webnovel

Episode 5 : Hal yang Meragukan.

Nian lalu masuk ke dalam rumah yang sudah sangat lama tak dia masuki itu, dia lalu berdiri di depan pintu masuk sembari menatapnya dengan tatapan sedih, atmosfer dan ingatan yang dulu biasa dia rasakan ketika dia sering di hukum untuk berdiri di depan pintu ini semalaman kembali masuk dengan paksa. Huffhh, kenapa semua kenangan buruk itu kembali padaku. Aku lebih berharap, kalau semua kenangan itu menghilang dariku.

Tak berapa lama, pintu pun terbuka, sesosok wanita paruh baya berpakaian pelayan yang mana rambutnya sudah mulai memutih keluar menyambut Nian.

"Ah, Nian, bukankah ini Nian," ucap pelayan tua itu.

Sontak, melihat sosok wanita yang sudah berumur itu, air mata Nian perlahan mengalir.

Bibi Zhang... aku tidak menyangka, bisa melihatnya lagi. Nian langsung memeluk sosok pelayan itu. Bagi Nian, sejak kepergian ibunya, kehidupan di rumah ini bagaikan neraka, hanya sedikit orang yang selalu baik padanya, termasuk Bibi Zhang.

Bibi Zhang hanya tersenyum sembari mengelus-ngelus punggung Nian yang sedang menangis itu. Bagi Bibi Zhang, Nian bagaikan keponakannya sendiri, dia sangat sayang pada Nian. Bibi Zhang kehilangan keluarganya sewaktu dia masih muda, ayah dan ibu Nian lah yang mengangkatnya dan memberinya sebuah keluarga baru, yaitu Nian.

"Bibi Zhang ... maafkan aku, setelah kepergianku, kehidupanmu di sini pasti berat. Aku benar-benar minta maaf Bibi," ucap Nian masih sedikit terisak.

"Aissh, kau masi saja cengeng seperti dulu. Bibi baik-baik saja, justru Bibi lebih khawatir dengan kondisimu. Saat kau pergi waktu itu, Bibi berusaha mencarimu, tapi tak kunjung menemukanmu, Bibi pikir, sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Bibi Zhang pasti tak berhenti menyalahkan dirinya sejak aku pergi, aku juga tahu kalau dia berusaha mencariku selama ini secara diam-diam ... dia sekarang terlihat tak muda lagi, rambutnya yang dulu hitam sekarang sudah mulai memutih.

Bibi Zhang kemudian teringat. "Nonaku, kau harus pergi dari sini, aku pikir, patriak mengundangmu karena merencanakan sesuatu yang buruk padamu."

Mendengar hal itu, Nian hanya tersenyum tipis membalas wajah khawatir bibinya itu. "Bibi tak perlu khawatir."

Aku sudah tahu akan hal itu, tak mungkin mereka memanggilku kembali tanpa ada sesuatu. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah itu. Setelah bertahun-tahun berlalu, Nian tercengang dengan kondisi rumahnya itu, hampir tak ada yang berubah sedikitpun, dari perabotannya, maupun orang-orang di dalamnya.

Saat melewati tangga, seseorang bergaun biru berambut hitam turun dengan anggun, dia lalu tersenyum manis ke arah Nian. "Nian, akhirnya kau pulang juga, aku sangat merindukanmu," ucap orang itu masih tersenyum.

"Aku pulang Ibu kedua, aku juga, 'sangat merindukanmu'," ucap Nian juga tersenyum.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Bibi Yuni masih bisa mempertahankan aktingnya ini, sungguh luar biasa, pantas saja dia pernah menjadi artis terbaik di masa lalu. Meski begitu, ini belum saatnya aku membalas dendam padanya, ada saatnya, kau akan memohon kematian padaku nanti, bibi Yuni.

"Ayo ke ruang tengah, Paman-paman mu dan juga kakekmu telah menunggumu di sana," ucap Bibi Yuni.

