webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
38 Chs

Menuju Kehancuran(3)

"Ibu, Kak Aquila bohong. Ayah tidak baik baik saja." ucap Lucia dengan yakin.

"Maksud kamu apa, Lucia?" tanya sang Ratu dengan wajah bingung.

"Lucia, diam." bisik Aelia pada adiknya.

"Aku tidak bisa bohong ke Ibu, kak. Ibu harus tau hal yang sebenarnya." ucapnya dengan nada keras.

"Ada apa, Lucia?"

"Ayah dibawa lari sama Cornelia. Ayah sudah jadi boneka Cornelia." jawab Lucia yang awalnya dengan nadantinggi menjadi bernada rendah diikuti wajahnya yang murung.

"Apa yang kamu bilang? Ibu tidak mengerti, sayang."

Lucia pun menceritakan semua hal yang sudah terjadi selama mereka pergi. Karena sudah tidak bisa menyembunyikan lagi, mereka ikut menceritakan semuanya. Aquila juga menceritakan tentang Felix dan pria bernama Peter yang sekarang sedang berada di dalam penjara bawah tanah. Sang Ratu yang mendengar semua hal itu merasa hancur kembali. Beliau menangis kembali. Air matanya bercucuran dengan deras. Aquila yang melihatnya merasa sangat bersalah. Ia pun bertekad untuk menemukan Ayahnya. Ia pun langsung teringat pada Felix dan Peter. Ia yakin bahwa ia bisa menarik kutukan itu pada diri Felix dan Peter. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia langsung pergi menuju penjara bawah tanah.

"Kak, kakak mau ke mana sendirian?" tanya Aelia sambil berlari menyusul kakaknya. Tidak ada jawaban dari Aquila. Aelia yang berhasil menyusul kakaknya menanyakan kembali hal itu sambil memegang pundak kakaknya. Aquila terkaget saat ada yang menyentuhnya. Ia pun menoleh ke arah Aelia, "Ada apa?" tanya Aquila.

"Kakak mau ke mana?" tanya Aelia untuk ketiga kalinya.

"Kakak mau ke penjara." ucap Aquila dengan singkat

"Ngapain?" tanyanya kembali.

"Mau ketemu Felix sama Peter untuk narik kutukan mereka." jelas Aquila.

"Kutukan apa?" tanyanya dengan bingung.

"Kutukan yang dapat membuatnya menjadi boneka." jawab Aquila dengan menambah kecepatan berjalannya.

"Kakak bisa?" tanya Aelia lagi sambil menyusul kakaknya yang menambah kecepatan berjalannya.

Aquila mengangguk pelan menandakan bahwa ia bisa. Setelah itu, Aelia hanya diam tanpa berkata lagi. Begitu pula dengan Aquila. Tak lama kemudian, mereka berdua pun sampai di depan pintu ruangan penjara bawah tanah. Sebelum masuk, Aquila diam sejenak dan mengambil napas panjang lalu dihembuskan perlahan. Setelah itu, ia pun membuka pintu tersebut. Aquila langsung menuju sel tahanan Peter dan Felix. Di sana, mereka berdua terdiam dengan tatapan kosongnya. Tidak ada gerakan sedikit pun yang dibuat oleh mereka. Perlahan, Aquila pun memasuki sel tersebut dan mendekati kedua pria yang terikat itu.

"Kakak yakin?" tanya Aelia sekali lagi untuk memastikan karena merasa kakaknya masih ragu ragu. Kakaknya yang mendengar hal itu berhenti dan sedikit menoleh, lalu mengangguk pelan. Setelah itu, ia pun bersimpuh di hadapan mereka. Kedua telapak tangannya yang kosong berada di atas kepala mereka. Dengan mengucapkan mantra, terlihatlah sihir gelap yang keluar dari tubuh mereka akibat tarikan dari Aquila. Aelia yang melihat kakaknya berhasil melakukannya benar benar merasa takjub. Setelah selesai, tatapan kosong dari mata mereka berdua telah kembali normal. Alhasil, mereka pun tersadar kembali dari kutukan dari Cornelia. Namun, mereka juga bingung bagaimana mereka bisa berada di sana. Oleh karena itu, Aquila pun menceritakan segala hal yang sudah terjadi selama mereka dikendalikan oleh wanita itu. Ia juga meminta mereka untuk membantu pihak kerajaan menemukan dan menyerang kembali Cornelia agar kehidupan istana menjadi tenang kembali. Dan tentu saja permintaan putri sulung kerajaan itu disetujui oleh mereka. Bahkan mereka juga berjanji akan membantu hingga masalah tersebut tuntas. Tapi, sebelum itu, Peter memohon izin untuk memberikan sedikit waktu agar ia bisa pulang ke rumahnya dan bertemu keluarganya. Ia tidak mau keluarga khawatir lagi. Ia juga ingin meminta izin terlebih dahulu. Aquila pun menyetujuinya. Namun, sebelum pergi, ia ingin mengenalkan Peter pada anggota keluarganya yang lain. Mereka pun kembali ke kamar Ratu Herminia untuk memperkenalkan Peter.

