webnovel

Pelayan Itu Adalah Pengeran Baruku

Laki-laki macam apa yang akan lebih dipilih seorang gadis? Seorang CEO yang kaya, cerdas, sukses dan bersifat manis, atau justru sosok pelayan yang kalem, maskulin, dan 100% setia merawatmu setiap saat? Dilema inilah yang sedang dialami Citra, seorang artis populer berumur 20 tahun. Apakah dia menginginkan seorang pangeran, atau apakah hidupnya justru akan lebih baik kalau didampingi seorang pelayan setia? Citra harus segera memutuskan siapakah tunangannya yang sebenarnya, dan ini benar-benar membuatnya gundah! “ Aku mencintai Miko!” Tapi Miko tidak bisa mencintai Citra karena hatinya hanya untuk Yulia, mantan Miko. Lalu apa yang harus Citra lakukan? Haruskah dia merelakan cinta pertamanya hilang? Apa dia harus membuka hatinya untuk seorang pelayan!? Yang benar saja!

Engladion · วัยรุ่น
Not enough ratings
420 Chs

Kesedihan yang Mendalam

Citra tidak bisa menahan tangisnya. Pria itu memang tidak menekannya lagi, tapi tubuhnya masih berada dekat dengan Citra. Dia menangis dengan marah, "Kamu tidak keluar, huh?" Pria itu menjauhkan dirinya dari Citra seperti yang dia katakan.

Citra mencoba untuk duduk dengan susah payah. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil sepotong pakaian dan memakaikannya ke tubuhnya yang tidak terlapisi oleh sehelai benang pun. Setidaknya pakaian itu menutupinya sedikit. Namun, sebelum tangannya menyentuh sudut pakaiannya, dia secara langsung bergerak menjauh karena pria itu mengangkatnya dari sofa.

Citra tercengang, dan bahkan tidak menyadari apa yang ingin Satya lakukan padanya. Gadis itu mengira semuanya sudah berakhir. Dia meraih pakaiannya dan menatap mata Satya dengan tajam, "Apa lagi yang ingin kamu lakukan?"

Satya menggendong Citra dan berjalan ke kamar tidur. Bibir tipisnya membentuk senyum samar. Wajah tampannya tampak sangat tidak bahagia, bahkan mungkin dia akan meneteskan air mata sebentar lagi. Seperti Citra, Satya juga merasa kecewa pada dirinya. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa dia adalah seorang penyerang dan pemerkosa.

"Satya, turunkan aku. Apakah kamu mendengarnya? Aku menyuruhmu menurunkanku!" teriak Citra dengan keras.

Pintu kamar tidur Citra awalnya tertutup, tapi Satya menendangnya hingga terbuka. Tindakan ini membuat wanita di pelukannya kembali gemetar. Akhirnya Citra mengerti bahwa Satya masih ingin melanjutkan aktivitasnya tadi.

Citra ditempatkan di tempat tidur, dan tubuh pria itu mengikuti di atasnya. Dia mencium garis dagu Citra tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia mengulurkan tangannya untuk menekan Citra dan meraih kedua kedua pergelangan tangan gadis itu untuk meletakkannya di atas kepalanya. Kemudian, bibir tipis Satya mengecup leher, bahu, dan tulang selangkanya. Citra sangat sensitif, dan seluruh tubuhnya bergetar karena sentuhan Satya. Ciuman itu penuh dengan nafsu yang terasa di setiap inci tubuhnya.

"Satya, biarkan aku pergi!" pekik Citra berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Satya. "Aku akan membunuhmu jika kamu melanjutkan ini semua. Berhenti sekarang kecuali kamu ingin aku membunuhmu besok!"

Citra ingin memukulnya, tapi Satya menahannya. Citra ingin menendangnya, tapi kakinya telah diapit oleh pria ini. Citra tidak punya cara untuk menyerangnya kecuali dengan teriakan yang membuat gendang telinga sakit itu. Namun, ancaman semacam ini tidak berpengaruh pada Satya. Bahkan, Satya justru menyentuh bagian intim gadis itu.

"Tidak… Jangan… Satya hentikan sekarang juga!" bentak Citra. Pergelangan tangannya masih dipegang oleh pria itu. Dia terus mencoba untuk membebaskan diri dari Satya, tetapi pria itu begitu kuat.

"Satya… Tolong jangan…" ucap Citra dengan suara yang memelas. Dia terisak pelan di telinga Satya seperti orang yang tidak berdaya. Nadanya menyedihkan, tapi itu tidak akan berpengaruh banyak bagi seorang pria yang sedang diselimuti oleh hawa nafsu.

Satya melepaskan cengkeramannya di tangan Citra. Sebelum Citra mendorongnya, pria itu membalikkan tubuh Citra dengan kuat. Ciuman bertubi-tubi jatuh di pundak dan punggung Citra. Satya menciumnya tanpa henti. Dia mencium rahang Citra, lalu kembali ke bibir lagi, memaksa gadis itu untuk terlibat dan membalas ciumannya. Citra tidak tahan lagi saat Satya mencium bahunya. Otaknya kosong, dan dia tidak tahu harus melakukan apa lagi.