Mereka lalu pergi ke ruang keluarga, terlihat, semua orang sedang berkumpul menunggu kedatangan Nian. Di sana ada kedua Pamannya, anak kandung keluarga Fu beserta istri-istri mereka. Lalu ada juga sepupu-sepupu Nian yang lain, duduk di atas sofa tak menyisakan satu tempat pun untuk Nian duduk. Dan juga ... kakek Nian, duduk di kursinya sembari memegang tongkat memandang Nian dengan tajam.

"Syukurlah, kau bisa kembali ke rumah ini dengan selamat, Nian," ucap Kakeknya.

"Aku juga bersyukur bisa di panggil kembali, kakek," ucap Nian sedikit merendah. Dia sengaja berakting merendah pada keluarganya dan tetap low profile, karena baginya, ini belum saatnya balas dendam. Dia masih harus menggali informasi tentang kematian ayah dan kepergian ibunya di masa lalu.

"Aku langsung saja ke intinya," ucap Kakeknya membuang basa-basi, "kau telah dirawat sejak kecil oleh keluarga Fu, sudah saatnya kau membalas semua kebaikan itu."

Nian tersenyum diam-diam mendengar kata-kata kakeknya itu. Kebaikan keluarga ya ... sangat lucu.

Kakeknya lalu melanjutkan, "Keluarga Mo, saat ini sedang mencari menantu untuk anak pertama mereka, dan kebetulan, kakekmu ini pernah berjanji menikahkan salah seorang cucuku dengan cucu temanku itu. Dan orang yang akan mendapat kehormatan itu, adalah kau, Nian."

Tanpa basa-basi rupanya, hufffh, keluarga ini sudah tak punya harapan. Nian masih mencoba memasang ekspresi datar, menahan tawa yang hendak keluar karena kata-kata dramatis kakeknya.

"Sebelum aku menjawab kakek, aku punya sebuah permintaan dan dua buah pertanyaan."

"Tentu saja. selama itu masih bisa kukabulkan."

"Setelah menikah dengan keluarga Mo, aku ingin membawa Bibi Zhang untuk tinggal bersamaku."

"Hmm baiklah, itu mudah," jawab kakeknya.

"Lalu untuk pertanyaan pertama, kenapa harus aku yang dinikahkan, bukankah ada Oliv yang lebih layak? Apa lagi, keluarga Mo sangat terkenal dengan bisnis-bisnisnya, aku rasa Oliv lebih layak dariku," ucap Nian menyindiri Oliv yang sedang duduk manis.

Oliv yang dikatai begitu, tak langsung terpancing.

"Ehm, seperti yang kau tahu, selain dirimu dan Oliv, kedua sepupumu yang lain adalah laki-laki, sedangkan Oliv, sudah bertunangan dengan Ivan dan akan segera menikah dalam waktu dekat."

Sontak, mendengar kabar itu, Nian jadi terdiam. Dia benar-benar tak menyangka, kalau teman masa kecilnya yang selalu berada di sisinya, akhirnya menikah dengan musuh besarnya. Namun, Nian telah sadar dan tahu dari awal kalau ini akan terjadi, oleh karena itu, dia berusaha tetap tenang.

"Jadi hanya kau yang bisa dinikahkan dengan cucu temanku itu," ucap Kakeknya.

Nian memasang wajah serius, menatap kakeknya dengan dalam. "Baiklah Kakek. Kalau begitu, pertanyaan terakhir ... apa kakek tahu, siapa yang membunuh ayahku?"

Sontak, saat Nian bertanya seperti itu, suasana di dalam menjadi hening, semua anggota keluarga yang tadinya saling berbisik merendahkan Nian, kini terdiam membisu, begitu juga dengan kakeknya.

Tak berapa lama, akhirnya kakeknya bicara. "Jika kau ingin tahu jawabannya, lebih baik kau menjadi pengantin yang baik bagi keluarga Mo, dan ketika saatnya tiba nanti, aku akan memberitahukannya padamu."

"Ayah !" protes anak kedua dan pertama keluarga Fu.

"Ada apa Paman, kenapa terlihat begitu gugup," ucap Nian menyindir mereka.

"Ti—Tidak, Paman tidak gugup," ucap mereka mengelak.

