webnovel

Pejuang Cinta, penderita kanker

Apa aku bisa seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya? Namun, itu mustahil bagiku. Aku hanya seorang gadis sederhana yang selalu diperlakukan kasar oleh keluargaku hanya karena kesalah pahaman. Tapi, aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha. Meskipun aku menderita penyakit yang ku alami saat ini aku harus tetap semangat untuk melawannya. Hati ini sakit selalu mendapatkan perlakuan yang tidak terduga, sakit rasanya tapi hanya di pendam tidak di ungkapkan. Bersabar untuk saat ini. Sekuat tenaga untuk tidak tumbang dan tersenyumlah meskipun terluka. "Tuhan aku hanya ingin seperti dulu lagi dan berkumpul kembali." "Tuhan engkau boleh cabut nyawaku. Tapi, izinkalah aku untuk merasakan kebahagiaan." "Aku rela." Selanjutnya baca saja....... Budayakan voting⭐ and follow Ig : @inefitrianingsih08

Inefitrianingsih · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
12 Chs

Bagian 11.

Amel melihat Revan baru saja keluar dari toilet cafe, buru-buru ia pergi agar tidak ketahuan Revan.

Seorang perempuan dengan rambut sebahu sambil membawa nampan menghampiri Amel, karena melihat wajah Amel seperti tidak biasanya.

"Kenapa lo Mel? kaya ngeliat apa aja."

Amel langsung membekap mulut Naya "Syuttt. Berisik."

"Sekarang ikut Aku" lanjutnya.

"Kenapa sih Mel?"

"Aku mohon kamu disini aja terus kalau ada yang manggil nama Amel kamu nengok. Oke."

Naya menatap Amel bingung "Ada apa sih."

"Udah ikutin aja, please bantu." mohon Amel.

"Oke-oke."

Revan memanggil Amel tapi tidak ada respon.

Kemudian ia memanggil ulang "Amel."

"Iya saya Amel, ada yang bisa saya bantu?"

Ternyata itu bukan Amel, Revan kira itu Amel, kekasihnya. Hanya nama saja yang sama.

"Maaf-maaf mbak saya salah orang."

"Ouh yasudah saya permisi."

Revan menghela nafas lega, untung Amel tidak ada di sini. Kalau ada sudah di pastikan Revan akan bawa Amel pergi dari tempat ini. Karena ini sudah larut malam, tidak baik untuk Amel.

Amel menghela napas lega untung Revan tidak melihatnya.

*****

Sudah hampir dua bulan lamanya Revan dan Amel berpacaran. Membuat Amel bersyukur bisa memiliki Revan dan begitupun sebaliknya.

Seperti sekarang. Saat ini Amel begitu bahagia, ia tertawa lepas saat melihat tingkah konyol Revan.

Revan melihat Amel tertawa seperti itu, membuat ia senang sekaligus bersyukur bisa memiliki Amel.

Amel terus tertawa, ia sangat senang bisa merasakan bahagia meskipun tidak bersama orang tuanya. Tapi, setidaknya ia bahagia bersama Revan meskipun karena tingkah Revan yang konyol.

Terima kasih.

Senyuman yang begitu manis di mata Revan, membuat ia tidak mau kehilangan Amel.

Tetaplah di sampingku.

Rasanya Amel ingin seperti ini, tidak mau sedih terus.

"Oiya, nanti besok aku mau ajak kamu."

"Kemana Van?"

"Udah lihat aja nanti besok."

Amel semakin penasaran. Revan mau membawa dirinya kemana?.

*****

Disebuah ruangan yang sempit hanya ada penerang lampu yang tidak terlalu terang.

"Gimana?" tanya seseorang dengan pakaian serba hitam.

"Aman" jawab seseorang.

"Bagus. Awas kalau sampe gagal!"

"Gak mungkin bos, pasti rencana kita berhasil."

"Terus kapan dimulainya bos?" lanjutnya.

"Nanti ada saatnya. Gue udah gak sabar liat dia menderita" jawabnya dengan senyum devil.

"Tunggu pembalasan gue!" batinnya.

*****

"Mel, nanti malam nginep di rumah gue yuk" ajak Dila.

Amel berpikir apa nanti malam ia akan ada kesibukan, ia rasa tidak ada.

"Sebentar ya Dil, aku izin dulu."

Dila mengangguk "Oke."

Amel mengambil handphone disaku roknya dan menelepon mamahnya tapi malah di rizek, kemudian ia menelepon papahnya dan sama juga di rizek.

Amel menghela napas kasar dan ia menelepon Mala, saudara kembarnya.

Akhirnya teleponnya diangkat.

"Apa?"

"Mal bilang ke mamah sama papah ya, kakak izin mau nginap di rumah teman."

"Hmmm."

Belum sempat Amel bicara lagi, panggilannya ditutup oleh Mala.

Membuat Amel menghela napas sabar.

"Gimana?"

"Iya, aku udah izin."

"Yasudah kalau begitu kantin yuk, gue lapar" sambil merangkul pundak Amel dan berjalan menuju kantin.

