webnovel

Aku Membutuhkanmu

"Hey-Yo! Hey-Ya!"

"Wa--!" Aria yang tadinya sedang sibuk memahat potongan kayu kecil langsung jadi kaget begitu mendengar ada orang yang menyembur masuk dan menyerukan kosakata aneh. Sehingga akibatnya bagian pucuk yang daritadi sudah dia buat hati-hati malah jadi patah.

"Apa kau tahu kalau itu cara orang-orang barat saling menyapa? Makanya kalau suatu saat kau bertemu dengan mereka, kau bisa menggunakannya. Hey-Ya!" Katanya lagi.

"Tuan Malven…"

Tidak membalas lagi, kali ini Hiki menyebarkan pandangannya ke sekitar dan mendapati situasi yang entah kenapa terasa familiar. Tumpukan buku, dan beberapa hasil eksperimen sihir. Pemandangan yang sudah pasti dia lihat kalau Rei main ke rumahnya atau dia yang pergi kerumah Rei. "Kurasa kegiatan penyihir memang mirip semua…" Gumamnya pelan.

"Tapi ini sudah lewat tengah hari. Kau tidak istirahat?" Tanyanya lagi dan kali ini Aria hanya diam kebingungan.

"Yah, Aku yakin Rei tidak bilang kau tidak boleh istirahat. Jadi bagaimana kalau kau temani Aku minum teh saja." Katanya dan setelah itu dia malah langsung memanggil pelayan untuk membawakan beberapa cemilan dan teh ke situ.

"Anu, saya baik-baik saja."

"Aku tidak." Potong Hiki yang sekarang sudah duduk si salah satu bangku dan menyingkirkan semua buku yang ada di atasnya. "Rei sedang sibuk mengurus barang-barang pesanannya, jadi Aku tidak punya teman bicara sekarang. Cepat duduk."

Aria terdiam sangat lama karena dia merasa tidak nyaman. Tapi karena dia juga tidak bisa sibuk mempelajari buku-buku tadi kalau Hiki terus memandanginya begitu, Aria pun akhirnya memaksakan dirinya duduk dan mendengarkan ocehan Hiki yang sedang bosan.

"Kue ini enak, kau tahu. Kau pasti belum pernah mencobanya kan?" Oceh Hiki terus. Tapi karena Aria tidak pernah membalas perkataannya dan cuma menyeruput tehnya saja, akhirnya dia pun menyerah.

Hiki tahu tipe perempuan seperti Aria tidak bisa diajak bicara hanya untuk obrolan ringan, jadi dia pun mencari topik yang sedikit lebih serius. "Tapi Aku benar-benar berpikir kalau Rei akan memintamu untuk mengajarinya sihir, tapi ternyata tidak ya." Katanya kemudian.

"Yah, dia tidak punya waktu sebanyak itu, jadi kurasa memang merepotkan kalau dia coba mempelajarinya lagi." Tambahnya.

"...Tidak punya waktu banyak?" Ulang Aria agak kaget.

Tapi Hiki malah jadi tertawa mendengar itu. "Ahaha! Tidak, tidak. Dia bukannya sakit. Walaupun kau mungkin inginnya begitu. Aku juga kadang-kadang." Katanya. "Cuma ya, itu, dia perlu melakukan sesuatu, dan dia cuma punya 2 atau 3 tahun lagi untuk melakukannya."

"Melakukan apa?"

"...Pokoknya ada. Kalau ingin, nanti Rei juga akan menjelaskannya padamu." Balas Hiki. "Atau mungkin kau yang akan menyadarinya sendiri. Soalnya itu juga bukan hal yang sulit ditebak."

Agak tidak paham dengan arah pembicaraannya, Aria akhirnya cuma bisa kembali diam. Tapi selagi mereka membicarakannya, Aria pun memberanikan dirinya untuk bertanya juga. "Anu, apa tuan tahu saya akan melakukan pekerjaan apa?"

PLAK! Tapi tiba-tiba saja Hiki malah menepuk tangannya dengan semangat. "Itu dia! Dia juga belum memberitahuku itu! Rei sialan." Katanya. "Maksudku, Aku palingan cuma tahu kalau dia akan membawamu ke ibukota. Tapi sisanya entahlah." Tambahnya.

Setelah itu Hiki mulai bergumam sendiri mengocehkan keluhannya mengenai Rei yang belum cerita banyak padanya. Tapi di sisi lain, Aria justru sebenarnya sangat kaget mendengar perkataan Hiki tadi. "Ke-Ke ibukota…?"

