webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
38 Chs

Pertemuan Malam

Sang Raja menyuruh Lucia untuk menemuinya sebelum tidur nanti malam di kamarnya bersama 3 saudarinya. Sesuai perintah, Lucia pun memberi tahukan informasi ini pada semua kakaknya, kecuali Aquila. Tentu saja dengan alasan yang berbeda dari yang sebenarnya telah terjadi.

Malam hari pun tiba, mereka semua berkumpul di meja makan untuk makan malam tanpa kehadiran Aquila. Adik-adiknya tentu saja mempertanyakan tentang kakak sulungnya, tapi Ayah mereka masih berbohong dengan berkata, "Aquila hanya masih marah. Nanti, Ayah akan menyuruh pelayan membawa makan malam untuknya. Jangan lupa untuk bertemu Ayah sebelum kalian tidur!" kata Sang Raja.

Tidak ada yang mempermasalahkan hal itu lagi. Selama makan malam, tidak ada yang saling bicara. Mereka semua sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Sepertinya, dengan tidak hadirnya Aquila di meja makan memberi dampak yang besar untuk mereka semua. Setelah beberapa menit berlalu, semua makanan dan minuman yang dihidangkan sudah habis. Satu per satu meninggalkan ruang makan tanpa berbicara kepada yang lainnya, bahkan sekadar menatap pun tidak. Hanya langsung berdiri dan beranjak pergi dengan langkah yang cepat. Semuanya hanya berdiam diri di kamar hingga menjelang waktu tidur.

***

Waktu pun sudah mendekati waktu untuk tidur. Seperti instruksi Ayahnya, mereka diharuskan untuk menemuinya sebelum tidur. Camilla dan Lucia yang pertama kali sampai di sana, tiba dengan tepat waktu karena jarak kamar yang tidak jauh. Sementara itu, Aelia dan Aurelia masih berada di dalam kamar. Mereka berdua dengan enggan datang ke sana karena pertemuan seperti ini harusnya didatangi oleh kakak mereka. Karena itu, mereka bertekad untuk memberi tahu tentang hal ini pada kakaknya, Aquila secara diam-diam. Aelia keluar dari kamar sambil memperhatikan keadaan sekitar. Setelah memastikan aman, ia keluar diikuti oleh saudari kembarnya. Mereka berjalan perlahan menuju kamar kakaknya dan mengetuk pintunya beberapa kali. Namun, tidak ada jawaban dari dalam. Maka dari itu, Aelia mencoba membuka pintu dan berhasil. Matanya menyapu sekeliling dan terpaku pada tempat tidur Aquila yang kosong. Wajah kaget tak bisa dihindari. Mulutnya ternganga yang reflek ditutupi tangan kanannya. Aelia dan Aurelia saling bertatapan beberapa saat akibat keterkejutan mereka. Lalu, secepatnya mereka berdua berlari ke kamar orangtuanya, membiarkan pintu kamar Aquila tetap terbuka.

Dengan terengah-engah, mereka langsung berkata panik, "Kak--Kak Aquila ... Kak Aquila tidak ada ... di kamarnya." kata mereka nyaris bersamaan yang mengakibatkan perkataannya tidak terdengar jelas. Semua yang berada di dalam terlonjak kaget. Bagaimana tidak? Pintu kamar dibuka dengan keras ditambah dengan suara nyaring mereka dalam keadaan terengah-engah.

"Ada apa, Aelia, Aurel?" tanya Ayahnya tampak cemas melihat kedua putrinya tersengal-sengal.

"Kak Aquila ... tidak ada di kamarnya." kata Aelia lebih jelas. Napasnya sudah hampir kembali teratur.

Semuanya tampak terkejut, terutama Camilla dan Lucia yang tidak tahu-menahu tentang hal ini. Sementara, Ayah dan Ibunya terlihat terkejut karena putri kembar mereka mengetahui hal ini sebelum mereka memberi tahunya. Ayahnya menghela napas dan berkata, "Masuklah dan tutup pintunya!" katanya. Aelia dan Aurelia yang melihat ketenangan wajah Ayahnya hendak protes. Namun, sebelum mereka berhasil membuka mulut, Ayahnya lebih dulu bicara, "Duduklah! Kalian tidak akan berkata apa pun sebelum Ayah mengatakan sesuatu pada kalian." ia berusaha tetap menjaga nadanya. Mendengar perkataan Ayahnya yang akan meledak, mereka pun mematuhinya. Memasuki ruangan itu dan salah satunya menutup pintu, lalu duduk di samping Camilla, masih dengan wajah kesal.

"Baiklah, Ayah mengumpulkan kalian untuk memberi tahu bahwa kakak kalian, Aquila tidak sedang berada dalam istana ini," katanya. Ia mengangkat tangannya ke arah Aelia yang hendak bicara untuk menyuruhnya diam, "sekarang, Aquila tinggal bersama Cornelia dengan tujuan ... yah ... seperti yang dibilang, kalian tentu tahu itu." katanya mengakhiri.

"Kenapa Ayah tidak mencegahnya?" tanya marah Aelia.

