13 Maret 2514
Beberapa bulan setelah aku berdiskusi dengan pak Alek, akhirnya kami setuju untuk melakukan rencana penyelamatan bumi. Rencana tersebut adalah menyebarkan rencana untuk mengaktifkan generator mesin-mesin dan tabung gas anti racun pemerintah kepada seluruh aktivis dan manusia serta alien yang masih selamat. Akhirnya kami, kelompok Ajisaka, mencari serta membangun sistem radio kuno, dimana sinyal sistem radio dibuat sedemikian rupa agar tidak dapat terjangkau oleh sistem komunikasi pemerintahan. Para aktivis ditugaskan untuk menyebar ke berbagai penjuru Jawa untuk menyebarkan rencana dan melakukan tes pada sistem radio. Setelah beberapa minggu mereka menyebar dengan diam- diam dan membawa bekal yang cukup, akupun berencana untuk pergi ke pusat kontrol pemerintahan sektor kiri bagian Indonesia di Jakarta. Saat aku membicarakan rencana untuk mengacaukan dan menghancurkan sistem pemerintahan pusat dengan program yang aku buat selama berada di bungker, pak Alek dengan berat hati mengiyakan keinginanku. Ia beranggapan bahwa hal tersebut sangat berbahaya untukku. Tapi aku tetap bersikeras, karena percuma saja jika dapat mengaktifkan mesin-mesin gas anti racun buatan pak Gatot tetapi di sisi lain pemerintahan siap untuk menghancurkannya kembali. Memang rencanaku yang satu ini benar-benar naif, tetapi aku berpikir jika tidak dilakukan dari hal seperti mengacaukan dan menghancurkan sistem pemerintahan, kudeta tidak akan pernah terjadi.
Hari yang direncanakan tiba, Rubi mengajakku keluar untuk melihat kendaraan yang akan kupakai ke pusat kontrol pemerintahan. Aku, Rubi, dan pak Alek keluar dengan masker dan beberapa peralatan di masing-masing tas kami. Setelah beberapa blok, ada sebuah rumah dengan garasi di sampingnya. Pak Alek membuka garasi rumah tersebut, dia membuka gembok garasi dengan besi yang ia bawa. Setelah beberapa detik beliau memukulkan besi tersebut, pintu garasi terbuka dan terlihat sebuah mobil sedan tua di garasi tersebut.
"Darimana bapak mendapatkan informasi tentang mobil ini pak?", aku bertanya kepada Pak Alek.
Ternyata mobil tersebut milik sahabat dekat Pak Alek selama dia kuliah hingga bekerja. Dia bercerita bahwa mobil tersebut dia dapatkan berdua dengan sahabatnya setelah melakukan beberapa pekerjaan lepas saat mereka masih belum berkeluarga. Mobil tersebut adalah sebuah kendaraan keluaran Jerman tahun 2450, sebuah mobil bertenaga listrik dengan mesin berkekuatan 245 horsepower dan torsi 295 lb-ft.
Setelah membersihkan bagian dalam mobil yang berdebu, aku dan Rubi membuka pintu yang ada di garasi tersebut. Pintu tersebut menuju ke dalam rumah. Setelah terbuka Pak Alek mulai mencari generator listrik di gudang rumah. Sementara Pak Alek mengutak-atik generator tersebut, aku dan Rubi mencari lithium-ion baterai untuk mobil, akhirnya aku mendapatkan baterai mobil yang diperlukan. Begitu pula dengan pak Alek, generator yang ia temukan telah berhasil ia perbaiki. Generator tersebut masih memiliki beberapa besar daya listrik. Pak Alek keluar dari garasi dengan membawa beberapa solar panel. Ia sangat hati-hati saat berada diluar garasi. Ia mulai memasang solar panel ke arah datangnya sinar matahari. Setelah selesai ia kembali ke dalam garasi dan menutup pintu garasi.
"Solar panel akan terisi penuh besok, setelah itu kita akan memasukkan tenaganya ke dalam generator ini dan mengisikan daya ke dalam baterai mobil. Rubi, Rad, bantu saya memasang solar panel lainnya ke kap mobil."
