webnovel

Tidak Bisakah Kau Membiarkan Mereka Hidup?

Dalam waktu singkat, kapal besar dengan bendera hitam itu akhirnya berhasil mengejar dan menghadang kapal si pria tua. Dan tanpa peringatan apapun, pria dengan rambut gimbal tadi dan semua awaknya langsung saja meloncat ke kapal bobrok itu.

"Hoo… Apa tembakan kecilku tadi melukainya?" Ejeknya sambil menatap ke arah Aria yang duduk di samping Rei, yang kelihatan pingsan dengan kain terikat di kepalanya. "Dari bajunya, sepertinya dia seorang bangsawan ya."

Aria tidak kelihatan takut, tapi dia sama sekali tidak menjawab apa-apa. Jadi akhirnya si pak tua harus menyela. "Oh, tuan bajak laut, tolong lepaskan kami. Di kapal ini sama sekali tidak ada apa-apa! Palingan cuma beberapa koin emas yang tadi diberikan tuan bangsawan itu--"

BETS! Tanpa ba-bi-bu, si bajak laut langsung menendang si pak tua dan merebut kantong uang itu. "Yah, walaupun cuma sampah, setidaknya pasti akan ada beberapa barang yang bisa dijual." Balas si bajak laut yang kemudian memberi isyarat pada para awaknya untuk menjaga sang kapten dan yang lain, selagi sisanya mulai mengambil semua benda yang bisa mereka ambil.

"Bos, mereka punya anggur!" Ujar salah satu awak bahagia.

"Ditambah 2 wanita. Kita sangat beruntung hari ini!" Balas yang lain ikutan tertawa. "Atau, yaa, satu setengah." Tambahnya sambil tertawa mengejek ke arah Feny.

Lalu pria gimbal itu pun mendekat ke arah Aria dan mengacungkan pedangnya ke lehernya. "Dan kau juga kelihatannya seorang penyihir. Pelayannya?" Tanyanya, tapi Aria tidak menjawab.

"Tentu, tentu! Daripada repot-repot melawanku sendirian, yang sudah pasti tidak berguna, lebih baik kalau kau diam saja di lantai, seperti kebanyakan wanita lemah lainnya. Aku suka wanita yang tahu diri! Haha!"

Tanpa bisa berbuat apa-apa karena diacungkan pedang di leher mereka, Aria dan sepasang ayah-anak itu cuma bisa diam selagi kapal mereka dirampok. Baru setelah memindahkan semua sampah itu ke kapal mereka sendiri, salah satu awak pun kembali bicara, "Bos, mereka mau diapakan?"

"Hm, buang pria tua dan bocah itu ke laut. Dan bangsawan ini juga." Perintahnya. Baru kemudian dia menarik Aria berdiri dengan paksa. "Kita bawa yang ini saja." Katanya yang kemudian diikuti oleh tawa menjijikkan semua awaknya.

"Tunggu, kumohon. Setidaknya lepaskan Feny!" Kata Aria. "Dia sudah seperti adikku. Kumohon."

Tapi si kapten bajak laut malah mengacungkan pedangnya lagi. "Kau mau main-main denganku? Kau kan tadi berusaha meninggalkannya."

"Itu karena pria itu yang memaksaku pergi dengannya! Padahal Aku juga tidak mau." Balasnya menjelaskan. "Kumohon. Jangan Feny!" Katanya lagi.

Walaupun kelihatan ragu, bajak laut itu ternyata mulai sedikit mempercayainya. 'Yah, bocah itu sepertinya bukan penyihir, jadi harusnya tidak masalah. Aku bisa menjadikannya tukang pel atau semacamnya…' Pikirnya.

Meski setelahnya dia malah menarik Feny dan mengalihkan pedang ke lehernya. "Tapi kalau kau berani macam-macam, Aku akan langsung memotong lehernya." Ancamnya pada Aria.

"...Berarti tidak masalah kalau Aku yang macam-macam?" Terdengar suara pelan dari bocah yang masih dicengkramnya.

"Hah? Memangnya bocah sepertimu bisa apa--Kgh?!"

Dengan belati yang daritadi dia sembunyikan di celananya, Feny pun berhasil menusuk perut si pria gimbal itu.

"Apa--Sialan!" Si pria gimbal itu langsung berusaha mengayunkan pedangnya pada Feny. Tapi karena pegangannya oleng, Feny langsung bisa menghindarinya dengan mudah.

Bahkan saat dia berusaha melemparkan bola api padanya, sihirnya juga tidak mau keluar seperti yang dia inginkan. Samar tapi pasti, dia tahu sihir di tubuhnya mulai menghilang. "Apa yang…"

"Bodoh! Kalian jangan berdiri saja! Bunuh mereka semua!" Teriaknya lagi pada para awaknya. Tapi tidak satu pun dari mereka kelihatan bergerak satu langkah pun. "Apa yang kalian lakukan? Cepat bunuh mereka!"

"...Bos, Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku!" Sahut salah satunya.

"Apa…?" Butuh waktu beberapa saat, tapi akhirnya si gimbal itu menyadari keanehan yang terjadi di lantai geladak kapal itu. Bayangan mereka lebih tepatnya, yang dengan samar kelihatan terhubung dengan bayangan Aria.

'Wanita itu!'

BUK! "Haha!" Seru si pria tua yang dengan senangnya langsung memukul satu per satu bajak laut yang ada di dekatnya. "Siapa sangka rencananya benar-benar berhasil!" Serunya semangat.

BRUK! Tapi tidak sampai berapa lama, Aria yang kelihatan tertekan akhirnya terjatuh ke lantai.

Padahal saat tadi buru-buru mempelajarinya dan mencobanya pada Rei, Aria tidak terlalu kesulitan. Tapi menahan hampir 20 orang sekaligus--yang berusaha meronta sekuat tenaga mereka--benar-benar membebani baik sihir dan tubuhnya.

BUK! BUK! Tapi sebelum para bajak laut itu bisa bergerak sesuka hati mereka, tiba-tiba saja ada balok kayu besar yang terbang mengamuk dan menghantam kepala mereka. Itu ulah Rei.

Bahkan Feny yang belum begitu tahu cara menggunakan sihir barunya juga berhasil merebut semua pedang mereka dan melemparkannya ke laut.

"Kau! Kau daritadi pura-pura pingsan?!" Gerutu si gimbal.

"Tentu saja. Memangnya kau pikir luka sekecil ini bisa membuatku pingsan." Sahut Rei santai, meski dia sama sekali tidak menoleh karena lebih sibuk membantu Aria duduk bersender di salah satu kotak.

Orangnya tidak pingsan, tapi wajahnya terlihat lebih pucat daripada saat dia menculiknya pagi tadi. Bahkan tangannya juga memerah seakan seseorang baru saja meremas tangannya sekuat tenaga.

"Kerja bagus. Serahkan sisanya padaku." Kata Rei.

Tapi sebelum Rei bisa pergi, Aria malah menahan tangannya. "Tapi, itu, tidak bisakah kau membiarkan mereka hidup?"

Rei sempat terdiam, tapi ternyata senyumnya malah melebar dengan bahagia. "Tentu saja bisa. Lagipula mereka memang lebih berguna kalau hidup."