webnovel

Pesan Cinta Effendik

“Menata hati bukan ikwal membalik telapak Mencairkan luka jua tak sekedar meneguk kopi Menyapu keresahan masa lalu jua teramat tak mampu Semua adalah garis takdir qada Mau tak mau harus terlewati Di sisinya ada jurang di sisi yang lain ada lubang Di tengah-tengah ada serapak dua kaki Bila salah sedikit neraka jahanam adalah ujung tanpa tepi Bukan masalah hanya mengucap Bismillah Atau mengusap kedua tangan kemuka dengan Allhamdulillah Tapi terus berjalan di jalanan yang benar Setegak alif sekuat baq berjuang demi menjaga keimanan dan kesalehan hati Terus berusaha hidup dengan lafaz shalawat dan tabuh genderang takbir langit” *** Begitulah serat cinta lampiran sebait puisi Effendik yang iya tulis rapi bak catatan buki diari. Sore menjelang magrib dengan segelas kopi dan sebungkus rokok di atas meja berteman sunyi sebuah gang desa bernama Mojokembang. Sebuah desa pinggiran kota Jombang. Ini ikhwal sebuah cerita dan album masa lalu Bagus Effendik. Seorang lelaki muda yang sedang mencari jati diri. Benturan demi benturan kenyataan pahit terus ia lalui. Kehidupan sederhana dari orang tua yang sederhana membuat ia harus selalu berjibakuh dan kerja keras untuk mencari sesuap nasi. Bagus Effendik yang sering dipanggil dengan sebutan Cacak Endik. Adalah pemuda biasa dari kebanyakan pemuda kampung lainnya. Namun di balik penampilannya yang biasa saja terselip kalam-kalam illahi yang indah yang selalu tergetar di mulut dan hatinya. Jalan takdir yang ia miliki membuatnya selalu resah dengan keadaan yang diterimanya. Iya selalu bertanya dalam hati apa itu cinta sebenarnya dalam arti mana harus ku kerahui cinta apakah dalam arti kiasan atau secara hakikatnya

Cacak_Endik_6581 · ย้อนยุค
Not enough ratings
55 Chs

Satu suap

Malam dijadikan siang dan siang dijadikan malam itulah kehidupan Kasturi. Baginya tiada waktu yang harus terbuang tanpa bekerja dan mengais rezeki.

Bahkan jikalau mampu seminggu penuh iya jadikan medan pertarungannya untuk mencari sedikit receh dari kata rupiah dari upah-upah yang diberikan para juragan setiap minggunya.

Pagi ini iya tengah mendorong gerobak menuju tanah lapang di belakang rumah Mas RT Sumadi. Dengan cangkul dan sekrop di letakkan tergeletak di dalam gerobak, dengan hati-hati gerobak didorong perlahan menuju satu sisi tempat di tanah lapang yang sudah ditunjukkan oleh Mas RT Sumadi sebagai juragannya.

Hitam legam mengkilat warna pundak yang telah ditempa oleh kerasnya hempasan batu karang bernama kehidupan. Semakin membuat urat-urat dan otot di dalam sekujur lengan begitu kokoh.

Sampai pada salah satu sisi tanah lapang yang telah di tentukan. Kasturi menaruh gerobak agak ke pinggir tanah galian yang sama yang telah ia gali beberapa hari yang lalu. Dan di perintah menggali oleh orang yang sama, oleh juragan yang sama Si Mas RT Sumadi.

Setelah ia meraih cangkul dan sekrop yang ia letakkan dalam gerobak. Mulailah Kasturi mencangkul tanah-tanah di sekitarnya dan bukan perkara mudah mencangkul tanah sawah yang begitu tua dan keras bahkan bila di cangkul oleh yang tak berpengalaman mencangkul. Sekali cangkul diayunkan tentu tak tertancap pada tanah bahkan bisa jadi mental kembali.

Tapi Kasturi sudah sangat berpengalaman ia ayah benar-benar keahlian mencangkul dan cangkulnya sendiri iya rangkai sedemikian rupa ia asah sehingga begitu tajam pada mata cangkulnya.

Dan sekali ayunan kedua tangan yang tampak begitu kekar dibahu tertancaplah cangkul. Begitu dalam pada tanah. Diayunkanlah tanah yang dapat diambil oleh cangkul ke dalam gerobak hingga terisi sampai penuh.

Setelah penuh ia mendorongnya kembali ke arah bangunan rumah semi permanen berbentuk segitiga beratap rumbia sebagai tempat produksi genting rumah dari tanah liat milik Mas RT Sumadi yang bernama Lio.

Perlahan kali ini posisi gerobak ia tarik dengan membelakangi gerobak menuju samping Lio Mas Sumadi dimana posisinya berada di samping kiri rumah Mas Sumadi agak ke selatan terpaut satu rumah tetangga sebelah rumah.

Kalau rumah Mas Sumadi menghadap barat sedangkan Lio tempat Kasturi bekerja milik Mas RT Sumadi membujur dari selatan ke utara.

Gerobak perlahan iya gulingkan kearah atas menjungkalkannya dengan posisi ujung depan di bawah dan dua pegangan sisi kanan dan kiri menghadap ke atas. Lalu tanah yang tidak bisa jatuh ia raih kembali dengan cangkul. Ia gelontorkan perlahan pada tumpukan tanah yang telah ia ambil kemarinya.

Setelah kosong kembali gerobak ia posisikan pada semula dan hendak ia dorong kembali menuju tanah lapang di belakang rumah Mas RT Sumadi. Namun belum jua gerobak terdorong begitu jauh sebuah suara memanggil namanya dari kejauhan.

