webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
102 Chs

Aku Bukan binatang buas

"Sudah puas bertemu dengan kekasihmu di sini?" Ryan mengeluarkan kata-kata yang menakutkan Kira disaat mata mereka bertemu.

"Oh Ya Rob.. Habislah akuuuu... Aku ingin tidur dan pulang untuk beristirahat. Tapi dia sudah menemukanku dengan Farid lagi.. Owh... Bagaimana ini!" hati Kira menciut melihat Ryan dan mendengar kata-katanya barusan. Tenaganya seperti etanol yang menguap ke udara.

"Huuh.. Pria bodoh ini lagi... Baiklah, aku akan mencoba membantu Kira dengan caraku!" Farid menyeringai puas

"Kau jangan salah sangka! Kira tak melakukan apapun. Tapi, kalau kau salah sangka dan ingin menceraikannya, aku akan selalu bersedia menampung dan menjadikannya istriku! Hahahah" Farid tak peduli dengan ketakutan Kira, dia tetap mengatakan apa yang ingin dikatakannya

"Owh.. Orang dibelakangku ini.. Dia bisa membuat aku hancur berkeping-keping! Bagaimana ini.. Ya Rob.. Tolongkah aku.. Aku mohon.. Bantulah aku kali ini.." Kira sungguh ketakutan melihat senyum Ryan yang sulit diartikan dihadapannya sekarang.

"Kau, jangan pernah bermimpi aku akan melepaskan istriku untukmu! Walaupun kau melihat mayatku, hantuku tak akan membiarkanmu mendapatkan istriku!" Ryan tersenyum sinis ke Farid sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Hahaha.. Baiklah. Aku menunggu saat itu.. Hantu.. Hahah.. Aku tak akan takut dengan hal semacam itu. Kau hanya bisa menontonku dengan Kira, tapi kau tak akan bisa menyentuh kami." Farid makin menjadi.

"Huff.. Farid.. Aku harus melakukan sesuatu denganmu kalau aku ingin tidur nyenyak malam ini!" Kira menyiapkan hatinya untuk menghindari Farid. Yang harus di ingat, Farid lebih pandai memainkan kata dari Ryan. Dan ini akan sangat berbahaya. Kira menyadari ini. Kira berusaha menghentikan kegilaan Farid dan kemarahan Ryan.

"Farid sudahlah, jangan memperburuk suasananya dengan imajinasimu! Aku tak akan pernah bersamamu sampai kapanpun melebihi dari menjadi seorang teman." Kira menengok untuk menghentikan ocehan Farid. Dan dengan kode matanya, Kira berhasil memberi tahu Farid untuk pergi.

"Hmmm... Baiklah, sepertinya aku sudah tak dibutuhkan! Aku permisi! Kira, besok jangan telat. Jam delapan! Kau belum buat larutan asam sulfat!" Farid pergi dan meninggalkan Kira bersama Ryan.

"Huffff.. Aku selamat! Satu sudah teratasi. Tinggal satunya lagi!" Kira merasa sedikit lega di hatinya, walaupun dia masih ketakutan.

Susana hening untuk sementara setelah kepergian Farid. Tak ada kata-kata yang dikeluarkan Ryan. Dia hanya mengamati Kira. Begitu juga Kira, hanya tertunduk tak tahu harus berbuat apa pada Ryan.

"Mau sampai kapan kau berdiri di sana?" kata-kata Ryan memecah kesunyian diantara mereka.

"Ehmm... Suamiku.. Aku..."

"Mendekatkah!"

Dengan patuh Kira berjalan mendekat ke Ryan.

"Maafkan aku.. Aku tak ada maksud untuk tak mengangkat teleponmu tadi.. aku seperti kehilangan kontrol atas diriku dan menjadi ga waras." Kira meminta maaf pada Ryan.

"Mendekatlah!"

"Hah... Kami sudah berjarak sedekat ini, kurang dari satu meter, tapi dia menyuruhku kebih dekat lagi. Apa dia menyuruhku menubruknya?" Kira tak tahu maksud Ryan dan terus mendekat.

"Mendekatlah seperti ini!" Ryan memeluk Kira dengan sangat erat. Pelukan hangat di malam yang dingin.

Pelukan yang membuat hati Kira justru semakin rapuh dibuatnya.

"Suamiku.."

"Kau memanggilku apa?" tanya Ryan lembut.

"Suamiku.." Kira mengulanginya lagi.

"Aku suka kau memanggilku seperti itu.. Kau harus selalu ingat kalau aku suamimu.. Panggil namaku, Ryan.. Kalau kita sedang bercinta. Aku suka kau menanggil namaku.. Dan jangan berlari lagi kalau hatimu sedih.. Datanglah padaku.. Aku akan memelukmu seperti ini, ceritalah kepadaku. Kau ingin aku jadi suamimu, kan? Jangan pergi ke tempat lain. Datanglah padaku. Kau harus ingat. Aku bisa membuatmu hancur berkeping-keping.. Tapi aku lebih bisa membuatmu bahagia."

