webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
38 Chs

Hal Sebenarnya

Akhirnya, Cornelia pun mengetahui hal sebenarnya setelah sekian lama. Mimpinya menunjukkan hal yang sama dengan kenyataan yang dihadapi olehnya. Namun, hatinya belum siap untuk menerima kenyataan. Selama 10 tahun ia tinggal dengan kakaknya tanpa prasangka buruk sedikit pun terhadap kakaknya. Dan setelah mengetahui kebenarannya bahwa ia hanya diangkat sebagai adik hanya untuk membantunya karena dirinya memiliki kemampuan hebat. Yang ia kira kakaknya melatih trik sihir padanya untuk membantunya membela diri, ternyata ia diasah dan dipoles hanya untuk dijadikan senjata. Rasa kecewa juga sedikit kebencian memenuhi dirinya saat itu. Aquila yang berada di sisinya berusaha menenangkan Cornelia (Augusta) dengan memeluknya juga mengelus punggungnya tanpa henti. Mereka berdua terduduk di lantai dengan kondisi Cornelia yang terus menangis dan Aquila yang tampak cemas akan Cornelia.

"Jangan menangis lagi, Cornelia! Aku ada di sini." katanya. Cornelia hanya tetap menangis dan seperti tidak mendengarkan kata-kata Aquila. Air matanya masih meluncur deras membasahi kedua pipinya. Ia masih tidak bisa menguasai dirinya sendiri.

"Cornelia, lebih baik kau beristirahat. Ayo, kuantar ke kamarmu!" ajak Aquila. Ia berusaha membantu Cornelia untuk berdiri yang tangisannya sekarang sudah tidak separah sebelumnya. Aquila menuntun Cornelia dengan memapahnya hingga sampai ke dalam kamar. Tangisan Cornelia pun semakin mereda setelah sampai di kamarnya. Aquila menuntun Cornelia hingga duduk di tepi ranjang. Aquila juga membantunya merebahkan diri di atas tempat tidur itu dan menyelimutinya hingga ke leher. Saat Aquila hendak pergi meninggalkannya beristirahat, Cornelia berkata dan membuat langkah Aquila terhenti.

"Aquila, tetaplah di sini!" katanya serak. Aquila tidak berniat untuk membantah perkataannya. Ia kembali dan duduk di tepi ranjang, di samping tempat Cornelia terbaring.

"Aquila, boleh aku tanya sesuatu?" tanyanya. Masih dengan suara serak. Isakan tangisnya sudah hilang, tapi matanya tetap terlihat sembap. Aquila hanya mengangguk perlahan sambil menatap cemas ke arahnya. "Kenapa kau tidak memanggilku Augusta?"

Aquila terlihat kaget, lalu cepat-cepat mengubah ekspresinya dan memalingkan wajah. "Aku kira kau belum siap dipanggil seperti itu." jawab Aquila tenang.

"Terima kasih telah mengerti." Cornelia tersenyum tipis dan matanya terpejam menandakan ia ingin beristirahat. Aquila diam sejenak di sampingnya, memikirkan bagaimana keesokannya. Apa yang akan dilakukan olehnya dan Cornelia setelah ini? Apa semuanya akan sama seperti hari sebelumnya? Akankah ada kecanggungan di antara mereka? Entah kenapa ia merasa takut. Padahal seharusnya ia bahagia sekarang karena sudah menemukan sahabat lamanya. Sebelumnya, ia tidak pernah memikirkan bagaimana seandainya jika ia bertemu dengan Augusta. Rasanya semakin dipikirkan, semakin takut ia jadinya. Ia menatap Cornelia yang mungkin telah terlelap dalam tidurnya dan sekarang sedang bermimpi. Cornelia terlihat tenang dalam tidurnya, napasnya masuk dan keluar dengan teraturnya, dadanya yang naik-turun akibat keluar-masuknya udara membuat ketakutan Aquila menghilang sedikit. Ia tidak berani meninggalkan Cornelia sendirian di sini. Ia ingin menemani sahabatnya itu setiap saat. Ia tidak mau kehilangan seorang sahabat untuk kedua kalinya. Maka dari itu, ia berpindah ke sisi tempat tidur yang lain dan merebahkan dirinya di sana seperlahan mungkin agar Cornelia tidak terbangun. Ia tidak bisa langsung tertidur. Sejujurnya, ia tidak tenang sama sekali. Aquila terus melihat Cornelia hingga kantuk mulai menyerangnya yang membuat matanya tidak bisa terbuka lebih lama lagi. Ia pun tertidur tak lama kemudian, tubuhnya mengarah pada Cornelia yang sudah tertidur. Begitulah akhir dari hari itu. Kebenaran sudah terungkap. Mimpi yang menghampiri tidak lagi menjadi permasalahan. Semua masalah sudah terpecahkan. Sekarang hanya waktu yang sedang melaksanakan tugasnya. Seberapa lama lagi waktu yang dibutuhkan Cornelia untuk menerima kenyataan? Tidak ada yang tahu. Mau bagaimanapun, tidak ada yang dapat diubah dari semua itu, meskipun ia tidak menerimanya. Kenyataan adalah kenyataan. Cepat atau lambat, ia harus menerima semuanya dengan lapang dada.

