah, ditungguin anak-anak yang dapat hadiah utama. Pasti mereka sudah lapar. Kami jadi pulang duluan saja ya nak Aditya? nanti anak-anak yang bersama nak Aditya akan diantar pulang?" tanya ibu panti memastikan kembali, padahal sudah dijelaskan oleh Aditya sebelumnya. "Ya Bu, jangan khawatir, mereka aman dan akan segera bertemu kembali dengan ibu di panti nanti." kata Aditya untuk kesekian kalinya meyakinkan ibu Panti. Akhirnya keduanya pamit, diiringi dengan anak-anak yang sudah duluan makan dan merekapun pulang. Raissa hanya diam memperhatikan tidak bersuara. Aditya ternyata orang yang sangat sopan dan baik. Caranya memperlakukan orang lain juga tidak arogan. Raissa penasaran apakah Aditya seorang filantropi? Karena Raissa belum pernah mendengar lembaga filantropi milik Bhagaskara group. Mungkin nanti saat makan malam Raissa akan menanyakannya. Saat ini mereka sudah dipersilahkan untuk menuju kursi masing-masing. Raissa duduk di sebelah Aditya, karena satu meja diisi 4 orang maka dia anak ikut makan di meja mereka. Dua anak tersebut bernama Ali dan Jihan. Keduanya terlihat segan dengan Aditya, untungnya Raissa cepat dekat dengan anak-anak sehingga tak lama suasana mencair. Sambil naik ke atas petugas keamanan menerangkan agar selalu memakai sabuk pengaman. Raissa juga tidak berniat membukanya, awalnya belum mengerikan, lama-lama ngeri juga melihat ke bawah tapi pemandangannya benar-benar mengasyikan. Jakarta indah diwaktu malam. Meja mereka pun berputar secara perlahan sehingga setiap orang yang duduk tidak disuguhi pemandangan yang sama. Mereka makan mulai dari soup, appetizer, maincourse dan dessert. Semuanya Raissa lahap habis. Dalam hal ini Raissa tidak sendirian, baik Aditya, Ali maupun Jihan juga melahap habis makanannya. Seenak itu masakan chef yang memasak langsung di depan mereka. Karena duduk berempat Raissa tidak dapat membicarakan hal pribadi. Melainkan hanya seputar prestasi Ali dan Jihan, menyemangati mereka untuk tetap berprestasi, tunjukan diri walaupun yatim piatu tetapi tetap bisa maju, jangan rendah diri. Lalu Raissa menanyakan soal lembaga filantropi Bhagaskara. "Wah keluarga kami belum punya lembaga filantropi Sa. Sepertinya tidak akan punya kalau lihat gelagat paman dan bibiku." kata Aditya. "Oh lalu panti asuhan ini dana dari Bapak sendiri?" tanya Raissa kagum,"banyak juga uangnya pak Boss ini!" pikir Raissa. Aditya hanya tersenyum tipis tanpa niat menjelaskan. Raissa mengganti topik lain, kadang ada orang yang tidak suka membicarakan kebaikan yang diberikannya untuk orang lain. Nampaknya Aditya salah satunya. Raissa mengajak Ali dan Jihan mengobrol kembali dengan mengikut sertakan Aditya tentu saja. Lalu Aditya menengok ke bawah ke arah lounge tempat menunggu. Keningnya berkerut. Raissa ikut melihat ke arah lounge. Ia melihat beberapa tamu sudah menunggu sambil minum minuman yang sudah di sediakan, dari atas sini kepala mereka terlihat kecil-kecil. "Wah, sudah mau habis ya waktu kita disini. Tamu yang selanjutnya sudah datang." kata Raissa membuat Ali dan Jihan ikut menengok, spontan keduanya tegak kembali sambil memejamkan mata. "Pusing melihat ke bawah" kata Jihan. "Sini lihat kakak yang manis ini saja." kata Raissa menghibur, Jihan dan Ali tergelak. "Bukan masalah itu, seharusnya masih ditutup hingga kita keluar dari sini. Aku tidak mau mengambil resiko dengan bertemu salah satu kenalanku atau kenalan kita bersama." kata Aditya. Lalu Raisa paham, mulutnya membentuk huruf O bulat. "Aku akan menelepon Ramses, CEO Sky dining ini, kebetulan kami berkuliah di universitas yang sama dulu, dia sudah berjanji akan menutup beberapa jam sampai kita pergi dari sini... Halo, bro!.." kata Aditya menjelaskan pada Raissa yang dilanjutkan percakapan dengan seseorang yang bernama Ramses. Setelah beberapa saat Aditya menutup telepon dengan frustasi. "Hhh.. mereka akan menyediakan layar hitam saat kita turun untuk menutupi pandangan para tamu lain dari kita. Sebenarnya dia sudah memundurkan janji temu dengan tamu berikutnya setengah jam sesudah kita keluar dari sini. Tetapi sepertinya tamu-tamu ini datang lebih awal dan bersemangat sekali." kata Aditya sambil melihat