Keesokan harinya, aku, Rubi dan Pak Alek melakukan perjalanan dengan mobil tua yang energinya sudah terisi penuh menuju pusat pemerintahan Indonesia. Perjalanan yang kami tempuh hingga ke dekat pusat pemerintahan adalah selama 16 jam, lebih lama karena kami melewati wilayah-wilayah yang sekiranya tidak terjamah oleh tentara pemerintahan.
Kami memarkirkan mobil di sebuah gudang tua di pinggiran pusat pemerintahan. Setelah hari mulai gelap kami mencari rumah kosong di sekitar kampung yang dulunya padat penduduk. Di beberapa gang masih ada patroli tentara pemerintahan sektor kiri, setiap melewati patroli, kami selalu mengendap-endap dengan senjata masing-masing yang siap kami tembakkan apabila gerak-gerik kami terlihat. Setelah beberapa kilometer kami mencari tempat berlindung, kami menemukan sebuah shelter yang memiliki ruangan oksigen yang masih berfungsi. Kami masuk dengan cara mendobrak pintu dan kemudian masuk ke ruangan oksigen.
Waktu menunjukkan pukul 23.35 WIB, aku dan Rubi keluar dari shelter untuk mencari bahan-bahan makanan sementara pak Alek menyalakan radio komunikasi dan mulai berkoordinasi dengan para aktivis lainnya yang tersebar di Jawa dan dunia. Setelah beberapa jam mencari dan menggeledah beberapa mini market, kami kembali ke shelter.
Pukul 02.15 WIB, setelah makan dan menyiapkan segala sesuatu, mulai dari senjata hingga alat-alat elektronik dan kartu multimedia serta laptop lama milik Rubi, kami bertiga mulai berkoordinasi dengan seluruh aktivis yang tersebar untuk melancarkan aksi kami.
Kami berjalan menuju pusat pemerintahan selama setengah jam. Pak Alek masuk melalui jalan bawah tanh yang menuju ke saluran pembuangan pusat pemerintahan. Kami mengikuti beliau dari belakang, sialnya ada dua orang tentara patroli yang sedang bercengkerama di saluran bawah tanah tersebut. Secara sigap Pak Alek langsung menusuk salah satu tentara tersebut dan Rubi menembakkan senjatanya yang dilengkapi silencer ke arah tentara lainnya. Mayat kedua tentara tersebut langsung kami singkirkan dan sembunyikan.
"bzzzzz, elang 20 masuk, apakah situasi aman? Kami akan pergi ke pos selanjutnya, ganti"
Kami mendengar suara dari handie talkie milik salah satu tentara tersebut. Langsung saja Pak Alek menjawabnya.
"aman terkendali, kami rasa kami akan mengistirahatkan tubuh kami sejenak di saluran ini, ganti"
Belum sempat ada jawaban, handie talkie tersebut dihancurkan oleh Pak Alek.
Setelah beerapa menit kami berjalan, akhirnya kami menemukan pintu belakang dari gedung pusat pemerintahan.
Kami bertiga mengendap-endap ke pusat kontrol dan komunikasi pemerintahan. Di dalam pusat kontrol ada 10 tentara sektor kiri dan dua orang yang melakukan kontrolling melalui beberapa layar monitor yang besar. Langsung saja Rubi menembakkan senjatanya ke arah dua tentara yang menjaga pintu pusat kontrol. Sementara pak Alek melumpuhkan ke delapan orang tentara yang berada di dalam dengan senjatanya yang sebelumnya ia ledakkan dengan granat asap dahulu. Dua orang yang melakukan kontrol langsung memencet tombol darurat yang memicu alarm dan menutup semua akses ke gedung pusat pemerintahan. Pak Alek
mulai menembakinya, namun hal tersebut sudah terlambat. Banyak tentara sektor kiri yang menuju pusat kontrol pemerintahan.
"Rad, cepat kamu lancarkan operasi kita! Rubi cepat konfirmasi serangan kita kepada seluruh aktivis!", Pak Alek meneriaki perintah tersebut kepada kami.
Sementara aku mulai memasukkan kartu multimedia ke laptop dan menyambungkannya ke server pusat kontrol dan komunikasi pemerintahan, Rubi mulai menyalakan radio dan mengkonfirmasi serangan kepada selurh aktivis di dunia. Pak Alek mengambil beberapa senjata dan rompi anti peluru serta pelindung dari tentara yang sudah tewas. Begitu pula Rubi, setelah ia selesai dengan tugasnya, Rubi juga mengikuti langkah bapaknya.