Malam itu panjang, seperti koridor gelap tanpa ujung yang terlihat. Sepanjang malam, telinga Citra dipenuhi dengan suara hujan deras di luar jendela, napas pria itu, dan dia tidak bisa menahan tangisannya. Semua bagian tubuhnya dikuasai oleh Satya malam itu.

____

Citra terbangun di pagi hari. Ketika matahari baru saja mulai bersinar, dia tiba-tiba membuka matanya. Wajahnya menghadap ke kaca tanpa tirai, seolah dia bisa merasakan kesejukan saat melihat pemandangan di luar. Dalam sekejap, dia menarik napas lega. Rasanya dia seperti baru saja bangun dari mimpi buruk. Dia meregangkan tubuhnya, dan dengan lelah bertanya-tanya bagaimana dia bisa memimpikan hal konyol seperti itu.

Namun, Citra membeku saat ujung jarinya menyentuh tubuhnya. Dia sedang mengenakan baju hitam panjang. Lengan baju itu menutupi punggung tangannya dan membuat jari-jarinya tenggelam. Jelas ini bukan pakaiannya sendiri. Pupil Citra membesar, dan guntur meledak di benaknya. Gambaran tentang kejadian tadi malam terlintas di kepalanya.

Dia berusaha untuk duduk, sedangkan pria yang tidur di sampingnya duduk di depannya. Citra menatapnya, dan tubuhnya membeku pada detik itu. Satya menatapnya, rambut hitam pendeknya agak berantakan. Wajahnya masih tampan dan matanya sayu karena baru bangun tidur. Setelah beberapa saat, dia berbicara perlahan, suaranya yang serak sangat seksi, "Maafkan aku, nona" Ketiga kata ini membuat tubuh Citra benar-benar menegang. Tanpa ragu-ragu, dia mengangkat tangannya dan menampar Satya.

Pria itu tidak menghindar. Dia menerima tamparan itu. Melihat wajah Satya yang tanpa ekspresi, napas Citra menjadi semakin cepat dan menggebu-gebu. Dadanya naik turun dengan sangat keras, dan dia mengambil bantal di samping untuk memukul wajah Satya. Citra tidak bisa melampiaskan kebenciannya sama sekali tadi malam. Dia sudah berusaha mendorong Satya dengan putus asa beberapa kali, tapi tidak berhasil sama sekali.

Air mata Citra mengalir tak terkendali, dan penglihatannya jadi kabur, "Satya, kamu… Kamu benar-benar jahat." Citra terkesiap karena dia sangat membenci Satya sekarang. Tapi, dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kutukan untuk pria itu. Dia menggigit bibirnya, menangis, dan bahunya gemetar. Dia memang mungil, dan sekarang bahunya tersembunyi di balik kemeja besar pria itu. Dia terlihat kurus, putus asa, dan tidak berdaya.

Jakun Satya bergerak naik turun saat melihat Citra. Dia berkata lagi, "Maafkan aku." Citra meringkuk, menundukkan kepalanya dan meletakkan dahinya di atas lututnya. Rambutnya yang panjang seperti air terjun menutupi wajahnya yang berlinang air mata. Dia sepertinya tidak punya kekuatan untuk memarahi Satya, apalagi bertanya padanya mengapa dia bisa melakukan hal menjijikkan seperti itu.

Suasana di pagi hari sangat sepi, dan di kamar tidur itu hanya terdengar suara seorang wanita yang menangis tanpa henti. Satya menatap bagian atas rambut Citra beberapa saat. Dia tidak tahu sudah berapa lama gadis itu menangis. Dia menyingkap selimut, turun dari tempat tidur, dan mengambil celana panjang yang telah terlempar ke lantai. Dia langsung memakai celana panjang itu. Satya hendak mengenakan pakaiannya, dan butuh beberapa detik sebelum dia menyadari bahwa pakaiannya ada di tubuh Citra.

Satya belum pernah melihat Citra begitu sedih. Dia tahu itu bukan hanya karena dia telah menidurinya, tetapi juga karena fakta bahwa hari ini adalah pernikahannya. Dia tahu sejak awal bahwa Citra sangat berani. Sebagai seorang remaja, Citra bahkan tidak memercayai orang tuanya. Dia mulai menghasilkan uang di usia dini dan pindah untuk hidup sendiri.

Selama ini, Citra selalu merasa aman karena Satya selalu ada di sisinya untuk melindunginya. Dia mungkin tidak pernah berpikir bahwa Satya akan menyakitinya dan memperlakukannya seperti tadi malam. Kejadian itu pasti membuat Citra sangat tertekan saat ini.

Citra tidak tahu sudah berapa lama dia menangis. Dia menangis sampai tidak memiliki kekuatan lagi. Kemudian, tangisan itu perlahan-lahan berhenti. Pria di ruangan itu tidak bersuara. Dia sudah beranjak dari tempat tidur, mengambil pakaiannya yang lain dan memakainya. Tetapi, dia juga tahu bahwa dia tidak mungkin pergi dalam keadaan seperti itu dan meninggalkan Citra sendirian setelah semua yang telah dia perbuat pada gadis itu.