"Apa yang dikatakannya? Apalagi ini? Apalagi yang diinginkannya dariku? Sekarang justru dia berbicara semanis itu padaku? Mau apa dia? Apa yang terjadi padanya?" Kira tak menyangka dengan apa yang didapatkannya malam ini. Ryan tak memukulinya. Tak menarik paksa, tak memakinya, justru berkata-kata lembut. Bagaikan mimpi. Kira bahkan tak tahu harus berbuat apa. Senangkah? Sedihkah? Dia bahkan lupa bagimana caranya tersenyum setelah mendengar kata-kata Ryan..

"Hahaha. Bagaimana kata-kataku tadi ya? Pasti aku terdengar sangat Keren kan? Harusnya aku suruh Andi ke sini untuk merekamnya! Aku pasti terlihat hebat. Dia pasti luluh mendengar kata-kataku kan?" Hati Ryan sudah bagaikan memenangkan tender ribuan juta dollar.

"Kenapa kau diam, ShaKira Chirunisa?"

"Ehmmm.. Kau tak marah padaku?"

"Fuuuuuh!" Ryan menghela napas panjang dan melepaskan pelukannya pada Kira. Kini Ryan memandang mata Kira, membuat mereka saling berpandangan satu sama lain.

"Aku bahkan ingin membunuh dan meminun darah kakak tingkatmu tadi!" Ryan tersenyum dengan senyum mengerikan.

"Haaaah..betulkan, kata-kata manisnya tadi mengerikan! Untung aku tak terjebak memujinya setinggi langit! Huffff" Kira mencibir, tentunya Ryan tak akan tahu ini, kecuali Ryan membuka niqob Kira.

"Kenapa kau tak menjawabku? Kau takut?" Ryan masih tak merubah senyumnya.

"Maafkan aku.. Kali ini aku sudah salah.. Kau boleh menghukumku."

"Betulkah?" Ryan tetap mencecar mata Kira untuk melihat kejujurannya.

Kira mengangguk

"Hah, kau takut padaku.. Tapi tetap berusaha mengangguk..kau takut aku menghukummu. Kan? Hahaha.." Ryan sangat pandai melihat kebohongan dari tatapan mata seseorang. Tentu saja tak terkecuali mata Kira.

"Huff.. Bodoh, harusnya aku minta maaf...minta maaf.. Bukan justru mendorongnya untuk menghukumku.. Bodooh kau Kiraaaa!" Kira sudah memaki kalimatnya tadi pada Ryan yang membuatnya akan mendapatkan hukuman sekarang.

Ryan membuka niqob Kira di taman yang semakin larut, sepi, hanya ada asisten Andi dan bodyguard dengan jarak lebih dari lima puluh meter. Tentunya tak melihat Kira karena terhalang oleh tubuh Ryan.

Ciumann lembut diberikan oleh Ryan di bibir Kira, yang tentunya dibalas juga oleh Kira. Ryan memeluk Kira.. Memberikan ciuman dengan tingakatan yang semakin lama semakin penuh hasrat dan gairah.

Tapi Ryan menghentikannya kali ini, di saat Kira mulai bergairah. Dia menutup kembali wajah Kira dengan niqob.

"Ingat yang tadi aku lakukan.. Mulai saat ini, kenanganmu di taman ini adalah bersamaku. Aku memelukmu di sini dan menciummu! Apa kau mengerti?" Ryan menatap mata Kira, dengan tangannya mengelus lembut wajah Kira.

Kira mengangguk paham

"Apa yang diinginkannya? Kenapa dia begitu baik padaku sekarang?" Kira menatap Ryan dengan penuh tanda tanya.

"Kau lihat, Willy! Dia aman denganku.. Bahkan sekarang aku membuat kenangan baru dengannya di tempat ini!" Yah, ini memang salah satu tujuan Ryan yang sebenarnya.. Dia ingin membuktikan pada Willy kalau dia tak berbahaya untuk Kira. Ryan bukan penderita gangguan mental seperti yang dikatakan Willy tadi dan Kira akan selalu aman dengannya. Itulah misi Ryan.

"Kau benar-benar sudah mengerti, harus mengingat apa di taman ini?"

Kira mengangguk.

"Ya, mengingatmu menciumku, kan?" Kira tersenyum simpul mendengar gumaman dalam hatinya.

"Hmm.. Bagus kalau kau ingat. Sekarang ikut aku pulang! Bersiaplah, aku tak akan memberikan belas kasihan padamu! Kau.. Sudah berduaan dengan lelaki yang tak aku sukai di taman ini tadi! Kau tahu betapa kesalnya aku, hah? Ayo pulang!"