webnovel

Prolog

"Saya akan membantumu,"

Raina menatap bingung ke arah pria paruh baya yang tetap berkharisma dan gagah di usia yang menginjak hampir 50 tahun dihadapannya.

"Maksud bapak dengan membantu…

"Asal kamu juga membantu saya," potong Raymond tanpa mengubah ketegasan di nada bicaranya.

"Saya tahu bagaimana keadaan keluargamu dan saya bisa bantu," ujarnya memberi jeda.

"Dengan syarat, menikahlah dengan anak saya." Raina terbelalak antara bingung dan terkejut atas permintaan dari atasan di perusahaan yang sudah ia naungi selama 4 tahun ini.

"Pernikahan sementara tentunya,"

"Hanya untuk 1 tahun atau mungkin bisa kurang bahkan lebih dari itu sampai anak saya sudah siap untuk menduduki posisi yang akan saya berikan untuknya."

"Dan sampai calon istri asli anak saya kembali,"

Calon istri? Jadi, maksudnya dia sudah memiliki calon tersendiri untuk anaknya? Yang tidak Raina habis pikir, kenapa harus mencari orang lain disaat Pak Raymond sudah memilikinya. Dan bahkan membiarkan anaknya menikah dengan orang lain terlebih dahulu? Bukankah ini lebih seperti menjadi pengganti? Sampai calon menantunya kembali?

"Oleh karena itu, saya butuh bantuanmu. Sebagai gantinya, saya akan membantu membiayai perawatan kedua orangtuamu sampai kesepakatan ini selesai." Raina tak bergeming, lidahnya seakan kelu.

"Bagaimana? Bukankah ini kesepakatan yang menguntungkan?"

"Kenapa saya?" akhirnya setelah sekian lama terdiam, Raina mampu untuk bertanya.

"Karena saya percaya padamu,"

"Lalu, kenapa menikah? Jika anak bapak sudah memiliki calon tersendiri?"

"Menurut saya, menikah adalah salah satu proses tercepat untuk bisa mengubah seseorang menjadi lebih bertanggung jawab." Terlihat pak Raymond memberi jeda sebentar, "Dan ada kendala yang tidak bisa saya jelaskan mengenai calon istri anak saya."

"Lalu, jika seandainya saya gagal dan tidak bisa merubah anak bapak. Apa konsekuensi yang akan saya dapatkan?"

"Tidak ada." Raina menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti.

"Saya tidak akan meminta kembali biaya yang saya keluarkan untuk kedua orangtuamu," ucap Raymond penuh penekanan. Dan Raina paham betul artinya, yang berarti ia tidak boleh gagal. Selama 1 tahun itu, Raina harus berhasil mengubah anaknya menjadi seperti apa yang Raymond inginkan. Bekerja 4 tahun dengannya membuat Raina sedikit memahami ke arah mana pembicaraan ini berjalan.

Namun, yang tidak dapat dimengerti oleh Raina adalah apa benar pernikahan adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi ini? Apakah menurutnya, pernikahan adalah sebuah permainan? Yang dengan mudahnya menyatukan kemudian memutuskan begitu saja. Tapi tak dapat dipungkiri, Raina pun sedikit tergiur atas permintaan ini. Dia memang sedang dalam keadaan genting. Dengan hanya bekerja di sini dan uang sewa dari rumah yang ia kontrakan, tidak dapat menutupi biaya untuk pengobatan orangtuanya. Ditambah Raina masih harus membiayai sekolah adik satu-satunya yang ia miliki.

"Jika saya menolak?"

"Saya tidak akan memaksa, tapi jika saya menjadi kamu. Saya tidak akan menolak kesempatan besar ini."

"Seminggu. Saya akan memberi kamu waktu 1 minggu untuk berpikir. Tentu kamu mengenal saya, saya bukan tipe orang yang suka menunggu terlalu lama," tegas Raymond penuh maksud di ucapannya.

"Jika kamu menolak, tentu saya tidak akan rugi. Semua saya serahkan padamu."

"Jikalau begitu biarkan saya berpikir terlebih dahulu. Karena menurut saya ini bukan keputusan yang bisa diputuskan dengan mudah. Biar bagaimanapun ini menyangkut dengan hidup saya. Tidak mudah bagi saya untuk bisa menerima orang lain masuk ke dalam kehidupan saya," jawab Raina tidak kalah tegas.

Raymond mengulas senyum. Ini yang ia suka dari salah satu karyawannya. Berani.

"Saya tahu kamu memang tidak akan mudah digoyahkan. Makanya saya mempercayaimu dengan menawarkan kesepakatan ini. Saya yakin kamu bisa bersikap professional. Untuk pernikahan sementara tidak lebih dari itu." Lagi-lagi Raina mengerti apa arti dari kata lebih itu. Dalam artian, tidak boleh ada cinta atau hal lainnya yang akan menyusahkan di kemudian hari dalam pernikahan tersebut. Toh, ini memang hanya sebuah kesepakatan. Sudah sewajarnya tidak boleh ada kata cinta.

Raina tersenyum miring. Cinta? Apa itu cinta? Ia bahkan sudah tidak mengerti apa itu cinta? Ia sudah tidak mengenalinya lagi semenjak dikhianati oleh cinta pertamanya. Raina menarik napasnya dalam. Hidup memang tak pernah adil untuknya. Selalu ada harga yang ditukar untuk bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup seperti selalu mempermainkannya.

"Jika begitu saya permisi, Pak. Terimakasih sebelumnya karena telah mempercayakan saya," pamit Raina meninggalkan tempat yang dipenuhi rasa sesak beberapa saat lalu. Raina menghirup udara sebanyak-banyaknya saat sudah keluar dari ruangan itu.

Pernikahan sementara?

Cih. Haha. Raina tertawa hambar di dalam hati.

Tapi setelah itu, ia harus segera membuat keputusan. Antara menerima, yang artinya ia akan membuat ayahnya kecewa karena mempermainkan sebuah pernikahan. Karena biar bagaimanapun, pernikahan adalah sebuah hal yang sakral. Abraham selaku ayahnya Raina berkali-kali menasehatinya tentang itu.

Namun, tetap saja. Adalah kebodohan bila menolak atau tidak menyetujuinya. Toh, ini adalah sebuah keuntungan baginya. Hanya perlu merubahnya menjadi lebih baik. Tidak sulit bukan? Tapi, seseorang tidak bisa berubah secepat itu. Raina memejamkan mata. Jemarinya ia gunakan untuk memijat pelipisnya yang berkedut. Pusing.

Hanya memikirkannya saja membuat ia pening. Sebuah kesepakatan yang terdengar konyol, tapi juga dibutuhkan. Memangnya seburuk apa dia? Setidak bertanggung jawab apa dia? Sampai membutuhkan orang lain untuk merubahnya?

Ah sudahlah. Pikirkan saja nanti.

Hii..

Aku Nabila.

Ayo mampir ke karya terbaruku.

Jangan lupa vote yaaa..

Karena dukungan kalian teramat berharga.

Terimakasih :)

Nabila_Helpira_5508creators' thoughts