webnovel

Chapter 6- ayo menikah

Uap kopi menerpa penglihatanku, membentuk embun di ujung bulu mataku. Untuk ketiga kalinya dalam bulan ini, aku bersyukur memakai maskara tahan air. Tiga pertemuan yang selalu berhubungan dengan dia. Merasakan setetes air terjun ke meja, kuberpikir, sekarang ku masih berpegang tangan dengan kabut harapan, tetapi apakah yang menungguku adalah kejatuhan abadi ?

Dari jendela kaca di sebelah kananku, terlihat sebuah taman dengan pepohonan yang rimbun. Dalam kesunyian yang mengekang kami berdua, aku memperhatikan dua burung terbang menuju cakrawala. Apa yang harus kulakukan agar dapat menjadi burung itu ?

Bebas dari jeratan terpasang di setiap ranting yang kuhampiri, menjelajahi dunia yang tak pernah berakhir dengan belahan jiwaku, seakan - akan itu takdir kami. Sinopsis tak realistis. Mimpi yang tak terwujudkan. Mengapa aku masih memegangnya?

Satu tegukan flat white memasuki mulutku, tetapi aku masih bermimpi. Terjebak diantara awan - awan. Tak mengetahui hal tersebut, pria misterius itu mengetuk meja dengan pola dua ketukan cepat dan satu lambat. Cappucino di depanya tidak tersentuh.

Tanpa berusaha menyembunyikannya, sorotan matanya tertuju kepadaku. Seperti signal tersembunyi menyuruhku berbicara. Tapi daripada seperti paksaan itu lebih terasa lebih menyerupai ajakan. Seakan di depanku adalah teman karibku dan aku sedang berada di dalam sesi curhat.

"Apakah kamu penasaran…?" Kumulai, nadaku lebih rapuh dari kurencanakan. Entah kenapa aku takut terlihat buruk di hadapannya. Takut akan kehilangan dia yang tidak pernah menjadi milikku.

Untuk menyembunyikan ketegangan yang kurasakan, aku mengambil cangkir kopi itu lagi, tidak menyadari bahwa sesungguhnya sudah kosong. Dan aku langsung menyesal. Untungnya pria itu pura- pura tidak menyadarinya.

Ketukan yang awalnya menjadi satu - satunya pelarian dari pemikiranku berhenti. Seperti memerlukan aktivitas baru, tanganya melonggarkan dasi hitam bergarisnya, membuatnya terlihat lebih kurang tegas dibandingkan sebelumnya.

"Penasaran," hatiku jatuh 6 meter di bawah tanah, dan sebagian diriku ingin ia tetap disitu, aman dari semua hal. Tetapi kata - kata selanjutnya menggalinya kembali, "tetapi berbicara atau tidak itu adalah keputusanmu."

"Keputusanmu," Sudah berapa lama sejak aku dengar kata itu. Seperti waktu aku berada di bawah pengaruh alkohol, pria itu selalu dapat membaca keinginan hatiku. Seakan - akan dinding yang aku pasang transparan. Dan aku adalah sehelai kertas buku di tanganya.

Seharusnya, aku menjaga situasiku sendiri. Seharusnya, aku menutup mulutku dan segera pergi dari situ. Seharusnya aku tidak membiarkan diriku tergoda olehnya. Lebih baik jika tidak ada yang mengetahui masa laluku. Tetapi, bibirku bergerak dengan sendirinya.

Tanpa berhenti untuk menghela nafas, aku bercerita. Tentang adik yang ku tinggalkan di rumah gelap itu, tunangan yang dipilih serampangan oleh ibuku dan Jason Cua, lelaki sampah yang selingkuh dengan teman dekatku. Kuhabiskan segala kekuatanku untuk tidak berbicara mengenai hubungan rentanku dengan ibuku.

'Ini sudah melebihi batas'

Saat membicarakan cerita hidupku, ku sudah menyiapkan diriku untuk berbagai macam skenario reaksinya. Kata - kata pahit yang mengkritik diriku. Kata - kata bijak yang mendikte pilihan hidupku. Dorongan untuk balas dendam. Penghiburan yang simpatik.

Tetapi, balasan dari pria itu berbeda dari ekspektasiku. Seakan - akan aku adalah sebuah pemain baseball yang mengharapkan bola lurus hanya untuk diberikan bola melengkung.

"Kalau begitu masalahmu terselesaikan jika kamu menikah?"

"…. Iya."

Aku merasa perspektif yang ia pakai sedikit aneh. Apakah ia menyuruhku untuk menikah ? Ternyata dia sama saja dengan yang lain. Ku mencemooh diriku sendiri. Sampai, kalimat selanjutnya menggoyahkan ku.

Jika bantuan dari pria misterius itu kemarin membuatku tercengang, kata - kata selanjutnya membuatku berpikir aku gila. Dengan nada ringan seperti membicarakan hal sepele, ia melamar.'

"Ayo menikah. Kamu. Dan aku."