"Ayah sudah berusaha, Aelia. Kau tahu persis bagaimana Aquila, bukan? Dia sangat keras kepala." jawabnya berusaha tenang.

"Seharusnya, Ayah tidak memarahi Kak Aquila saat itu. Kak Aquila pasti tidak akan pergi ke sana, jika ... Ayah memercayai firasat Kak Aquila." kata Camilla lemah sambil menahan isak tangisnya.

"Jika kalian memercayai firasatnya, seharusnya kalian tidak perlu khawatir dengan keadaannya." kata Sang Raja.

"Kenapa?" tanya Aelia menantang.

"Karena Cornelia tidak akan melukainya jika firasat itu benar." jawabnya tanpa ragu.

"Jadi, Ayah sudah tidak peduli lagi dengan Kak Aquila?" tanya Aurelia yang sedari tadi tergeming dengan nada tingginya.

"Tentu saja Ayah peduli dengannya. Menurutmu, Ayah tidak berusaha mencegahnya pergi ke sana? Menurutmu, Ayah dengan lapang dada mengizinkannya pergi? Kamu tidak ada di sana, Aureli. Kamu tidak tahu apa saja yang sudah terjadi di sana," balasnya juga dengan nada tinggi, "Ayah juga merasa khawatir dengannya. Mempertanyakan keadaannya setiap saat. Jika Ayah tidak menunjukkannya pada kalian, bukan berarti Ayah tidak peduli." lanjutnya dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya.

"Valens, kau lebih baik beristirahat dan tenangkan dirimu. Aku akan mengajak mereka keluar dari sini." gumam istrinya sehingga hanya suaminya yang bisa mendengarnya. Valens hanya mengangguk dan memalingkan wajahnya ke sisi lain.

"Mari, kita keluar! Ibu rasa cuaca malam ini indah. Kita bisa menghirup udara segar sebentar." ajak Ibundanya dengan lemah lembut, keluar menuju balkon utama. Ke empat putrinya pun langsung patuh mengikuti jejak Ibunya tanpa sekali pun melirik Ayahnya ketika pergi.

Mereka pun berjalan beriringan menuju balkon utama yang tidak begitu jauh dari sana. Semuanya diam menyisakan keheningan yang hanya dihiasi suara hentakan kaki yang samar-samar terdengar. Akhirnya, mereka pun sampai di balkon itu. Ibunda mereka langsung menuju ujung balkon dan menghirup udara sejuk malam dalam-dalam. Putri-putrinya mengikuti langkahnya dengan diam.

"Apa kalian percaya dengan firasat Aquila?" tanyanya tanpa memandang putri-putrinya. Tak ada yang menjawab. Semuanya hanya diam dan saling memandang, bingung harus menjawab apa. Mereka sendiri tidak tahu harus percaya atau tidak.

"Luci memercayainya, Bu." kata Lucia memecah hening. Sekarang, semua mata menatap dirinya. Lucia membalas pandangan semua kakaknya dan juga Ibunya dengan ekspresi susah ditebak.

"Kamu memercayainya karena kamu berada di sana saat itu bersama Cornelia, bukan?" tanya Ibundanya, masih dengan nada lembut menatap Lucia. Lucia menjawab pertanyaan itu dengan anggukan singkat. "Dan kalian, pasti tidak begitu memercayainya, bukan?" matanya beralih memandang tiga putrinya yang tampak terkejut dengan pertanyaan itu.

"Ka--kami memercayai firasat Kak Aquila." jawab Aelia sedikit ragu-ragu.

"Kalau begitu, kalian tidak perlu mengkhawatirkannya. Ibu yakin saat ini Aquila sedang baik-baik saja," katanya sambil kembali memandang langit dan kembali berkata, "Aquila mirip sekali dengan Ayah kalian. Sama-sama keras kepala. Semoga saja ia bisa menjadi seorang Ratu yang hebat nantinya!" katanya lembut. Suasana hati Sang Ratu terasa damai sekali. Ia sudah tidak sedih dan cemas lagi seperti sebelumnya. Wajahnya kini dipenuhi senyum dengan mata memandang langit yang bertaburkan bintang. Sementara, empat putrinya tidak berkata apa-apa lagi. Mereka justru meniru Ibunya yang sedang menatap langit malam dengan wajah tanpa kesedihan.

"Ibu rasa cukup untuk malam ini. Kalian kembalilah ke kamar! Jangan mencemaskan Aquila, ia akan baik-baik saja!" kata Ibunya setelah beberapa saat hening. Putrinya tersentak kaget dan segera memenuhi perkataan Ibunya. Mereka pergi meninggalkan balkon itu dan kembali ke kamar masing-masing tanpa berbicara satu sama lain. Sang Ratu pun juga meninggalkan balkon itu setelah beberapa saat untuk kembali ke kamarnya agar bisa beristirahat. Belum pernah ia sedamai ini. Tidak ada kegelisahan dalam dirinya. Entah kenapa, ia yakin sekali putri sulungnya dalam keadaan sangat baik.