kebawah, ada sekitar 5 orang yang datang lebih dulu. Aditya memicingkan mata melihat salah satu grup 3 orang yang duduk di ujung lounge menikmati minuman. "3 orang itu rasanya familier, tapi aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka." kata Aditya. Raissa memicingkan mata. terkejut dan berusaha melihat lebih jelas lagi untuk memastikan. "Awas jatuh!" seru Aditya sambil memegangi Raissa. "Hehehe, maaf pak, hanya saja kok yang dibawah itu mirip Pak Eki, Mbak Lira dan Marissa ya?" kata Raissa. "Astaga, trio gosip!!" seru Aditya. "Sudah jangan khawatir, Kana ada tirai hitam nanti." kata Raissa. "Kami juga akan membantu, kami akan mengalihkan perhatian mereka supaya kakak dan bapak Aditya tidak ketahuan kalau sedang pacaran disini."kata Ali. "Hei.. siapa yang pacaran!" seru Raissa. "Kalau tidak pacaran ngapain kakak dan Bapak harus sembunyi-sembunyi?" tanya Jihan polos. Aditya tertawa. "Poin yang bagus.. Ali dan Jihan, Bapak akan mberikan voucher makan es krim gratis untuk kalian dan 5 teman kalian di restoran es krim keluarga bapak, asal kalian mau tutup mulut soal Bapak dan Raissa, dan masing-masing akan dapat sepatu baru kalau berhasil mengalihkan perhatian mereka yang dibawah sana sampai kami keluar dari tempat ini. Bagaimana?" tawar Aditya. " Setujuuu!!" jawab Ali dan Jihan kompak.Akhirnya restoran terbang itu mulai turun. Para staff dibawah mulai menyiapkan kain hitam untuk menghalangi pandangan tamu lainnya.

Sementara itu di ruang tunggu..

"wah, sudah mulai turun!! aku sudah tidak sabar untuk naik, untung kita datang lebih cepat kan!!" kata Lira senang. "Aneeh, seharusnya jadwalnya setengah jam lagi mereka diatas, dulu waktu aku kesini jadwalnya selalu tepat kok." kata Eki. "Ini hari keberuntungan kita kalau begitu!" kata Lira. "Tapi aneh, itu kain hitam buat apa ya?" tanya Eki. "Biasanya buat menghalangi pandangan kita, entah ada artis terkenal yang sedang makan atau orang penting lain yang tidak ingin diketahui identitasnya."kata Marisa. "Nah, bisa jadi tuh!" kata Eki. "Eh tapi kok kayaknya isinya anak-anak semua ya? bukannya peraturannya harus berusia diatas 17 tahun ya?" kata Lira sambil berusaha melihat ke atas. Mereka bertiga tidak dapat melihat Aditya dan Raissa karena posisi duduknya membelakangi mereka. Jadi yang terlihat hanya anak-anak. "Kasihaaan.. apa mereka ketakutan semua ya terus minta turun?" kata Eki. "Jangan-jangan dikasih kain hitam karena mereka pada muntah gitu diatas sana. jadi supaya tidak merusak selera makan kita."tebak Marisa. "Aduh jangan nakut-nakutin dong.. nanti aku jadi tidak mau naik."rengek Lira yang pada dasarnya takut ketinggian tapi penasaran ingin mencoba. Sementara itu platform restoran terus turun dan akhirnya berhenti. Jihan dan Ali yang sudah memberitahukan beberapa temannya langsung beraksi. Beberapa berteriak kesenangan, berteriak memanggil nama satu sama lain, tertawa bahkan ada beberapa yang pura-pura mabuk dan mengeluarkan suara akan muntah. Otomatis semua tamu yang tadinya mulai mendekati platform restoran melayang itu mundur menjauh padahal saat ini mereka masih dibatasi kain tirai hitam. Yang terlihat hanya kaki-kaki kecil berlari kesana kemari mengikuti kain hitam itu ke arah luar. Marissa menyipitkan mata, "Sepatunya kayak punya pak Aditya." cetus Marisa. "Adduuhh ni anak, lupain Pak Aditya dulu kenapa sih, lagian masa tidak ada orang lain di dunia ini yang punya sepatu sama dengan pak Aditya. Pasti ada dong Mar?!" kata Lira lama-lama gemas dengan Marisa. "Habis, cara berjalannya mirip Ra, tuh lihat tuh.." kata Marisa tidak mau kalah. "Mana aku hafal cara jalan pak Aditya? lagian ngapain coba dia malam-malam begini makan dengan sekumpulan anak-anak? Ngejar tender?" kata Lira sambil terkikik, yang diikuti oleh Eki, akhirnya Marisa tertawa. "Iya juga, tidak mungkin ya.. ah sudahlah, semoga mereka cepat membersihkan bekas anak-anak itu. Kalau begini bisa jadi kita akan naik sesuai jadwal."kata Marisa. "Wah iya juga, tidak apa-apa deh, biar aku punya waktu mempersiapkan mental dulu." kata Lira mengumpulkan keberanian. Dan merekapun tetap menunggu dan dipanggil tepat sesuai jadwal yang sudah mereka booking sebelumnya.

