webnovel

Bab 10

"MUAHAHAHAHA..HAHAHAHA...HAHAHA..." Nicholas Larson tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya dan memukul pahanya sendiri ketika duduk mendengar keluhan Kaylee, sahabat karib kakaknya.

Dia terus tertawa hingga meneteskan air mata membuat raut muka Kaylee menjadi masam. Melihat sahabatnya yang cemberut, Wendy segera menjitak kening adiknya dengan keras.

"ADDDUUUHH! Sakiiiittt!"

"Jadi orang kalau tertawa jangan seperti monyet. Jelek tahu?!"

"Hahahaha... kalau aku monyet trus kakakku apa dong? Gorila? Hahahaha.."

"Ini anak makin lama minta dihajar ya." ancam Wendy sambil bangkit berdiri hendak menjitak adik nakalnya.

Tentu saja Nicholas tidak bodoh berdiam saja menerima jitakan maut sang kakak. Dia ikut bangkit berdiri dan berlari bersembunyi di belakang Kaylee yang tingginya hampir sama dengannya.

"Shelly, tolong selamatku. Si gorila mengamuk, tuh." Berbeda dengan lainnya, Nico memanggil Kaylee dengan nama panggilan Shelly.

Kalau kedua orang tuanya memanggilnya dengan nama Michell, sementara Wendy serta teman sekolahnya dulu memanggilnya Shelly. Hanya semenjak dia memasuki dunia musik, dia menggunakan nama tengahnya. Wendy juga membiasakan diri untuk memanggilnya Kaylee agar tidak ada yang curiga kalau dia sebenarnya adalah putri tunggal keluarga Rusell.

"APA KAMU BILANG!? AYO KESINI KALAU BERANI."

Kaylee mendesah pasrah sebelum melerai mereka. "Tolonglah, jangan berisik. Kepalaku semakin pusing. Kamu juga, bukannya berterimakasih malah meledekku. Aku tidak mau lagi menyamar jadi dirimu." keluh Katie sebelum meneguk minumannya dengan cepat.

"Oke. Besok aku akan pergi ke kampus menggantikanmu."

Kaylee langsung tersedak begitu mendengarnya. Apakah tadi dia tidak salah dengar?

"Kau serius?" tanya Wendy setengah tidak percaya.

"Hanya satu kali. Lagipula aku ingat jadwalmu besok ada ujian gitar kan? Tiap kali ikut ujian gitar nilaimu tidak sempurna, padahal aku kan ahli bermain gitar. Besok biar aku gantikan. Siapa tahu aku bisa bertemu langsung dengan tunanganmu itu. Aku akan melihatnya dengan mataku sendiri apakah dia itu gay atau bukan."

"Caranya?"

"Caranya?"

Baik Kaylee serta Wendy mengucapkannya bersamaan.

"Insting lelaki."

"Cih! Lelaki apanya? Kau masih anak ingusan."

"Aku kan tidak minta pendapatmu." ledek Nicholas seraya menjulurkan lidahnya membuat Wendy mendengus kesal. "Jadi bagaimana?" Nicholas kembali bertanya pada Kaylee.

Setelah mempertimbangkan sejenak akhirnya Kaylee menyetujuinya. Dia akan menggunakan kesempatan ini untuk menjernihkan pikirannya. Siapa tahu mungkin Nico bisa menyukai kuliahnya, jadi Kaylee tidak perlu lagi menyamar sebagai dirinya.

Seharian itu Kaylee menjelaskan beberapa nama teman dekatnya pada Nico. Kebiasaan mereka serta karakter mereka. Nico mendengarnya dengan seksama sambil menghapal nama-nama yang ada di foto di ponsel Kaylee.

"Kedengarannya mereka adalah anak yang menyenangkan." sahut Nico memberi komentar.

"Mereka memang menyenangkan, tapi sangat kekanakan." balas Kaylee.

"Memangnya apa yang kau harapkan dari anak puber berusia delapan belas tahun?" sambung Nico balik bertanya.

Kaylee serta Wendy memutar matanya dengan malas. Lalu Kaylee kembali melanjutkan sesi perkenalan semua orang yang diperkirakan akan bertemu dengan Nico.

Dan kini Nico masuk ke gerbang universitas dengan langkah santai dan cuek. Wajahnya selalu dihiasi dengan senyuman ceria. Tiap kali dia melewati seseorang, dia selalu menyapa orang tersebut dengan senyum ramah. Dia bahkan mengedipkan sebelah matanya dengan menggoda ketika melewati beberapa mahasiswi yang cantik.

