webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
38 Chs

Tinggal dengan Cornelia (3)

"Ada apa?" tanya Aquila terengah-engah yang salah satu tangannya bertumpu pada daun pintu yang terbuka. Betapa terkejutnya ia melihat barang-barang di sana berserakan. Cornelia dalam keadaan kacau. Rambutnya berantakan, pakaiannya tidak rapi lagi, wajahnya penuh dengan amarah. Ia baru berhenti saat Aquila datang tergesa-gesa.

"Ada apa, Cornelia?" tanya Aquila mengulangi yang kali ini dengan nada cemas.

Cornelia diam tidak menjawab. Ia memalingkan pandangannya ke arah lain yang tadinya memandang Aquila. Rasa kesal yang memenuhi dirinya tadi dengan cepat menguap. Ia baru sadar bahwa emosinya benar-benar tidak wajar. Ia kesal dan marah hanya karena mimpinya terputus begitu saja pada saat yang penting. Sekarang, ia lebih menguasai dirinya. Ia segera merapikan barang-barang yang baru saja ia berantakan dengan sihir miliknya. Akhirnya ia pun menjawab, "Tidak, tidak ada apa-apa. Tak perlu dipikirkan lagi. Mari, aku akan mengajakmu berkeliling istana ini agar kau tidak tersesat!" katanya dengan suara tenang, lalu bergegas pergi. Aquila hanya mengangguk dan menyusul Cornelia. Cornelia pun mengenalkan setiap ruangan beserta fungsinya kepada Aquila yang sedikit terpana akan keindahannya.

***

Setelah selesai, mereka kembali ke kamar Cornelia. Cornelia sudah berniat untuk menceritakan mimpinya kepada Aquila sesampainya di sana. Aquila sama sekali tidak merasa keberatan, justru sebaliknya, ia merasa sangat penasaran. Seperti biasanya, Cornelia menyediakan sebuah meja kecil lengkap dengan 2 kursi yang berhadapan, juga 2 buah cangkir teh hangat untuk menemani percakapan mereka. Langsung saja, Cornelia bercerita bahkan sebelum keduanya sempat meminum tehnya. Ia seakan-akan tidak bisa membendung semuanya lagi. Ia pun bercerita mengenai sebuah ruangan yang didominasi warna hitam dan diyakini milik kakaknya, Feirla. Seperti yang diketahui mereka berdua, tidak ada ruangan seperti itu di sana. Semua ruangan didominasi warna cerah. Selain itu, ia juga menceritakan tentang mimpinya secara terperinci. Tentang bagaimana kakaknya memikirkan rencana mengajarkan trik sihir pada Augusta, menggunakan Augusta untuk membantunya menyerang Kerajaan Gisma (Kerajaan milik Ayahnya Aquila). Lalu, tentang kakaknya akan memanipulasi ingatan Augusta, serta mengubah penampilannya, juga memberi nama baru untuknya dengan tujuan agar Augusta tidak dikenali lagi oleh anggota kerajaan maupun rakyatnya.

Setelah selesai, Aquila merasa bahwa dugaan yang dilayangkannya kemarin itu sangat mendekati. "Lihat! Dugaanku sangat mirip dengan yang mimpimu perlihatkan. Kemungkinan besarnya, kau adalah Augusta, teman lamaku yang sudah hilang kabar selama 10 tahun." katanya.

"Tidak, aku bukan Augusta. Aku adalah Cornelia. Bisa saja kan Augusta yang sebenarnya sudah mati? Dan----dan Kak Feirla mengangkatku sebagai adiknya setelah kematian Augusta," bantah Cornelia, "ku--kurasa, itu lebih masuk akal." lanjutnya secara skeptis.

Aquila diam sejenak, tidak menghiraukan bantahan Cornelia. Ia menghirup tehnya perlahan dan memandang isinya lekat-lekat. Lalu, ia pun bicara, "Cornelia, aku tahu ini berat untukmu. Pasti tidak mudah untuk menerima kenyataannya. Apalagi hanya dengan mimpi yang belum tentu benar. Apa perlu aku mencari tahu tentang kebenarannya lagi agar kau lebih bisa menerimanya?" kata Aquila lemah lembut dengan tetap memegang cangkir tehnya yang kini tinggal separuh.

"Terserah kau saja! Sekarang, bisakah kau keluar? Aku ingin tidur agar aku bisa tahu kelanjutannya." ucapnya dengan datar.

