webnovel

Bab 13 Kebenaran

Idul Fitri kali ini aku memilih untuk mengambil jatah libur lebaran sepenuhnya, aku ingin meluangkan waktu bersama Tante Dia, sebelumnya setiap idul Fitri aku akan mengambil lembur demi mendapatkan tambahan uang.

"Orang yang biasanya Ki kirimkan uang kinirasa bersalah ku pada Ija sudah tiada" ucapku dalam hati.

Rasa penyesalan ku akibat selalu tidak bisa hadir disaat-saat terakhir Ayah dan Nenekku, semakin mendukung keputusanku kali ini. Suasana duka itu masih terasa kala itu, suasana lebaran di rumah Tante Dia memang tidak semeriah orang lain. Namun ketika Nenek masih ada sanak saudara ku yang jauh akan berusaha datang. Sejak kepergian Nenek, sanak saudara yang datang semakin berkurang. Hal itu membuat ku semakin merasa sedih dan hampa, aku lebih sering berada di kamar.

Tante Dia paling tidak menyukai anak yang mengurung diri di kamar dan selama aku tinggal di sana, aku memang tidak pernah istirahat di kamar selain waktu tidur malam tiba. Aku sudah tidak perduli dengan apa yang akan beliau katakan , aku hanya butuh waktu untuk sendiri, waktu untuk menenangkan diri. Aku berbaring di atas kasur sambil membuka mobil banking, betapa terkejutnya aku, saldo rekening ku bertambah sebanyak yang ku butuhkan untuk peringatan 120 hari kematian Ayah, perbaikan makam dan aku masih bisa memberi uang THR ke pada ibu.

Sebelum kembali ke pulau Jawa, aku sudah mengantarkan ibu untuk membuat buku tabungan, dengan begitu aku bisa langsung mengirim uang pada ibu tanpa ada perantara dari Bowo.

Aku yang buru-buru mengirim uang kepada ibu di buat tak fokus sebab sedari tadi ada telpon dari nomor yang tidak ku kenal. Setelah aku selesai dengan mobile banking ku, segera ku periksa siapa yang menghubungiku. Rupanya nomor baru itu juga mengirimkan pesan padaku, yang sedari tadi sudah di tutupi oleh chat grup dan chat dari ibu dan ke tiga adikku.

"Assalamu'alaikum Lis, ini saya Ija"

"Ini nomor baruku"

"Minal aidzin wal Faidzin ya"

"Kita lagi buat apa?"

Rupanya Ija dengan nomor barunya, aku hanya membalas pesannya tanpa menghubunginya balik. Jaringan yang tidak memungkinkan menjadi alasanku saat itu, aku masih belum siap untuk berbicara dengan orang lain saat ini, aku tidak ingin mendengar suara siapapun bahkan langkah kaki sekalipun. Awalnya aku berniat untuk berbaring selama 15 menit, namun ketika alarm berbunyi aku tetap tak beranjak dari kasur. Aku sudah tidak perduli bila Tante Dia akan kesal padaku, justru aku seolah ingin menantang emosi beliau, sungguh kacau pikiranku saat itu. Terdengar suara sepeda motor, akupun keluar untuk memeriksa siapa yang datang, rupanya itu adalah keponakan ku Rama dan Saka yang datang bersama sepupuku. Sungguh senangnya aku saat itu, Rama yang datang langsung memelukku, anak 6 tahun itu membawa energi positif untukku yang seolah sudah terkubur kesedihan.

Pada malam hari Ija kembali mengirimiku pesan, sungguh saat itu aku benar-benar butuh perhatian seseorang, padahal sebelumnya aku mampu menyimpannya sendiri dan menyalurkan perasaanku melalui menulis dan membuat video random. Tante yang sudah tertidur, membuatku segera menghubungi Ija, aku melakukan panggilan video dengannya, saat melihat wajahnya mataku sudah berkaca-kaca, namun ku alihkan kamera menjauhiku sejenak, agar aku bisa mengusap air mataku.

" Kamu tidak lagi panjat genteng to ini ? " Tanyanya padaku.

"Tidaklah, sa lagi di atas pohon ini" jawabku untuk candaannya.

Terdengar ia tertawa lepas,

"Maaf ya sa hanya bercanda saja, habisnya sa kira tidak bisa menelpon kalau tidak panjat

Atap seperti di kampung" ucapnya.

