webnovel

Papa Memaksa

7 Mei 2021

Papa Memaksa

"Kalila, ingat kamu sudah berusia berapa sekarang?" tanya Papanya dengan tegas.

"Terus, apa hubungannya kalau Kalila berusia 35 tahun! Ada yang salah dengan usia Kalila. Lagi pula, Kalila tidak ingin membahas masalah itu lagi dan lagi untuk sekian kalinya. Papa selalu saja memaksa aku untuk cepat nikah. Emangnya, aku tak boleh menentukan hidupku sendiri?" tanya Kalila balik pada Papanya sambil menatap dengan penuh amarah.

"Kalila, kamu itu anak Papa satu-satunya, pewaris perusahaan Papa dan Mama. Kalau kamu tidak punya suami, siapa yang akan memberikan cucu pada kami berdua. Papa hanya ingin yang terbaik untuk kamu, sebagai seorang Papa, pastinya ingin melihat anaknya bahagia." Pungkas Papanya Kalila yang bernama Beni Sahputra dengan sangat emosional.

"Apa yang salah dariku Pa, apa selalu setiap keinginan Papa Kalila harus ikuti? Kalila punya hak untuk memilih apa yang Kalila inginkan, berhenti untuk memaksa aku menikah. Kalila muak dengan semua paksaan Papa. Selalu saja yang di bahasa soal pernikahan. Apa nggak ada apa hal yang lainnya, bete banget!" ucap Kalila dengan sangat marah pada Papanya.

"Papa kamu itu benar Kalila sayang. Mama juga setuju dengan ucapan Papa kamu yang pingin melihat anaknya menikah, apalagi usia kamu sudah 35 tahun. Selama ini kami berdua sebagai orang tua selalu saja diam. Tapi ini sudah waktunya untuk kamu menikah, punya suami terus ada anak yang lucu. Coba kamu pikirkan lagi Kalila. Jika perlu nanti Mama dan Papa yang akan carikan calon suami untuk kamu. Calon yang ganteng, yang baik pokoknya sesuai selera kamu Kalila sayang. Bagaimana apa mau menikah secepatnya?" tanya Mama Kalila yang bernama Rosa.

"Astaga Mama! Kalila benar-benar marah banget ya sama kalian berdua. Tega banget suruh Kalila buat cepat-cepat nikah. Kalila bisa hidup sendiri nggak perlu ada pernikahan apapun. Mau usia Kalila 35 tahun atau lebih sekalipun, pokoknya Kalila bisa sendirian, nggak perlu nikah. Stop paksa aku buat cepat nikah sama cowok manapun." Ujar Kalila dengan suara yang melengking tinggi.

"Mama heran sama kamu Kalila, di suruh buat enak-enak malah nggak mau. Nikah itu menyenangkan tahu, ada yang akan menemani kamu setiap malamnya. Jadi nggak sendirian lagi, mau ya buat nikah! Mama pingin banget punya cucu dari kamu Kalila. Ayo Kalila sekali saja turuti permintaan Papa dan Mama kamu ini. Sampai kapan jadi perawan tua seperti ini?" celetuk Mamaku dengan suara yang sedih.

"Pokoknya Kalila nggak mau menikah sama siapapun. Mau Papa sama Mama maksa intinya, Kalila tetap nggak kepingin buat nikah. Aku muak banget sama ucapan kalian selalu saja bahas pernikahan, aku senang sendiri aja Ma. Tolong Papa juga ngertiin perasaan aku yang belum siap buat nikah sama siapapun." Tegas Kalila dengan mata yang sangat kecewa pada Papa dan Mamanya karena sudah memaksa untuk segera menikah.

"Tidak bisa seperti itu Kalila, pokoknya Papa akan carikan kamu jodoh secepatnya. Mau tidak mau, suka tidak suka Papa akan nikahkan kamu dengan laki-laki pilihan Papa." Tutur Beni Sahputra yang tak lain adalah Papanya Kalila.