"Ibu dan saudariku, ini adalah Peter. Ia pergi bersamaku saat mencari istana Cornelia." Ucap Aquila memperkenalkan Peter pada yang lainnya.

"Yang Mulia Ratu dan Tuan Putri, saya Peter. Saya hanya salah satu rakyat biasa." Ucap Peter dengan hormat sambil membungkukkan badannya sedikit.

"Ibu, Aquila berjanji akan membuat Ayah kembali bersama kita. Kita akan membalas semua perbuatan Cornelia kepada kerajaan ini." Tegas Aquila dengan semangatnya. "Peter, kau boleh pergi sekarang, Felix kau juga kembali ke kamarmu." Sambung Aquila.

"Baik, Tuan Putri. Saya undur diri." Ucap keduanya bersamaan dengan membungkukkan badan mereka, lalu pergi.

Sesudahnya mereka berdua pergi, Aquila pun juga ikut undur diri untuk kembali ke kamarnya. Ibundanya dan saudarinya memberikan Aquila pergi. Setelah itu, Ratu yang tangisannya sudah mereda juga menyuruh putri putrinya untuk kembali ke kamar mereka masing masing agar mereka bisa beristirahat kembali. Awalnya, mereka menolak karena khawatir dengan keadaan Ibundanya. Namun, setelah dijelaskan kembali bahwa beliau tidak apa apa. Akhirnya, mereka pun setuju untuk kembali ke kamar mereka.Tapi sebelum itu, salah satu pelayan disuruh untuk menjaga Ibundanya sekaligus menemaninya agar tidak terjadi hal hal yang buruk.

Sedangkan, Aquila di kamarnya menangis sejadi jadinya. Ia benar benar menyesal akan perbuatannya pada saat itu. Ia benar benar tidak menyangka bahwa semuanya akan terjadi separah hari ini.

"Hiks.....hiks... Ke-napa a-ku bisa sebo-doh itu? Ke-na-pa kau mem-bantu musuh-mu sen-diri, Aquila? Hiks...hiks....." gumam Aquila dengan terbata bata pada dirinya sambil menangis tersedu sedu. Ia juga memukul bantalnya sesekali.

Aelia dan Aurelia pada saat itu sedang lewat di depan kamar Aquila untuk menuju kamar mereka karena kamar mereka searah. Aelia mendengar suara kakaknya yang sedang menangis. Namun, Aurelia tidak mendengar apa apa.

"Aurel, kau dengar suara orang menangis?" tanya Aelia saat itu yang memberhentikan langkah adiknya.

"Hmmmm.... tidak." ucapnya setelah berusaha mendengarkan. "Aku pergi ke kamar dulu." ucap Aurelia setelahnya. Sementara itu, Aelia yakin sekali bahwa ia mendengar suara kakaknya yang sedang menangis. Maka dari itu, ia berkunjung ke kamar kakaknya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Tok-Tok-Tok..... Kakak, boleh aku masuk?" tanya Aelia mengetuk pintu kamar kakaknya.

"Iya, tunggu sebentar." kata Aquila yang sedikit berteriak dari dalam kamar. Sebelum ia membukakan pintunya, ia menghilangkan jejak air matanya dengan cepat. Ia tidak ingin ada yang tahu mengenai hal tersebut. Setelah selesai, ia langsung membukakan pintunya.

"Ada apa, Aelia? Bagaimana keadaan Ibu tadi?" ucap Aquila yang terlihat tersenyum padahal tadinya ia sedang menangis.

"Ibu baik baik saja, kak. Pelayan sudah menemani Ibu. Kakak sendiri baik baik saja?"

"Baik, kok. Ada apa?" tanya Aquila kembali.

"Kakak tadi lagi sedih, kan? Aku dengar suara kakak menangis tadi."

"Kamu salah dengar mungkin."

"Kakak tahu kan kalau kakak gak bisa bohongin aku?"

"Iya, deh. Masuk dulu, yuk!" ucap Aquila pasrah.

Setelah, Aelia masuk ke dalam. Aquila langsung menutup pintu rapat rapat dan bercerita kenapa ia menangist tadi. Namun, ia tetap harus berbohong karena tidak ingin adiknya membenci dirinya. Aquila mengatakan bahwa ia menangis karena ia tidak bisa menyelamatkan Ayahnya dari Cornelia. Untung saja, kebohongannya dapat dipercayai oleh Aelia. Dan, Aelia berusaha untuk menenangkan kakaknya. Padahal, ia tidak menangis karena hal itu. Walau, itu ada kaitannya dengan masalah yang sebenarnya.