Pagi pun telah tiba. Matahari sedang dalam perjalanan mencapai puncak. Sinarnya sudah mampu menerangi keseluruhan penjuru istana. Salah satunya sudah menembus jendela kaca yang berada di kamar Cornelia. Dua orang yang sedang tertidur lelap harus terbangun karenanya.

"Pagi, Cornelia!" ucap Aquila dengan senyum yang biasanya. Kebahagiaan menghampiri dirinya begitu saja kemarin. Ia sudah memikirkan hal-hal yang akan dilakukannya hari ini bersama Cornelia.

"Pagi, Aquila!" balasnya dengan sedikit kaku. Mereka berdua saling tatap. Aquila masih tersenyum dengan harapan Cornelia membalas senyumannya. Namun, semakin lama, ia tidak kunjung tersenyum. Aquila yang pipinya sudah mulai sakit akibat senyum lebarnya menghentikan hal itu. Ia turun dari atas tempat tidurnya dan berlari kecil ke arah pintu.

"Aku akan berkemas. Kau berkemaslah juga! Kita akan ke istanaku hari ini juga. Aku sudah memikirkannya semalam." katanya sebelum ia menghilang dari pintu.

Cornelia masih tampak kaget. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Sebenarnya, ia tidak mau ikut dengan Aquila ke sana. Ia takut. Namun, ia tetap mengemas semua barang miliknya yang ada di sana.

***

Setelah beberapa saat, Aquila pun selesai berkemas. Ia dengan tergopoh membawa kopernya menuju kamar Cornelia yang tidak jauh dari kamarnya. Ia melihat Cornelia sedang duduk di sofanya dengan buku di tangannya. Matanya terfokus pada buku itu sehingga tidak menyadari kehadiran Aquila.

"Cornelia, kau sudah siap?" tanya Aquila. Perkataannya itu membuat Cornelia terkejut dan segera menutup buku itu dalam sekali gerakan. Kakinya yang awalnya berada di atas sofa segera turun dari tempatnya. Matanya menyapu sekeliling dan akhirnya terdiam di tempat Aquila berdiri.

"A--Apa?" tanya Cornelia masih dengan wajah terkejut.

"Kau sudah siap pergi?" ulang Aquila.

"Oh,---ya! Kita pergi sekarang?"

"Tentu saja. Ayo!" kata Aquila dengan antusias dan semangat yang menggebu-gebu. Ia tidak sabar memberi tahu seluruh keluarga dan juga rakyatnya tentang hal ini. Ia sudah membayangkan semuanya. Ayah dan Ibunya akan terkejut juga terharu karena Augusta sudah ditemukan. Adik-adiknya akan sangat senang memiliki seorang teman juga seorang kakak. Para rakyatnya juga pasti akan menyambut kehadiran Augusta yang sudah lama hilang. Tentu saja, itu semuanya hanya bayangan miliknya, bukan kenyataannya.

Sesampainya mereka berdua di depan istana, para pengawal langsung mengacungkan tombak mereka ke arah Cornelia. "Tuan Putri, masuklah! Kami akan menghadangnya." kata salah satu pengawal pada Aquila. Tombak ditangannya teracungkan ke arah Cornelia.

"Tidak! Dia bukan musuh lagi. Dia adalah Augusta. Biarkan dia masuk bersamaku!" teriak Aquila.

"Maaf, Tuan Putri! Kami tidak akan membiarkannya masuk ke dalam istana. Lebih baik Tuan Putri masuk ke dalam istana." kata pengawal itu.

"Menyingkir dari jalan kami atau kuserang kau!" geram Aquila. Tangannya sudah dalam posisi siap menyerang.

"Kami tidak akan menyingkir dari sini. Kami lebih memilih Tuan Putri menyerang kami." jawab pengawal itu dengan tenang. Pandangannya silih berganti menatap Aquila dan Cornelia.

Tanpa peringatan yang lainnya, Aquila langsung menyerang pengawal-pengawal itu sehingga membuat keributan.

"Ada apa, pengawal?" teriak Raja dari kejauhan yang sedang tergesa-gesa menuju tempat keributan.