Sementara itu semua anak-anak sudah keluar dan masuk ke mobil yang disediakan Aditya untuk membawa mereka ke panti. Sedangkan Aditya bersama Raissa disupiri oleh pak Rasyid. "Fiuuhh.. untung tidak terlihat oleh si trio gosip." kata Aditya. Raissa hanya tersenyum. "Begini ya rasanya punya hubungan terlarang." pikir Raissa. Aditya berusaha menebak jalan pikiran Raissa yang tiba-tiba terdiam. "Sa, maaf ya, aku belum siap terlihat oleh siapapun juga mengenai hubungan kita. Bukan karena aku malu, hanya saja ada konsekuensi yang belum siap kuhadapi." ujar Aditya berusaha menjelaskan. "Tidak apa-apa pak, baru juga satu kali kencan. Belum bisalah dibilang ada hubungan, iya kan? " kata Raissa berusaha membuat masalahnya terlihat enteng. Tapi ia malah merasa kekanak-kanakan. "Maksud saya bukan seperti itu pak, kok kedengaran kekanakan ya?" kata Raissa lagi. "Aku tahu maksudmu, begini saja, kuperjelas saja. Aku tertarik padamu Sa, sangat tertarik, aku merasa nyaman denganmu dan aku ingin lebih mengenalmu lebih dalam. Orang lain bilang fase ini adalah masa pacaran. Fase dimana kita saling menilai, mengenal lebih dalam apakah kita akan cocok atau tidak. Masalahnya aku tidak tahu, apabila nantinya ternyata kita cocok, apakah aku bisa menawarimu jenjang selanjutnya. Aku punya rencana untuk masa depanku dan keluargaku, jadi aku cuma bisa menawarimu saat ini, aku cuma bisa mengatakan padamu, bisakah kita jalani dulu saja? lalu kita lihat kedepannya bagaimana?" tanya Aditya. Raissa terlihat seperti ikan yang terdampar, mulutnya membentuk huruf O lucu yang terbuka tertutup. "Aahh.. biasanya mantan-mantan saya akan bilang, kamu mau tidak jadi pacarku, tapi bapak ini bikin saya bingung, bapak ini nembak saya buat jadi pacar atau jadi simpanan sih?" tanya Raissa lalu menggeleng dan mengangkat tangan menyuruh Aditya diam sebentar. "Apapun itu, saya perlu memikirkan dulu jawabannya pak." kata Raissa menatap Aditya. "Bukan simpanan Sa!" kata Aditya. "Rasanya seperti itu pak?" kata Raissa. Kini giliran Aditya yang seperti ikan terdampar. "Begini saja, kita jalani dulu sekarang dan aku berjanji akan berjuang untuk kita. Aku janji ini tidak akan selamanya." bujuk Aditya. "Saya pikirkan dulu pak, boleh saya pulang sekarang?" tanya Raissa gelisah. Aditya tertunduk dan mengangguk lalu berbisik pada pak Rasyid untuk menuju rumah susun yang Raissa tempati bersama Asya dan Peni. "Beri kesempatan dulu Sa, jangan matikan bunga yang sedang mekar." kata Aditya. "Akan saya pikirkan."cuma itu jawaban Raissa. Gadis itu agak kalut dan tersinggung. Seumur-umur dia tidak pernah dirahasiakan. Agak aneh saja punya hubungan dirahasiakan. Tanpa terasa mobil sudah berada diparkiran rumah susun. "Raissa, terimakasih atas malam ini." kata Aditya. "Tidak pak, saya yang terimakasih, makan malam yang menyenangkan sekali. saya bisa melihat sisi lain bapak. sesuatu untuk dipikirkan hehehe.. "kata Raissa. "Jangan panggil aku bapak terus dong.." kata Aditya. "Pak dulu deh untuk sekarang, takut keceplosan kalau di klinik pak!" kata Raissa. Aditya hanya terkekeh. "Baiklah, pikirkanlah apa yang kutawarkan padamu, panggil aku mas kalau kau menerima tawaranku. Tapi hanya saat kita berdua saja ya?" kata Aditya. "ckckck.. pede banget sih pak!" kata Raissa sambil tertawa. "Tentu dong, sudah bagian dari pesonaku." kata Aditya. "Hmmm, iya deh.. saya pamit ya pak, terimakasih banyak, pak Rasyid terimakasih juga yaa.." kata Raissa sambil membuka pintu lalu menutup kembali dengan cepat sehingga Aditya tidak sempat membalas perkataan Raissa. Raissa langsing Ng berlari masuk ke dalam Rusun. Lagipula buat apa lama-lama, toh Aditya juga tidak akan membuka kaca jendela untuk melambai padanya. Dia kan tidak mau terlihat sedang berduaan dengan Raissa. Raissa terus menaiki tangga tanpa menoleh kebelakang. Dimana BMW Aditya masih terus berada di parkiran hingga sosok Raissa tidak terlihat lagi. "Gadis yang lain daripada yang lain boss. Patut dipertahankan." komentar Pak Rasyid. "Benar pak, masalahnya kondisi saya sekarang tidak bisa semudah itu. Ayo kita pulang pak." kata Aditya. " Baik pak." jawab pak Rasyid. Dan BMW merah itupun berlalu dari parkiran.