Mereka pasti ada hubungannya dengan kematian ayahku. Aku pasti akan menyelidikinya, dan jika itu benar ada hubungannya dengan kalian, aku pasti membalas kalian berdua. Nian menahan kesal dalam hatinya.

"Kapan saatnya tiba?" tanya Nian.

"Setelah perusahaan Mo berdiri tinggi, baru aku akan memberitahumu," ucap kakek Nian.

Sepertinya dia sengaja membuat persayaratan tinggi seperti ini agar aku patuh pada keluarga Mo. Itu tidak masalah, tak peduli berapa lama, aku akan menahannya.

Tak lama, terdengar suara mobil berhenti tepat di depan pintu. "Ah, itu dia keluarga Mo, mereka telah datang."

Tak lama, masuklah seorang nenek-nenek dengan gaya angkuh ke dalam rumah keluarga Fu itu, diikuti oleh seorang perempuan cantik di belakangnya dan juga ... seorang laki-laki yang menggunakan perban di seluruh wajahnya, hanya menyisakan kedua matanya dan juga bibirnya yang terlihat.

Seluruh anggota keluarga Fu yang melihat kedatangan keluarga Mo itu langsung berdiri dan membungkuk hormat, bagaimana pun, status keluarga Mo lebih tinggi di dunia atas dan di dunia bawah dari pada keluarga Fu.

Nenek itu langsung duduk di kursi yang telah di siapkan keluarga Fu, "Langsung saja, dimana calon pengantinya?" tanya nenek itu angkuh.

Kakek Nian berjalan ke arah Nian sembari menggandeng tangan Nian menuju ke hadapan nenek itu. "Dialah orangnya," ucap kakek Nian tersenyum sopan.

Nenek itu, melihatnya dari atas ke bawah seperti sedang menyeleksi. "Meskipun tampilannya dan gayanya kurang, namun tidak buruk juga, aku akan mengambilnya. Soal kerja sama perusahaan yang sudah disepakati, biar sekretarisku saja yang mengurusnya."

Kerja sama perusahaan!? Jadi begitu ya, kakekku ternyata menjualku kepada keluarga Mo. Apakah, aku benar-benar anak dari keluarga Fu? Kenapa mereka tega melakukan hal ini padaku. Nian menghela nafasnya, saat dia menginjakkan kakinya di rumah ini tadi, jauh di dalam hatinya dia masih berharap kalau di rumah ini akan ada hal yang berubah walau hanya sedikit, namun setelah mengetahui tujuan kakeknya, dia kembali kecewa.

Tanpa berkata apa-apa lagi, keluarga Mo langsung pergi, namun, saat Nian hendak menuruni tangga yang ada di pintu masuk, dia tergelincir dan hampir jatuh, untung saja, sebuah tangan hangat datang menangkapnya.

"Kau tak apa?" ucap halus pemilik tangan hangat itu, dan dia adalah lelaki dengan perban tadi.

"A—Aku baik-baik saja." wajah Nian sedikit tersipu karena laki-laki tadi, entah kenapa tiba-tiba jantungnya berdegub kencang.

Aneh, kenapa aku tak merasa jijik dengannya, biasanya, setiap kali aku bersentuhan dengan pria lain, aku selalu merasa jijik dan mual, tapi dia ... entah kenapa aku merasa nyaman.

Nenek Mo yang melihat hal itu, hanya menatap mereka berdua dengan tatapan datar. "Hey, anak muda, kalau kalian mau mesra-mesraan, lebih baik di rumah nanti."

Sontak mereka langsung melepaskan pelukannya satu sama lain dan langsung mencoba menutup wajah mereka yang malu. Neneknya dan adik Yunfei yang datang bersamanya hanya tersenyum senyum sendiri melihat kelakuan canggung mereka berdua itu..

Bagaimanapun juga, aku telah menerima lamarannya, mulai besok pagi, lelaki ini adalah suamiku. Terlepas dari seperti apa rupanya, aku harus melayaninya dengan baik. Lagi pula, hanya lelaki ini yang bisa memberikanku perasaan hangat sama seperti ayah Hana. Sayangnya, dia bukanlah orang itu.