"Rad, selamatkanlah bumi kita, manusia dan alien serta ras-ras yang tersisa di muka bumi!
Aku akan melindungimu!" Ujar Rubi dan setelah itu ia mulai menjaga pintu bagian barat.
Terjadi baku tembak antara Pak Alek, Rubi, dan tentara-tentara pemerintahan yang memasuki ruang kontrol. Aku dengan cepat memasukkan program yang telah kubangun dan mengaktifkan generator penangkal gas beracun milik pemerintah sektor kiri yang dibuat oleh Pak Gatot. Tidak hanya itu, aku memasukkan beberapa program virus untuk menghancurkan sistem pemerintahan sektor kiri dan juga beberapa pesan untuk generasi mendatang.
Para tentara telah mengepung kami, Pak Alek tertembak di bagian kepala dan meninggal seketika. Rubi mundur menuju pintu masuk ruang kontrol. Namun ia juga diberondong timah panas oleh para tentara. Aku langsung mengambil senjata namun tentara-tentara jahanam tersebut menembakkan senjatanya ke arah tanganku. Aku tidak mati, seorang tentara menendang kepalaku hingga aku tak sadarkan diri. Yang kuingat terakhir adalah mayat Rubi dan Pak Alek diinjak-injak oleh tentara sektor kiri tersebut.
Aku terbangun, entah dimana. Aku tidak tahu apakah semuanya berhasil atau tidak. Aku tebangun dengan borgol di pergelangan tangan dan kakiku.
"Hei bangun tolol!", seseorang dengan jas hitam meneriakiku. Ia memukul kepalaku dengan tongkat komandonya.
Dia kemudian tertawa dan menyuruh dua tentara yang aku rasa adalah jenderal-jenderal sektor kiri untuk membawaku ke sebuah laboratorium. Aku antara sadar dan tidak sadar saat
kepalaku mulai dimasuki selang dan beberapa alat yang aku tidak mengerti. Aku tidak dapat menahan rasa sakit tersebut, namun aku juga tidak dapat berteriak atau mengeluh. Kemudian setelah itu aku tidak sadar kembali.
Beberapa minggu setelah aku sadar, aku berada di sebuah sel yang sangat gelap. Berhari-hari kulewati dengan siksaan yang tak pernah ada hentinya. Tiap jam aku dipindahkan ke sel lainnya dan dipukuli. Aku sama sekali tidak diberi pertanyaan apapun, yang mereka lakukan hanyalah menyiksa dan menyiksa.
Suatu pagi aku dibangunkan paksa dengan cara mengalirkan listrik ke tubuhku melalui sebuah tongkat. Aku tidak dapat mengerang, aku hanya diam. Bahkan rasa sakitpun aku sudah tidak mengetahui cara untuk mengungkapkannya. Hanya ada rasa sakit di tubuhku. Beberapa tentara sektor kiri kemudian menyeretku keluar. Aku diseret ke sebuah truk tentara dan dibawa ke sebuah lapangan besar yang tidak ku ketahui letaknya. Sepertinya ada sebuah acara besar yang dihadiri oleh banyak manusia. Yang aku ingat hanyalah tidak ada orang yang mengenakan masker oksigen. Aku berdiri di tengah-tengah lapangan berdekorasi seperti sebuah perayaan besar. Banyak orang-orang yang bergembira dan meneriakkan hal-hal kotor kepadaku.
"Aku jatuhkan hukuman mati kepadamu karena telah membelot dari pemerintahan bumi dan menggagalkan upaya pemerintahan tatanan dunia baru!", seseorang berteriak lantang menggunakan pengeras suara dari kejauhan.
Aku melihat ada sepuluh algojo yang siap untuk menembakkan senjatanya ke arah kepalaku. Mereka adalah tentara-tentara pemerintahan sektor kiri.
Aku tidak mengetahui apa-apa tentangnya, mengapa aku tidak langsung dibunuh saat tertangkap, mengapa aku dimasukkan ke sebuah laboratorium, dan mengapa aku dihukum dan dilihat oleh banyak sekali manusia di lapangan ini.
"Siap! Bidik sasaran! Tembak.....!"
"Dor! Dor! Dor!", terdengar beberapa senapan yang ditembakkan ke arah kepalaku.