"Tuan Beni Sahputra yang terhormat, aku ini anak Anda! Bukan boneka yang bisa Anda suruh sesuka hati dan di perintah. Pokoknya Kalila nggak mau!" sahut Kalila yang kemudian berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Kalila! Papa belum selesai bicaranya sama kamu. Kurang ajar sekali bicara seperti itu pada Papamu sendiri. Kalila intinya Papa akan tetap carikan jodoh untuk kamu, mau tidak mau! Kalila dengar omongan Papamu ini!" teriak Papanya Kalila dengan penuh amarah.

"Sudah Pa, jangan jangan marah terus. Kita kasih waktu saja untuk Kalila buat sendiri dan berpikir jerniah. Jangan di paksa untuk sekarang ini. Kasihan jika Kalila tertekan dengan ucapan kita." Ucap Rosa yang tak lain adalah Mamanya Kalila, sambil menenangkan sang suami yang terbakar amarah.

"Kenapa sih Ma, anak kita satu-satunya itu sudah usianya 35 tahun tapi belum juga mau nikah? Apa ada yang salah dengan didikan kita sebagai orang tua selama ini. Papa berharap banyak hal pada Kalila nantinya bisa meneruskan perusahaan kita Ma. Papa juga kepingin punya cucu dari Kalila. Padahal di usia Kalila seharusnya sudah punya anak dan kita bisa bermain dengan cucu, seperti teman-teman Papa yang lainnya." Celoteh Beni Sahputra dengan nada suara yang sedih.

"Pa, bagaimana pun Kalila belum siap buat nikah untuk saat ini jangan di paksa dulu. Biarkan Kalila merenung di kamarnya, sampai suatu saat nanti Kalila akan menemukan cinta sejatinya. Mama yakin suatu saat Kalila anak kita satu-satunya akan menikah, tapi bukan sekarang. Papa yang sabar ya, jangan mudah emosi sama Kalila." Nasehat Rosa pada suaminya itu sambil mengelus pundaknya.

Sedangkan di satu sisi, tepatnya di kamar Kalila sedang merenung dengan sedihnya. Apa yang salah pada dirinya hingga harus di paksa untuk segera menikah. Padahal sejujurnya Kalila belum ingin menikah dengan siapapun kecuali dengan kehendak Kalila sendiri. Hatinya sangat sedih sekali memikirkan tentang takdir hidupnya, akankah Kalila bisa memberikan seorang cucu pada Papa dan Mamanya.

"Ayolah Kalila, kamu tidak perlu sedih. Kamu itu tidak perlu menikah kalau tidak mau. Semangat Kalila!" gumam Kalila dalam hatinya sambil menitikan air mata.

Sudut mata Kalila tak sanggup menahan genangan kesedihan lagi, setiap kata-kata dari Papanya yang minta Kalila untuk segera menikah membuat dirinya sangat terluka. Apalagi jika Papanya selalu saja membahas masalah usia Kalila yang kini beranjak 35 tahun. Seakan Kalila adalah perawan tua saja. Yang tak laku di mata pasaran lelaki. Hati Kalila pastinya hancur sekali, tapi apa boleh buat permintaan dari sang Papa dan Mamanya adalah Kalila segera menikah. Mengakhiri masa kesendiriannya selama ini.

Tiba-tiba pintu kamar Kalila berbunyi, sepertinya ada seseorang yang sedang mengetuk pintunya.

"Siapa?" tanya Kalila sambil menghapus air matanya.

"Ini Mama Kalila sayang. Tolong di bukakan pintunya. Mama perlu bicara sama kamu. Mama minta maaf ya, kalau bikin hati kamu sedih. Maafkan juga ucapan dari Papa kamu yang mungkin tidak sengaja menyakiti hati kamu." Tutur Mama padaku dengan penuh kasih sayang.

Kalila tidak menjawab sepatah katapun ucapan dari Mamanya itu. Kalila diam sejenak dan berpikir tentang masalah ini harus di selesaikan dengan cepat. Kalila memutuskan untuk segera bangun dan membuka pintu kamarnya yang ia sengaja kunci agar tak ada satu orang pun yang bisa masuk di saat dirinya menangis tadi.

"Ada apa?" pungkas Kalila sambil membuka pintu kamarnya.