webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
38 Chs

Pesta Penyambutan (6)

"Secepatnya. Kalau bisa, sehabis ini." jawab Aurelia cepat. Romeo hanya mengangguk takzim setelahnya. Mereka terus berdansa hingga lelah.

Setelah pesta dansa tak lama lagi usai, Peter, Robert, dan Romeo datang menghadap Raja ditemani Aquila, Aelia, dan Aurelia. Mereka berenam langsung membungkuk rendah, memberikan hormat.

"Kalian bertiga ikuti aku!" Raja beranjak berdiri dari kursinya dan menuju ke sudut aula, diikuti tiga pemuda itu.

Aquila, Aelia, dan Aurelia menatap sebal Ayahnya yang dengan santainya, tapi tetap berwibawa berjalan menuju sudut, tanpa mempedulikan mereka bertiga. Dengan wajah sebal, mereka duduk di kursi mereka masing-masing sambil terus menatap Ayahnya yang sudah separuh jalan dari sudut aula. Sementara di belakangnya, tiga pemuda itu hanya diam patuh sambil mengikuti langkah Raja. Mungkin, mereka bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang akan dibicarakan.

"Bagaimana kabar kalian? Baik? Tiga putriku sepertinya menyukai kalian." kata Raja basa-basi setelah sampai di sudut. "Apakah kalian sungguh-sungguh dengan putriku? Aku tidak akan mengizinkan kalian mempermainkan hati mereka." nada yang awalnya ramah berubah tajam sama seperti sorot matanya.

"Tentu saja, Yang Mulia Raja!" jawab mereka serempak dibarengi dengan anggukan mantap.

"Buktikan kalau begitu! Peter, segera lamar Aquila! Robert dan Romeo, kalian juga segera lamar Aelia dan Aurel!" ucap Raja tegas.

"Apa tidak terlalu cepat, Yang Mulia?" tanya Peter ragu-ragu.

"Waktu pernikahan kalian bisa dibicarakan lagi setelah lamaran. Kalian akan diberikan waktu untuk mengenal lebih dalam lagi sebelum menikah." jawab Raja.

Dari wajah mereka, terlihat keragu-raguan juga khawatir. Mereka sepertinya tidak ingin gegabah dalam hal ini. Tiga pemuda itu merasa harus mengenal pasangan mereka lebih dalam lagi.

"Sepertinya kalian tidak bersungguh-sungguh dengan putri-putriku." kata Raja menghela napas. Ada rasa kecewa dalam dirinya.

"Bukan begitu, Yang Mulia." sergah Peter. Kepala yang awalnya tertunduk langsung terangkat. "Saya hanya ingin mengenal Tuan Putri Aquila lebih jauh lagi sebelum melamar Putri Aquila, Yang Mulia." jelas Peter. Robert dan Romeo juga mengangguk.

"Baiklah. Aku akan merestui kalian. Namun, jika aku mengetahui kalian menyakiti mereka, jangan harap kalian bisa bertemu mereka lagi!" kata Raja yang diakhiri dengan intonasi tajam.

Raja langsung pergi meninggalkan tiga pemuda itu menuju kursinya. Mereka bertiga tetap diam di tempat, saling tatap. Belum sempat mereka bergerak dari sana, musik sudah berhenti dan Raja berkata lantang.

"Para hadirin sekalian, mari kita mulai jamuan makan sebelum melanjutkan pesta ini!" kata Raja dengan lantang.

Aquila, Aelia, dan Aurelia belum sempat berbicara apa-apa lagi dengan mereka setelah itu hingga acara jamuan makan usai.

***

Acara ketiga kini bersiap untuk dimulai. Pertunjukan sihir sebentar lagi akan berlansung, tinggal menunggu Augusta melakukannya. Kini, Augusta sedang gugup. Ia tidak biasa menjadi pusat perhatian terlepas dari saat ia masih menyandang identitas 'Cornelia'. Ia berusaha menenangkan diri. Setelah dirinya siap, Aquila mengumumkan sesuatu.

"Para hadirin sekalian, mari kita melanjutkan ke acara berikutnya, yaitu pertunjukan sihir yang akan dilakukan di taman!" kata Aquila lantang menggantikan Ayahnya setelah jamuan makan selesai.

Para tamu pun segera menuju taman, termasuk Peter, Robert, dan Romeo sehingga mereka masih belum ada kesempatan untuk bicara.

Pertunjukan sihir pun dimulai setelah itu yang dilanjuti dengan bermain sihir bersama-sama. Saat itu juga, mereka belum juga mendapat kesempatan untuk bicara karena anak-anak mengerumuni mereka, meminta diajarkan sihir.