"Tidaklah " jawabku sambil menahan tawa.

"Sepertinya ada yang kamu pikirkan ya?" Tanyanya padaku.

"um... Tidak ada kok, hanya sa sedikit capek saja tadi" jawabku.

Ingin sekali aku mengabarinya tentang lulusnya aku interview bekerja ke Arab Saudi, namun aku merasa tidak tepat jika mengabarinya lewat telpon, dan lagi berlepas ia setuju atau tidak aku sudah bertekad untuk tetap mengambil kesempatan itu. Sudah 2 bulan sejak kepergian Ayah, Dimas dan Dewi memberitahu ku bahwa Ayah selalu datang ke dalam mimpi mereka.

"Kenapa Ayah tidak pernah hadir dalam mimpiku?"

"Apakah Almarhum marah padaku?"

Tanyaku dalam hati, namun aku tidak ingin kesedihan membuatku terganggu dan hilang semangat lagi, masih banyak hal yang harus ku perjuangkan. Kini sudah seminggu setelah Idul Fitri, PT yang merekrutku memberikan surat edaran melalu grup peserta yang lulus, bahwa kami harus mengirimkan berkas yang di butuhkan dalam pembuatan paspor, Visa dan kartu tenaga kerja, serta yang utama adalah surat persetujuan dari orang tua. Sempat terpikir olehku agar ibu yang menandatangani surat itu, namun aku berubah pikiran dan meminta Tante Dia yang menandatangani dengan pertimbangan bahwa beliau adalah wali ku selama berada di sini dan aku akan meninggalkan beliau selama 2 tahun. Aku sudah bersiap dengan kemungkinan bila beliau tidak mengizinkan.

"Ini kali terakhir aku menuruti kemauan Tante, kalau aku tak boleh pergi aku harus bersiap untuk keluar dari rumah ini" ucapku dalam hati.

Sepulang dari dinas pagi, aku segera ke rumah Tante dengan membawa surat persetujuan, sesampainya di rumah aku masih menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan ini dengan beliau, sampai akhirnya setelah solat ashar, ke beranikan diri untuk berbicara tentang rencana ku bekerja ke Saudi Arabia dan aku yang sudah lulus tesnya. Diluar dugaan beliau menyetujui tanpa pertanyaan yang terkesan ragu.

"Tante setuju saja nduk, asalkan kamu mampu menjalaninya" ucapnya.

"Seperti seekor burung, yang harus terbang jauh membentangkan sayapnya" tambahnya.

Sungguh ini di luar dugaan ku, aku mempercayai bahwa ini adalah kuasa dari Tuhan yang maha kuasa. Persetujuan dari Tante Dia membuatku semakin mantap untuk bekerja sebagai TKW, setelah beliau menandatangani surat persetujuan, aku langsung kembali ke rumah sebab besok pagi-pagi aku harus dinas luar. Setelah dinas luar selesai, ku kirimkan semua berkasku ke PT melalui pos.

Rasa bersalah ku pada Ija muncul sebab aku belum menceritakan apapun tentang rencana ku ini, aku ingin untuk mengabarinya bila keberangkatan ku sudah dekat, agar ia bisa fokus dengan kelulusan nya.

Bulan pun telah berganti, aku di beri tanggung jawab untuk menjadi ketua tim pada bulan itu, sehingga aku harus membuat jadwal dinas, ini berfungsi melatih kemampuan leadership yang di terapkan di kantor kami. Tanggal 29 Juni adalah peringatan kematian Ayah, Sehingga sembari membuat jadwal aku juga sudah menentukan di tanggal 12 Juni aku akan pulang kampung dan pada tanggal 27 Juni aku dan Dewi akan kembali lagi ke kampung untuk menghadiri peringatan kematian Ayah. Ya aku pulang pergi sebanyak 4 kali sebab Dewi tidak berani untuk datang ke Jawa sendirian, sehingga aku harus mengawalnya. Pengakuanku sudah di setujui oleh Bos Anna, namun pada tanggal 4 Juni pada grup ada surat edaran yang menyatakan kami harus berada di BLK untuk mengikuti pelatihan bahasa sebab jadwal keberangkatan adalah bulan Juli. Aku akhirnya memilih untuk mengundurkan diri kantor, aku ingin menunjukkan kesungguhan ku dan totalitas atas apa yang ingin ku capai.