webnovel

Jadi Nikah

WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.

Dariel menarik badan Ara agar mendekat ke arahnya. Bibirnya terus dia kaitkan pada bibir kekasihnya itu. Perlahan tapi pasti Dariel membimbing Ara kearah kursi lalu entah bagaimana caranya Ara kini sudah duduk dipangkuan Dariel dan dia terus membalas ciuman yang diberikan kekasihnya.

"Riel..nanti ada orang yang datang.."

"Mereka ga akan berani keatas karena tahu ada kita."

"Kamu cerita dong sayang, kenapa?ada apa?"

"Makasih buat semuanya, aku tahu kamu yang bikin ini. Aku ga pernah bahagia kaya gini di hari ulang tahun aku sendiri. Ini ulang tahun terbaik yang pernah aku rasain sepanjang hidup aku. Sejak ada kamu aku ga pernah sedih-sedih lagi. Aku bahagia sama kamu."

"Aku juga bahagia sama kamu.."

"Sayang...dari semua kado yang aku dapetin hari ini cuman kado dari orang tua kamu yang bikin aku seneng."

"Mobil?"

"Bukan, mereka ada kasih kado lain ke aku sampe aku nangis."

"Tuh kan kamu bukan flu, mereka kasih apa lagi?"

"Mereka ...kasih ijin aku buat nikahin kamu." Dariel dengan senyuman mengembang membuat Ara dibuat lemas kali ini.

"Kamu seurius?ga lagi bohongkan?"

"Aku ga mungkin bercanda dan bohong kalo soal ini. Kamu maukan?" Dariel kini meraih tangan Ara yang ada dipundaknya lalu menciumnya dengan mesra.

"Aku mau nikah sama kamu.."

"Aku bakalan siapin apapun yang kamu mau.."

"Eh...Aku belum ngasih kado buat kamu."

"Udah aku bilang ga usah sayang.."

"Aku udah beli, masa ga jadi aku kasih.."

"Ya udah mana?"

"Bentar, jangan kemana-mana.." Ara segera turun kebawah mencari kadonya yang ada dalam tas lalu kembali naik dan duduk dipangkuan Dariel lagi.

"Ini buat kamu, jangan diliat bentuk atau harganya tapi manfaatnya." Ara membuat Dariel membuka secara perlahan kadonya.

"Aku ga peduli apapun yang penting itu dari kamu..." Dariel kini mengetahui isi kado Ara. Sebuah jam tangan mewah sekarang sudah ada didepannya.

"Aku kasih ini supaya kamu inget aku." Ara mulai memasangkan jam itu dipergelangan tangan Dariel.

"Mungkin kalo nanti kamu mau lembur terus kamu liat jam tangan ini kamu langsung inget aku jadi ga jadi lembur atau berhenti dari sibuknya. Aku pingin kamu tahu waktu Riel di keseharian kamu, dari kerja sampe urusan pribadi."

"Ini emang jadi masalah aku dari dulu yang kamu ga suka. Aku pelan-pelan lagi ngatur itu sayang apalagi sekarang mau nikah jelas aku harus perhatiin calon istri aku. Makasih sayang kadonya.."

"Iya jangan sibuk-sibuk dong Riel apalagi mulai sekarang banyak yang harus kita urusin."

"Iya-iya sayang.."

"Kamu butuh asisten kayanya, kenapa sih ga cari aja?pekerjaan kamu udah overload kayanya. Kalo aku kan ada Chandra, kamu kasih dong wewenang buat wakil kamu.."

"Iya sayang nanti aku cari, udah jangan ngomel terus nanti malah kesel sendiri." Dariel membuat Ara tersenyum dan menundukkan lagi kepalanya udah mencium Dariel yang menyambut dengan senang hati bibirnya.

"Udah yuk kebawah, ga enak ninggalin mereka lama-lama.." Ara sambil menghapus bekas lipstiknya yang ada di bibir Dariel lalu beranjak dari pangkuannya dan kembali kebawah bersama Dariel. Senyuman tampak merekah dia bibir mereka berdua membuat Kenan yang sedang makan tahu apa yang terjadi. Dariel pasti sudah memberi tahu Ara jika dia mengijinkan mereka menikah.

****

Semua teman-teman Dariel berpamitan pulang satu per satu begitupun Ara yang pulang bersama keluarganya. Dariel sendiri akhirnya memilih menginap dirumah orang tuanya atas permintaan ibu.