____________

"Maaf? Apa yang kamu katakan, sepertinya aku salah mendengar ?." Aku bertanya, kebingungan bagaimana mungkin pria misterius itu melamarku segampang itu. Sepertinya aku berkhayal , karena seringnya aku membaca novel.

Tanpa menunjukan perilaku aneh, pria misterius itu terus menatapku dengan matanya yang terlihat dalam seperti danau. Jika bukan karena ruangan di hatiku ditempati Jason, cowok berengsek itu, kurasa ku akan terhanyut.

Penampilan yang memikat , karakter yang murah hati. Perkataan yang dapat menerobos pertahanan. Semua pengamatanku atas pria misterius itu membuatku berpikir bahwa ia bukan orang yang kesulitan mencari pasangan. Aku pasti berhalusinasi karena kesepian.

Kali ini ku putuskan untuk menangkap perkataan yang dia ucapkan. Kumajukan sedikit tubuhku depan, untuk mengurangi jarak diantara kami. Ku tingkatkan Konsentrasi 100 %. Tetapi, kata - kata yang keluar dari bibirnya sama persis dengan terakhir kali.

"Ayo menikah. Kamu dan aku."

Dalam sekejap, kupu - kupu timbul di perutku dalam pengkhianatan terhadap Jason. Tidak peduli bagaimana aku melihatnya ini salah. Aku bukan wanita gampangan seperti itu Apakah benar pada akhirnya penampilan itu segalanya ?

"Dengar, aku sangat bersyukur kamu menyelamatkan aku. Tetapi, kita saja belum berkenalan, bagaimana bisa kita menikah?" Sahutku, merasa bahwa ada sesuatu hal yang salah dengan orang tersebut.

"Itu masalah gampang, Eliana" ia meyakinkan aku seperti orang tua mengajarkan pengetahuan umum ke anaknya, " Namaku Cassius Dawson. 35 tahun. Seorang pengusaha."

Ternyata ada orang dengan penampilan penipu. Jelas - jelas dia terlihat seperti di awal 30, bahkan bisa lulus untuk akhir 20 karna kemudaannya . Tapi itu menjelaskan aura dewasanya. Sebuah pesona yang tidak Jason akan pernah bisa miliki.

Tunggu sebentar-

"Bagaimana kamu mengetahui identitas aku ?"

Kelopak bibir yang awalnya terlihat seperti seni bertambah hangat, senyuman yang memanjakan. Ku hampir berpikir ia akan membelai kepalaku. Sebegitu, dalam cinta yang diperlihatkan dalam tatapannya . Untuk sementara, ku bayangkan siapakah yang ada di benaknya.

"Terakhir kali kamu tinggalkan nomor hp beserta nama kamu."

Pikiran itu terhapuskan sekejap oleh rasa malu. Aku mengumpat berkali - kali. Bagaimana aku bisa melupakan atas hal tersebut ? Eliana, Eliana. Ingatanmu bagus sekali. Kurasa kuselalu mempermalukan diriku di hadapannya.

Pandanganku mengintip ekspresinya. Tidak ada perubahan. Setidaknya ia tidak menertawakanku.

Sekali lagi ku bersyukur, bahwa pria ini tidak seperti Ken yang pasti akan memakai kesempatan ini untuk mengolokku.

"Sekarang kita sudah berkenalan."

Keluhan sempat keluar dariku, tetapi seperti dapat membacaku, ia menganalisa bagaimana pernikahan ini dapat membantuku.

"Jika setuju, kamu akan bebas dari genggaman keluargamu, Ken tidak akan memiliki alasan untuk mengganggumu. Dan kamu akan bisa balas dendam kepada mantan pacarmu."

Ia mulai mengetuk meja itu lagi.

"Tentu saja, pernikahan ini berada di tanganmu. Jika kamu mau menghentikannya dan meninggalkanku."

Dengan natural ia mengulurkan tanganya kepadaku, seperti mengharapkan aku untuk mengambilnya. Setelah aku merenungkannya sejenak, aku menyadari bahwa yang meraih keuntungan itu hanya aku.

Meskipun tahu bahwa tidak ada makanan gratis di dunia ini. Kata - katanya terlalu magnetik, seperti gravitasi yang menarik bumi kepada matahari. Mengabaikan apakah obat yang diberi kepadaku itu beracun atau tidak. Aku menggenggam tanganya, kurangnya ucapan sebagai tanda setuju.

Daripada menjabatnya, pria misterius itu- tidak- Cassius, mencium tanganku. Mengingatkanku akan ksatria yang berjanji kepada tuannya.

"Kau tidak akan menyesalinya."

Tanpa sadar, hatiku berdesir, meninggalkan riak berantai di jalanya. Apakah ini hanya goncangan sementara atau permulaan suatu gelombang ku tidak tahu. Tetapi yang kutahu, pria ini berbahaya untuk hatiku.

Tambah hari, ku tambah membingungkan

Editorku -ibuku- berkata “tidak apa - apa, anggap saja ini novel gaya puitis.”

Kuharap kalian menyukainya.

Maaf telat update, hari ini sangat sibuk dan aku ketiduran.

Livylivalivecreators' thoughts