webnovel

Menyelamatkan si Wanita

"Di-diam kau!" ketus sang pemimpin.

Dari sorotan matanya, dia terlihat cukup ketakutan setelah melihat aksi Lin Wei yang begitu sadis membantai bawahannya. Perasaannya waswas, juga menyesal karena telah meremehkan pria di depannya.

Setelah ucapan itu. Lin Wei tertegun sejenak. Kemudian dia menggerakan langkahnya ke depan.

"Be-berani kau melangkah. Mereka akan mati!" tandasnya lagi. "Cepat berlutut!"

Sepintas Lin Wei menoleh ke arah wajah-wajah yang dijadikan sandra. Tatapan mereka tampak memelas penuh harap.

Sebenarnya, sebelum kedatangan Lin Wei. Mereka telah lebih dulu berhadapan dengan para bandit. Namun, kedatangan Lin Wei menggangu aksi para bandit sehingga membuat para bandit geram.

Sontak tatapan Lin Wei yang mengarah pada para sandra sedikit dialihkan ke arah belakang pemimpin bandit. Dia memberikan isyarat mata pada Liwa.

'Suf buff'

Pemimpin bandit itu kemudian membanting sebuah pil ke tanah yang lantas menciptakan kabut asap tebal. Ini adalah teknik khusus mereka untuk melarikan diri apabila nyawa mereka terancam.

Lin Wei pun kesusahan untuk melihat area sekitar. Dia lekas menarik gagang pedang yang sarungnya masih menempel di punggung, lalu merembeskan cahaya aura biru dari tubuhnya dan mengalirkannya ke pedang.

Seiring cahaya aura membaluti pedang. Pada pijakan Lin Wei tercipta lingkaran segel. Lin Wei lantas sejenak menggerakkan dua kakinya hingga berposisi kuda-kuda, kemudian sekali mengayunkan pedang dengan tenang.

'Siufff'

Ayunan pedang yang melesatkan cahaya biru, sontak menghasilkan angin dan menyapu asap tebal itu dalam hitungan detik. Pada saat itu juga, Lin Wei sudah bisa melihat area sekitar.

"Hm?" gumam Lin Wei, agak mendelik. Di depannya, tampak Liwa duduk dengan wajah yang lesu. Sementara orang-orang tadi, hanya ada tiga pria. Wanita yang tadi tampaknya telah dibawa kabur oleh pemimpin bandit.

Lin Wei pun lekas menghampiri tiga pria tersebut. Tiga pria yang bertekuk lutut, lantas mengambil posisi berdiri dengan raut wajah cemas.

"Di mana wanita tadi?" tanya Lin Wei.

"Tuan. Tolong. Tolong selamatkan dia. Dia dibawa oleh perampok itu," ujar satu orang, bernama Tian Zen.

Dua pria bersamanya itu bernama Zao Zi dan Chu Long. Perawakan mereka agak kekar dengan pakaian yang cukup baik untuk orang-orang yang memiliki ekonomi menengah ke atas. Entah mereka ini dari mana dan mengapa ada di tempat seperti ini.

"Sebentar. Apakah kalian melihat mereka pergi ke arah mana?" tanya Lin Wei dengan nada tergesa. Namun, ketiganya tidak tahu. Penglihatan mereka terhalang oleh kabut.

"Apa pun yang terjadi, tunggu di sini. Aku akan segera kembali," pinta Lin Wei.

Lantas, dia beranjak dari pijakannya ke arah Liwa yang tengah terduduk.

"Liwa. Ayo. Bantu aku mencari wanita itu." Lin Wei berucap dengan lugas. Namun, seketika dia termangu setelah melihat Liwa tidak terlalu bereaksi terhadapnya.

"Liwa? Kau kenapa?" Lin Wei sambil bertanya, sambil menekukkan dua lututnya dan menyentuh bagian leher Liwa.

'Mbbhhrr'

Liwa merespons dan mengarahkan wajahnya ke arah kaki depan yang tengah menekuk. Di sini, Lin Wei baru menyadari bahwa kaki Liwa terluka.

Lin Wei begitu terkejut dan lekas menoleh ke belakang, pada tiga pria itu. Tiga pria itu pun langsung berlari ke arah Lin Wei.

"Pakai saja kudaku. Kami meningalkannya di sana," ucap Chu Long dengan jemari telunjuknya mengarah ke tempat kudanya.