Aquila pun keluar dari kamar Cornelia, seperti perintahnya yang disamarkan dengan bertanya. Hal itu lebih baik daripada tetap diam di sana dan membuat Cornelia marah. Tepat setelah kakinya yang terakhir meninggalkan kamar, Cornelia langsung membanting pintunya dengan sangat keras sebelum Aquila sempat berbalik menghadapnya. Aquila tentu saja terkejut karena suara bantingan pintu. Namun, ia memilih diam saja dan pergi menjauh dari sana. Ia memutuskan untuk mencari bukti yang lebih nyata, yang lebih dari sekadar mimpi. Ia ingat bahwa Feirla memiliki sebuah ruangan rahasia untuk dirinya sendiri. Ia pun menggunakan kekuatan mendeteksi, sama seperti saat ia mencari ruangan rahasia di istana Cornelia yang sebenarnya. Ia mengelilingi semua tempat untuk mencari ruangan itu dengan kekuatan deteksinya. Namun, tidak ada ruangan tersembunyi di dalam istana itu. Karena tidak menemukan kamar yang dimaksud ia merebahkan dirinya di salah satu sofa yang terletak di ruang duduk. Ia memikirkan kamar yang dimaksud itu secara terus-menerus sambil berharap ada seseorang yang memberi tahunya tentang keberadaan tempat itu. Baru saja ia berharap itu, sebuah suara di kepalanya mengatakan, "Jika kau ingin mencari ruangan tergelap, masukilah setiap ruangan dan bayangkan semuanya berwarna hitam!" kata suara itu yang seperti bisikan dalam kepalanya. Ia langsung berdiri dengan cepat dan kembali menyusuri setiap ruangan dan membayangkan semuanya berwarna hitam, seperti intruksi bisikan itu. Dua-tiga ruangan yang ia masuki tidak berubah warna sama sekali. Dan di ruangan ke empat yang ia masuki sambil membayangkan semuanya berwarna hitam, lalu seketika semua barang yang berada di sana mengikuti imajinasinya yang berwarna hitam. Saking terkejutnya, ia tak sengaja berteriak kencang dan segera menghentikan teriakannya di detik berikutnya.

Akibat teriakan kencangnya itu, Cornelia menjadi terbangun karena terkejut. Ekspresinya benar-benar marah sekali karena ia tidak bisa kembali tidur karenanya, juga karena tidak ada mimpi yang menghampirinya. Dengan kemarahan yang semakin meningkat, ia meninggalkan kamarnya menuju tempat asalnya suara.

"Apa yang terjadi, Aquila?" katanya marah ketika mencapai ambang pintu. Namun, detik selanjutnya, ia menjadi ternganga karena melihat ruangan yang serba hitam.

"Apa ini, Aquila? Ba--Bagaimana kau bisa menemukan kamar ini? I-ini adalah kamarnya. Kamar milik Kak Feirla." katanya tergagap-gagap saking kejutnya.

"Tenanglah, Cornelia! Akan kujelaskan nanti, tapi sekarang, kita harus cari kebenaran tentang dirimu, oke?" kata Aquila berusaha menenangkannya.

Cornelia langsung mengangguk paham dan langsung bergerak memeriksa setiap barang yang ada di sana, bahkan termasuk halaman dari setiap buku yang ada di sana. Hal yang sama juga dilakukan oleh Aquila. Cornelia ingat bahwa kakaknya menuliskan semua rencananya di sebuah buku tebal, seperti buku diary. Ia segera berpindah dari tempat tidur ke meja kerja kakaknya. Diperhatikan setiap senti meja itu, lalu dibukanya satu-satunya laci yang ada di sana dan terlihat sebuah buku yang sama persis dengan di dalam mimpinya. Dengan cepat tangannya menyambar buku satu-satunya yang ada dalam laci itu, dibuka setiap halamannya secepat kilat dengan antusias juga rasa berdebar-debar.

Dan benar saja, di bagian tengah buku itu, terlihat catatan yang sama dengan di dalam mimpinya. Dibaca dengan cepat catatan itu berulang-ulang kali memastikan bahwa apa yang dilihat matanya adalah kenyataan. Karena sadar bahwa semua yang dibacanya itu kenyataan, bukan mimpi, tangannya menjadi lemas seketika sehingga buku itu terjatuh dan menghasilkan suara debam yang terdengar oleh Aquila yang langsung menoleh.

"Ada apa?" tanya Aquila yang berlari mendekati Cornelia yang sekarang matanya sudah berair hendak menangis. Ia segera memungut buku itu dan membacanya. Di sana tertuliskan tentang semua rencana yang diceritakan Cornelia padanya. Lalu, ia mengelus pundak Cornelia. Ia belum siap dihantam dengan kenyataan ini.

"Tidak apa-apa Cornelia. Kau akan baik-baik saja. Percaya padaku!" kata Aquila menenangkan. Ia memeluk Cornelia yang sekarang tangisannya telah pecah di dalam pelukan Aquila.