"Mas, Mas Kas, Mas Kasturi, jangan berangkat dahulu," teriak Amanah sambil membawa dua tumpuk rantang berisi nasi, lauk dan sayur bening kesukaan Kasturi dan tengah berjalan perlahan menuju ke tempat Kasturi yang sedang memegangi gerobaknya.

"Ada apa Dek Amanah, kok Mas enggak boleh pergi kerja ini loh?" sahut Kasturi menatap Amanah yang terus mendekatinya dengan langkah begitu gemulai dan dandanan ayu berpita ungu.

"Ini loh, sarapan dulu. Sudah Adek masakin kesukaan mas. Sayur bening dan lauk penyet tempe sambal tomat ia kan. Adek juga bikin lalapan bunga turi merah ini. Ayo di makan dahulu Mas biar Kuat kerjanya. Sok atuh di makan jangan dilihati terus Adek. Ini loh makanannya dimakan sudah susah-susah loh Adek masak buat Mas. Adek tunggu ya," cerocos bibir manis nan basah milik Amanah begitu terus mengomel pada Kasturi menyuruhnya sarapan sebab itu jua perintah Mas RT Sumadi kakak iparnya.

Agar memasakkan Kasturi sarapan sebagai salah satu upah ia bekerja seharian mendapatkan bonus makan pagi dan sore hari. Sedangkan siang hari Kasturi mendapatkan camilan berupa pisang goreng atau sejenisnya.

Sejenak Kasturi mencari tikar lalu di gelarnya di sebelah tumpukan tanah memilih tempat agak bersih sebagai tempat untuk sarapan.

"Eh Dek Amanah enggak ikut sarapan sama Mas, ayo sini mas suapi," ucap Kasturi mengambil sesuap nasi dan lauknya mengarahkannya ke mulut Amanah.

"Adek sudah sarapan Mas, Mas saja yang sarapan kan Mas yang kerja Adekkan enggak ikut kerja masak Adek makan sama Mas," jawab Amanah agak menjauhkan wajahnya dari suapan tangan Kasturi.

"Enggak apa Mas maksa nih, ayo hak, buka mulutnya Dek. Kalau Dek Amanah enggak mau makan Mas enggak makan nih. Katanya Adek kemarin Mas ini sudah Dek Amanah anggap selayaknya kakak laki-laki Dek Amanah sendiri," pinta Kasturi terus mengulurkan suapan nasi dan lauk di tangannya.

Lalu Amanah mengikuti kata-kata Kasturi sedikit membuka bibir ranumnya menyahut suapan dari jemari tangan Kasturi sambil menatap Kasturi penuh kekaguman. Amanah sangat mengagumi Kasturi yang sangat pekerja keras dan selalu sopan serta selalu melindunginya.

"Nah begitu dong, itu namanya Adiknya Mas Kas yang cantik, hehe," celetuk Kasturi agak menggoda Amanah yang sedang duduk bersimpuh di samping Kasturi yang duduk bersila tengah melahap makanan yang dibawa Amanah.

"Oh iya Dek, kamu sudah tahu belum kalau, Adek Amanah ini. Sekarang jadi bahan perbincangan para pemuda kampung," ucap Kasturi sambil menyuapi kembali sesuap nasi ke dalam mulut kecil Amanah dan Amanah kini tanpa ragu menyahut serta melahap sesuap nasi dan lauk dari tangan Kasturi.

"Memangnya tentang apa yang diomongkan mereka Mas. Lah wong Adek loh ya begini tidak ada yang istimewa," kata Amanah sambil mengunyah perlahan nasi dan lauk dalam mulutnya.

Uhuk, uhuk,

Tiba-tiba Amanah tersedak dengan agak batuk-batuk, "Loh pelan-pelan loh Dek mengunyahnya, ini-ini minum dulu," ucap Kasturi membantu Amanah minum di gelas kecil penuh air yang dituangkan dati teko kecil.

Tiba-tiba air tak sengaja tumpah dibaju Amanah, "Eh yah kan tumpah airnya Mas, basah deh baju Adek," celetuk Amanah sambil mengusap-usap kerah baju yang basah terkena air.

"Maaf ya Dek Amanah jadi basah bajunya. Mas kurang hati-hati memegangi gelasnya, maaf ya Dek," ucap Kasturi sambil garuk-garuk kepala dan tertawa lirih.

Melihat tingkah kocak Kasturi, Amanah jadi ikut tertawa. Sebab wajah Kasturi yang selalu membuat Amanah Bahagia dan selalu ingin tertawa. Walau sebagai anak gadis dari orang tua yang tak mampu atau di bawah sejahtera. Iya harus ikut banting tulang bekerja demi menyekolahkan adik-adiknya yang masih mengenyam bangku sekolah.

Amanah harus merelakan membatalkan cita-citanya yang tinggi dan harus pergi bekerja sebab masih ada adik-adiknya yang harus mengenyam pendidikan.

Bertemu sosok pemuda seperti Kasturi menjadi warna tersendiri bagi Amanah. Kasturi yang berjiwa humoris selalu dapat membuat Amanah tersenyum lepas di bawah kehidupannya yang sama kerasnya dengan Kasturi.

Namun persahabatan mereka selalu dihampiri rintangan mulai dari teman-temannya yang ingin memiliki Amanah Bahkan tak jarang ada tangan-tangan yang jail dan usil ingin menjamah tubuh Amanah. Saat itu pasti selalu ada tangan Kasturi yang menampik tangan jalang dari pemuda jalang yang lain.

Tapi yang membuat Kasturi selalu gagal bertemu Amanah adalah sifat kakak ipar Amanah yakni juragan dari Kasturi sendiri Mas RT Sumadi. Seperti hari ini saat setelah Shalat Magrib di Masjid desa,

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Cacak_Endik_6581creators' thoughts