"Soal kudamu. Aku akan mengobatinya. Aku masih punya pil yang bisa meregenerasi luka parah di kaki kudamu." Zao Zi menambahkan.

Mendengar hal itu, Lin Wei pun lekas mengambil posisi berdiri. Dia langsung berlari ke mana Chu Long menunjuk posisi kuda mereka dan dengan cepat Lin Wei menemukannya.

...

"Hiaaa! Hiiaa!" tekan Lin Wei. Kakinya sambil sedikit menghantam perut kuda yang kemudian membuat kuda berlari menyusuri jalanan hutan dengan lincah.

Agak lama Lin Wei berada di antara kaki-kaki gunung yang rimba. Lin Wei pun berhasil menemukan para bandit yang melarikan diri. Sayangnya, ketika terjadi adegan kejar-kejaran. Para bandit itu memasuki bukit batu. Dan di saat itu juga, Lin Wei kehilangan jejak mereka.

Lin Wei menarik tali kemudi kuda, yang kemudian membuat kuda berhenti. Sesaat dia menelisik area sekitar. Mendongakkan wajah setelah melepaskan topi jerami bulatnya. Lalu menggunakan indra spiritualnya untuk merasakan aura spiritual yang ada di tempat tersebut.

Anehnya, Lin Wei bahkan tidak bisa merasakan aura apa pun di tempat itu.

"Tempat macam apa ini?" ujar Lin Wei dalam hati. Perasaannya mengajaknya untuk selalu bersiaga.

'Siuuf'

Sontak saja, Lin Wei mendengar sebuah lesatan senjata mendekat ke arahnya. Dengan hanya memiringkan kepalanya, sebuah anak panah berlalu tepat sebelah pipi kirinya dan menancap di tanah.

Kemudian Lin Wei melompat dari punggung kuda karena merasa akan ada serangan senjata susulan. Benar saja, setelah Lin Wei melompat cukup tinggi dan beberapa kali melakukan gerakan salto di udara. Puluhan anak panah sontak menancap di tubuh kuda Lin Wei.

'Tak'

Lin Wei mendarat dengan pijakan sempurna, lalu mengarahkan tatapannya pada kuda yang terkena serangan tadi.

"Cih! Sialan!" Lin Wei menekan suaranya, lalu mulai menatap seluruh area sekitar, sekadar untuk mengetahui di mana posisi serangan di lancarkan.

Setelah sejenak menelisik seluruh area. Tidak ada tanda-tanda siapa pun di sana. Hanya tampak bebatuan karang yang beberapa ada yang berbentuk runcing.

"Lawan kali ini sepertinya cukup merepotkan." Lin Wei berucap dalam hati.

Tak lama setelah itu. Dengan kondisi langit yang menampakkan mendung-mendung tipis. Sontak saja jauh di atas Lin Wei, tercipta beberapa lingkaran segel bercahaya hitam kemerahan.

"Apa?" celetuk Lin Wei mendelik, sambil mendongakkan wajahnya ke atas.

Tak lama kemudian, dari lingakaran segel itu muncul puluhan anak panah dan lantas menghujani area sekitar. Lin Wei pun dengan sangat cepat bergerak dari satu pijakan ke pijakan lainnya. Berbagai macam gerakan salto, hingga gerakan memutar di udara dilakukan oleh Lin Wei, demi bisa mengimbangi kecepatan lesatan anak panah.

Namun, dasarnya manusia memiliki batas. Lin Wei merasa bahwa menghindar hanya akan membuat kekuatannya terkuras saja. Dan pada akhirnya, dia akan lengah dan mati konyol di tempat ini.

Lin Wei pun lekas merembeskan aura cahaya ke luar tubuhnya, sambil menghindari lesatan anak panah. Pada saat itu juga, Lin Wei mecoba untuk memfokuskan kekuatan mentalnya pada kedua tangannya.

Setelah kekuatan mental itu dirasa telah terkumpul sempurna. Tatapan Lin Wei mencoba memantau tempat-tempat di mana lingkaran segel hitam kemerahan itu berada. Kamudian sebuah lingkaran segel berwarna keemasan sontak mengitari pergelangan Lin Wei.

'Siuf bum siuf bum'

Satu, dua, tiga, dan beberapa lainnya dengan cepat dipatahkan Lin Wei. Lingkaran segel hitam kemerahan yang menciptakan hujan anak panah itu lantas dihancurkan habis oleh Lin Wei dengan kekuatan mentalnya.