"Hm? Iya, soalnya Rei memang tinggal di sana--"

"Sedang apa kau di sini?" Sela Rei yang tiba-tiba masuk. "Hiki, kau pasti mengganggunya lagi."

"Kenapa? Aku cuma menyuruhnya istirahat sebentar karena kau menyuruhnya belajar seharian." Balas Hiki.

"A-Anu…" Tapi tiba-tiba saja Aria ikutan bicara. "Apa itu benar? Apa saya akan dibawa ke ibukota?" Tanyanya.

Rei melirik Hiki sebentar saat mendengar pertanyaan itu, tapi kemudian dia tetap menjawabnya. "Tentu. Soalnya rumahku ada di sana." Balasnya, dan air wajah Aria langsung berubah lemas. "Kenapa? Kau tidak suka?" Tanyanya, meski Aria hanya diam.

Walaupun bukannya melanjutkan topik itu, Rei ternyata hanya mendesah pelan. "Yah, itu masalah nanti. Daripada itu…"

BRAK! Rei tiba-tiba saja melemparkan dua borgol yang beku ke atas meja. "Aku tadi pergi untuk memeriksa teman-temanmu dan menemukan ini. Pasti kau sengaja kan membekukan rantai mereka supaya mereka bisa kabur."

DEG. Bukan cuma mencelos, kali ini Aria malah merasakan jantungnya langsung berpacu tidak karuan.

Secara teknis bukan Aria yang melakukannya. Tapi saat dia menyembuhkan Mika, dia juga sekalian menyembuhkan alihan sihir Mika. Jadi mungkin dia…

Akan jadi bohong kalau Aria tidak mengira ini, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau Rei akan memeriksa mereka dan langsung menyadari semuanya.

"Tadi mereka sempat menyerangku, jadi kau tidak bisa menyalahkanku kalau Aku jadi terpaksa mematahkan tangan mereka lagi."

Mendengar itu, Aria tiba-tiba saja spontan lari ke pintu. Meski tentu saja Rei langsung menahan tangannya dan menariknya kembali ke meja. "Ya ampun kau benar-benar merepotkan! Aku tidak membunuh mereka. Jadi diam dulu!" Gerutunya.

"Kau beruntung Aku sedang baik hati, jadi Aku tidak akan menghukummu meski kau baru saja menusukku dari belakang."

"Ya, kau kan memang sudah terbiasa dengan itu." Celetuk Hiki lagi, yang setelah itu langsung dilirik tajam oleh Rei.

"Jadi perjanjiannya masih sama. Selama kau menurut untuk bekerja untukku, Aku akan melepaskan teman-temanmu. Jadi iya atau tidak?" Kata Rei lagi, meski Aria masih diam. "...Apa sulitnya sih menuruti itu? Aku kan sudah bilang bukan memintamu untuk jadi pembunuh atau semacamnya."

"Apa lagi?" Sela Hiki lagi. "Tentu saja karena orang-orang seperti mereka tidak percaya dengan orang-orang seperti kita. Sudah hukum alam, kau tahu."

Tapi mendengar itu, Rei akhirnya terdiam dan melepaskan genggamannya pada lengan Aria. "Semakin dipaksa, semakin tidak mau, kah…?" Gumamnya seperti sedang mengulang perkataan orang lain.

Setelah itu dia terdiam sejenak, sebelum akhirnya kembali berkata. "Baiklah, kalau caramu seperti itu. Kau boleh bawa teman-temanmu pulang hari ini."

Melebarkan matanya, Aria lagi-lagi kaget mendengar perkataan Rei. Dia jadi tidak yakin yang suasana hatinya tidak karuan sebenarnya dirinya atau justru laki-laki ini.

"Mengenai sihirmu, yah, kurasa setidaknya cukup." Lanjut Rei sambil melirik ke sekitar. Walaupun belum ada yang selesai, dia bisa lihat kalau sihir Aria memang cocok digunakan dengan sihir mikro.

"Aku akan kembali ke ibukota hari senin, jadi putuskan sebelum itu." Lanjut Rei yang sepertinya sudah lelah duluan. "Dan obat untuk temanku, nih." Lanjutnya sambil melemparkan sebuah kantong kecil pada Aria.

Bahu Aria yang tadinya tegang setengah mati, akhirnya mulai melemas perlahan. "A-Anda serius?"

"...Aku benar-benar membutuhkan sihirmu." Balas Rei yang ternyata mulai memasang ekspresi serius. "Aku janji tidak akan memperlakukanmu dengan buruk di sana, jadi pikirkan tawaranku baik-baik."

"..."