Hal ini agak sedikit berbeda denga Kaylee. Ajaibnya, tidak ada yang curiga dengan perbedaan ini.

Nico sama sekali tidak takut perubahan sikapnya akan ketahuan. Hanya satu yang ia takutkan. Dia sungguh berharap hari itu tidak ada pelajaran Sight Reading. Kalau tidak... maka dia akan tinggal di kuburan.

"Hei, Nick! Kau sudah berlatih untuk ujian nanti." sapa seorang temannya.

"Tentu saja. Kali ini aku sudah menyiapkannya dengan matang."

"Hahaha.. Kau yakin? Bukannya kau lebih ahli bermain piano daripada gitar?"

"Kau akan tahu nanti." jawab Nico dengan nada misterius disertai dengan senyuman penuh percaya diri.

Pada dasarnya Nico adalah anak yang cepat beradaptasi dengan sekitar, dia langsung bisa akrab dengan teman-teman Kaylee dengan mudah. Seperti yang diduganya, mereka semua adalah orang yang menyenangkan. Apalagi ketika membicarakan tentang tubuh seksi salah satu dosen mereka, Nico sangat bersemangat.

Hingga tibalah jam ujian recital untuk mengakhiri semester awal mereka. Banyak dari teman-temannya merasa gugup dan keringat dingin. Jika mereka gagal di ujian ini, maka mereka harus mengucapkan selamat tinggal pada liburan musim panas. Mereka harus mengikuti camp pelatihan musim panas di sebuah pedalaman yang tidak ada sinyal ataupun wifi sama sekali.

Tampaknya hanya Nico yang tidak terlihat gugup. Dia merasa tidak takut apakah dia akan lulus atau gagal dalam ujian kali ini. Dia datang kemari untuk mendapatkan nilai sempurna dalam ujian kali ini. Kalau pada akhirnya dia gagal, yah... Kaylee yang akan pergi ke camp pelatihan tersebut. Hahahaha!

Dasar Nico nakal!

"Nicholas Larson."

Ketika namanya dipanggil, Nico melangkah naik ke panggung dengan langkah yang santai. Tidak ada keraguan pada sinar matanya. Seluruh gerak-geriknya menunjukkan kepercayaan diri yang luar biasa serta karisma seorang musisi yang tak terbantahkan.

Begitu dia duduk dikursi dengan sebuah gitar klasik di pangkuannya, semua orang yang melihatnya menahan napas.

Nico yang ada dihadapan mereka bukan lagi Nicholas yang ceria, ramah ataupun nakal. Tapi lebih seperti seorang pemain gitar profesional dengan ekspresi serius dan tatapannya yang seperti sedang memandang kekasihnya ketika menatap gitarnya.

Nico mengambil napas panjang kemudian...

Jreng! Nicholas memainkan gitarnya dengan pembuka melakukan hentakan dari string ke enam turun ke string pertama. Jari-jarinya yang panjang mulai menari diatas keenam strings tersebut dengan lincah.

Sesekali tangan kirinya akan bergerak naik menyusul tangan kanan menciptakan suara seperti petikan banjo yang unik. Belum lagi kedua tangannya tidak berhenti bergerak meraba seluruh tubuh gitar tersebut seolah membelai tubuh kekasihnya.

Menepuk, memetik serta membelai, teknik yang belum diajarkan pada semester awal mereka.. namun bisa dikuasai oleh Nick dengan sempurna.

Bahkan ekspresi Nick sekarang sangat berbeda. Ekspresinya sering berubah mengikuti melodi yang dimainkannya. Terlihat sekali Nico sangat menikmati lagunya. Baik mahasiswa putra maupun putri tidak ada yang tidak memperhatikannya dengan tatapan kagum.

Bahkan ketiga dosen penguji ikut terpaku pada tempat duduk mereka.

Siapa anak ini? Bukankah dia masih semester satu? Kenapa dia bisa menguasai teknik bermain gitar yang diajarkan di semester enam?

Salah satu dosen penguji tersebut tidak lain adalah Declan Black. Berbeda dengan dua penguji lainnya, Declan tersenyum miring.

'Ah, rupanya begitu.' pikir Declan dalam hatinya.

Maksudnya apa ya kok Declan mikir gitu?

Happy reading!

VorstinStorycreators' thoughts