"Padahal ibu aja yang cuci piring."

"Ga papa Bu, kasian ibu, ya udah masak, udah nyiapin acaranya masa cuci piring juga."

"Ga papa namanya juga acara, lagian tadi dibantuin kok sama yang lain.."

"Padahal mereka udah kasih kejutan di kantor."

"Ya kan beda, ini dari Ara.."

"Udah aku tebak deh, dia yang rencanain ini."

"Dia tuh perhatian sama kamu berarti, udah dari jauh-jauh hari ngomongin ini pake ada acara susun rencana supaya timingnya pas, supaya kamu ga curiga."

"Tapi aku emang ga curiga sama sekali, temen-temen aku ngucapin di kantor, ibu sama bapak juga udah ngucapin. Jadi aku mikirnya mungkin udah sampe situ."

"Berarti kejutannya berhasil. Aku masih belum percaya om Kenan sama Tante Sica ngasih mobil."

"Mereka tuh bingung Riel sampe sempet nanya ke bapak, kira-kira kalo kamu dikasih mobil gimana reaksinya. Mereka takut kamu bakalan nolak atau kesinggung."

"Dibanding kesinggung, aku sebenernya malu aja Bu. Apa ga berlebihan?."

"Mungkin engga buat mereka. Segitu apa sih artinya?. Dibanding uang, mereka cuman pingin makasih aja kamu bikin anaknya seneng. Ara kan anak perempuan satu-satunya jadi jelas bapaknya bakalan bersikap kaya gitu. Anggap aja itu sebagai hadiah buat perlakuan kamu sama Ara. Sekalinya kamu berbuat baik mungkin mereka bisa bales sama beribu kebaikan tapi kalo kamu sampe berbuat yang engga-engga jangan harap kamu diampuni, makannya jangan berbuat macem-macem Riel.."

"Engga kok, Dariel ga macem-macem."

"Ibu tuh sedikit khawatir waktu pertama kamu bilang suka terus pacaran apalagi tunangan sama Ara. Bukan karena ga suka sama Ara tapi Inget loh Riel mereka tuh bukan orang sembarang. Kamu buat salah dikit apalagi sampe sakitin anaknya mereka bisa berbuat apa aja."

"Bu, ibu ga usah khawatir, aku sama Ara baik-baik aja. Hubungan kita bahkan sangat baik dan sehat."

"Ibu ga mau diperlakukan ga adil aja sama mereka."

"Bu..mereka baik kok sama aku, mau dikantor, mau diluar." Dariel meyakinkan.

"Bu...Dariel mau nikah." Ucap Dariel disela-sela kegiatan cuci piringnya. Sang ibu kini menatap kearahnya.

"Kamu ini lagi seurius atau cuman curhat aja?."

"Seurius Bu, Dariel mau nikah sama Ara, om Ken udah ijinin..."

"Bener?."

"Bener Bu, tadi om Ken bilang sendiri sama Dariel."

"Akhirnya...yang kamu pingin bisa kewujud juga." Ibunya sambil mengusap pelan punggung Dariel.

"Ibu jangan jadi khawatir juga. Aku udah tahu resiko nikahin Ara."

"Iya ibu percaya, nanti kita bicarain sama bapak, ibu bilang apa juga, udah tinggal disini dulu.."

"Rumah nanti kosong Bu, ga baik ninggalin rumah terlalu lama."

"Ya tetep aja, pokoknya selama persiapan pernikahan kamu disini aja sama bapak sama ibu.."

"Iya Bu.." Dariel akhirnya menurut. Dia tak ingin berdebat soal persiapan pernikahannya dengan ibu, baginya ibu sudah perhatian pun Dariel senang. Kini dia mencuci tangannya dan menyelesaikan tugas mencuci piring.

"Bu..." Dariel membuat ibunya menoleh. Kini tanpa ragu Dariel memeluk ibunya.

"Makasih, kalo ga ada ibu sama bapak aku ga tahu siapa yang mau nganterin aku nikah." Ucapan Dariel membuat ibunya terharu sedikit. Dalam pelukan itu sang ibu hanya mengangguk.

"Ada apa nih peluk-peluk?." Pak Stefan sudah ada disana bersama Serena. Tante Vani kini melepaskan pelukannya namun tetap merangkul pinggang Dariel.

"Ayo bilang sama bapak."

"Pak Dariel mau nikah." Ucap Dariel dengan senyuman mengembang.

***To be continue