Dan, sampailah sekarang di penghujung pesta. Ribuan lampion dengan ajaib segera memenuhi taman. Para tamu diminta untuk mengambil lampion-lampion itu dan mengembangkannya. Lalu, secara serempak lampion-lampion yang sudah mengembang diterbangkan perlahan ke langit malam, mengambang dengan anggun di antara bintang-gemintang. Semakin lama, lampion terbang semakin tinggi. Hanya terlihat cahaya-cahaya keemasan dari bawah. Semua orang menatap lampion-lampion itu dengan takjub.

Pada saat itu, saat Aquila sudah lupa tentang percakapan Ayahnya dengan Peter, ia justru menarik Aquila sedikit menjauh dari kerumunan menuju aula istana yang kosong.

"Ada apa, Peter?" bisik Aquila sedikit kesal juga kaget. Padahal, ia baru sebentar saja melihat ribuan lampion itu mengambang memancarkan cahaya keemasan.

"Yang Mulia Raja meminta saya segera melamarmu, Aquila." Peter balas berbisik.

"Melamar? Lalu, kau jawab apa?" tanya Aquila sepenuh kaget masih dengan berbisik.

"Saya bilang bahwa saya akan melamar Aquila."

"Bukankah sudah aku bilang, jangan memakai kata 'saya'! Itu terdengar aneh." protes Aquila.

"Baiklah, Aquila. Yang Mulia Raja meminta saya, eh, aku melamar Aquila dan aku akan melamar Aquila setelah kita lebih dekat. Apa Aquila mau?" kata Peter lebih rinci.

"A--Aku mau saja." kata Aquila malu-malu. "Kenapa Ayahku mau kamu melamarku?"

"Mungkin Yang Mulia Raja tidak ingin aku mempermainkan Aquila. Yang Mulia juga memberitahukan hal yang sama kepada pasangan dansa Tuan Putri Aelia dan Tuan Putri Aurelia."

"Kalau begitu, aku harus memberi tahu mereka. Kita juga harus kembali ke taman. Aku ingin melihat lampion itu lebih lama lagi." kata Aquila. Ia menarik tangan Peter yang belum sempat berkata apa-apa meninggalkan aula dan kembali ke taman.

Aquila terus berjalan sambil mencari-cari adik kembarnya, tangannya masih berada di pergelangan tangan Peter. Peter hanya mengikuti dengan patuh. Ia terus menatap tangan Aquila yang memegang pergelangan tangannya.

"Ah, itu mereka!" kata Aquila spontan. Ia mempercepat langkahnya, akibatnya Peter juga harus mempercepat langkahnya. Aquila belum sadar ia masing mencengkeram pergelangan tangan Peter.

"Aelia, Aurel, kalian sudah bertemu dengan Robert dan Romeo?" tanya Aquila.

Aelia dan Aurelia serempak menoleh kakaknya juga pria di belakangnya. Aquila yang melihat tatapan mata adiknya bergerak ke belakangnya, ia menoleh dan melihat Peter yang tersenyum kikuk. Pandangan Aquila beralih ke tangannya, dengan cepat Aquila melepas genggamannya.

"Saking sukanya, Kak Peter sampai tidak mau dilepas." goda Aelia berusaha menahan tawa.

"Betul, seakan-akan jika dilepas, nanti Kak Peter ditelan bumi." timpal Aurelia yang juga menahan tawanya.

"Kalian apaan, sih? Kalian sudah bertemu dengan Robert dan Romeo?" kata Aquila, wajahnya memanas, sama halnya dengan Peter.

"Belum. Memang kenapa, kak?" jawab mereka serempak. Mereka berhenti menggoda kakaknya.

"Ayah meminta mereka untuk melamar kalian." kata Aquila.

Sejenak, saudari kembar itu bertatapan tidak paham. Lalu, kembali menatap kakaknya.

"Kakak tahu dari mana?"

"Peter bilang padaku."

"Aku akan menanyakannya langsung pada Robert." kata Aelia. Ia segera pergi mencari Robert.

"Aku juga akan mencari Romeo." kata Aurelia menyusul Aelia.

Sejenak, suasana menjadi hening di antara mereka. Semua orang masih sibuk menatap lampion yang sekarang hanya memancarkan cahaya keemasan kecil. Aquila juga ikut menatap lampion-lampion itu. Entah kenapa, setiap ia menatap cahaya yang sekarang berpendar-pendar itu, ia merasakan kedamaian dan kesejukan di dalam hatinya. Rasa berdebar, cemas, malu berubah bahkan menghilang, menyisakan rasa damai dalam hatinya. Ditambah dengan angin malam yang sejuk membelai wajahnya dengan lembut.

Namun, entah kenapa, penglihatannya semakin lama semakin buram. Matanya juga semakin memberat setiap kali ia mengedipkan matanya. Tubuhnya seketika merasa lemas, seperti tidak ada tenaga. Seketika, tubuhnya terhempas menghantam tanah, membuat orang-orang di sekitarnya berisik. Sayup-sayup ia mendengar suara-suara yang terdengar panik hingga sempurna semuanya gelap dan hening. Ia telah pingsan di tengah keramaiannya pesta.