*****

Malam ini Amel akan menginap di rumah Dila, ia sudah izin dan juga sudah izin kepada kekasihnya, Revan.

Seperti sekarang. Saat ini Amel dan Dila sedang menonton film dan sesekali mereka bercerita.

Amel merasa sangat senang, sudah lama ia tidak merasakan seorang teman dan sekarang ia mempunyai teman yang mau menjadi teman baiknya.

Terima kasih.

Dila melihat Amel tertawa keras membuat Dila senang mempunyai teman seperti Amel.

Menurut Dila. Amel begitu baik, lemah lembut dan satu lagi ia begitu tegar saat orang tuanya selalu bertindak kasar kepadanya dan ia selalu tetap sabar dan ikhlas.

Iya memang benar Amel yang cerita kepada Dila bagaimana orang tuanya selalu bertindak kasar kepadanya, membuat Dila kasihan kepada Amel dan geram kepada kedua ornag tua Amel.

Mengapa mereka seperti itu? padahal hanya karena kesalah pahaman.

*****

Sinar yang begitu terang memancarkan sinarnya yang begitu hangat serta bunga-bunga bermekaran dan mengeluarkan wangi, indahnya.

Hari ini hari Minggu. Revan akan mengajak Amel ke suatu tempat, ia sudah tidak sabar melihat ekspresi wajah Amel.

Revan membawa Amel dengan mata Amel ditutup, membuat Amel semakin penasaran.

Mau di bawa kemana?.

"Van. Ini mau kemana?"

"Udah jangan banyak tanya. Kamu ikuti aja oke."

Amel mengehela nafas kasar, setiap bertanya pasti jawabannya seprti itu.

"Iya, iya."

Akhirnya sampai tempat tujuan. Revan membuka kain di mata Amel.

"Taraaa....Masih ingat gak?"

Amel terus mengejab-ngejab matanya. Apa ini nyata atau hanya sekedar mimpi?.

Revan menatap Amel, berharap ia masih ingat tempat ini?.

Butiran bening menetes di pipi mulus Amel, ia menangis.

Bagaimana tidak menangis. Tempat ini adalah tempat yang dimana dulu ia dan teman kecilnya bermain disini dan berpisah di tempat ini juga.

Melihat Amel menangis, membuat Revan langsung memeluk Amel.

"Mel ini aku Evan yang dulu kamu panggil. karena kamu dulu belum bisa ucap huruf R" ucap Revan masih memeluk Amel.

"Evan?" bantin Amel.

Tangisan Amel semakin pecah.

Ternyata teman kecilnya kembali dan bahkan ternyata kekasihnya ini teman kecilnya dulu.

Ada sedih sekligus senang ternyata teman kecilnya kembali.

Revan melepaskan pelukannya dan memegang kedua pipi Amel "Kamu masih ingat 'kan?"

Amel terus mengeluarkan air mata dan tersenyum sambil mengangguk, tangannya pun memegang kedua tangan Revan tepat berada di pipinya "Iya."

Amel memeluk Revan dan Revan membalas pelukan Amel.

"Evan teman Amel dulu" terisak tangisannya.

Revan mengangguk dan meneteskan air mata "Iya ini aku, teman kecil kamu sekaligus pacar kamu."

Tuhan terima kasih banyak. Engkau telah mempertemukan kami.

*****

Amel melangkah masuk ke rumahnya, senyumannya terukir sempurna. Ia sangat senang akhirnya kerinduannya terobati.

Mala melihat Amel seperti tidak biasanya. Seperti sedang bahagia.

"Ekhem" dehem Mala.

Amel berhenti jalan, karena mendengar dekehman. kemudian ia menengok, ternyata Mala.

"Ehh. Mal" sapa Amel.

Mala menatap Amel sinis "Apa lo?"

Melihat Mala seprti itu Amel tidak mau bertengkar sama saudaranya sendiri, lebih baik ia pergi menuju kamar, untuk beristirahat.

Amel mandi dan langsung minum obat.

Rasa sakit ini terus menyebar, membuat ia harus tetap semangat untuk sembuh.

Pasti bisa.

Amel mengambil sebuah kota tidak terlalu besar, ia membuka kotak itu dan mengambil sepucuk surat serta sebuah benda yang ada di kotak itu.

Amel membuka dan membaca sepucuk surat itu.

Hai Amel, adik kakak. Ini kado dari kakak semoga kamu suka.

Selamat ulang tahun adik kakak yang cantik, semoga kamu tetap tersenyum dan bahagia terus.

Kakak sayang Amel.

Tetesan air mata mengalir di pipi Amel. Amel masih ingat ketika kakaknya memberikan kado ulang tahun untuk dirinya.

Amel memakai kalung dengan liontin yang di dalamnya ada foto dirinya bersama sang kakak.

Kalung itu adalah kado terakhir dari Andre sebelum ia meninggal.

"Ka. Aku kangen, semenjak kepergian kakak aku tidak merasakan bahagia seperti dulu lagi. Semuanya telah hilang."