Hari ini ada banyak sekali agenda yang harus Danial kerjakan di kantornya. Salah satunya pertemuan dengan para investor. Dirinya berhasil meyakinkan beberapa perusahaan untuk menjalin hubungan kerja sama sehingga bisnis teknologinya berjalan dengan lebih baik lagi. Danial berhasil membuat gebrakan besar di ranah dunia game yang membuat anak muda menikmatinya tanpa ragu. Rating yang ia dapatkan pun begitu baik sehingga game tersebut hanya perlu dikembangkan lebih baik lagi.
"Bagaimana dengan rencana timmu? Bukankah itu sudah dikerjakan satu minggu lalu?" tanya Danial pada sang kepala tim yang bertugas di bidang pelayanan dan jasa. Hanya tim mereka yang belum menghasilkan apapun. Padahal selama ini Danial memperlakukan mereka sama adil. Tidak mempersulit pekerjaan mereka dengan menambah pekerjaan lain, jadi menurutnya akan sangat aneh kalau sampai saat ini mereka belum juga berencana mengeluarkan produk apapun.
"Begini pak, untuk aplikasi pelayanan dan jasa sangat sulit dikerjakan karena sudah tersedia banyak pesaing di bidang yang sama. Apalagi pasaran dari aplikasi ini harus memperhatikan kasta masyarakat. Orang kaya membutuhkan aplikasi ini, tetapi mereka jauh lebih merasa nyaman dengan memanggil langsung penyedia layanan jasa. Sementara untuk kasta bawah mereka akan merasa keberatan menggunakan aplikasi semacam ini dan memilih mengerjakan semampunya sendiri," jelasnya dengan gugup. Danial sudah hampir melempar laptop di depannya mendengar alasan konyol tersebut. Kalau saja dirinya tidak ingat kalau di laptopnya masih ada banyak berkas penting yang harus disimpan dengan baik.
"Jadi? Kamu ingin aku mengeluarkan seluruh anggota tim dari perusahaan ini?" tanya Danial sarkas. Sang ketua tim segera memandang Danial terkejut. Tidak menyangka kalau Danial akan mengancamnya demikian.
"Maaf pak, saya akan bekerja lebih mak..."
"Kamu mengatakannya satu minggu lalu saat mengirim proposal kepadaku. Lalu kamu akan mengulangi ucapanmu lagi satu minggu kemudian?" tanya Danial dengan geram.
Mungkin karena selama ini dia bersikap santai-santai saja seperti tidak memantau perkembangan tiap tim, sehingga ada yang bertingkah sembrono kepadanya. Danial hanya berpikir tidak ingin menekan mereka seperti CEO lain di perusahaan lainnya. Dia ingin membangun perusahaan yang ramah terhadap karyawan meski dirinya sendiri sulit berbuat akrab. Tapi, maksud baiknya disalahgunakan oleh orang tidak tahu diri. Mengecewakan.
"Maaf pak," hanya itu yang bisa diucapkan sang ketua tim membuat Danial mengibaskan tangannya, mengusir orang lemah di depannya.
Sejauh ini hanya tim game dan tim pendidikan yang bekerja dengan baik. Setiap minggu mereka berkembang dengan pesat seperti sungguhan mau bekerja baik dengannya. Sementara yang lainnya seolah ingin mendapat gaji tanpa bekerja dan ingin segera ia pecat.
Danial memijat keningnya dengan rasa kesal yang menumpuk. Tidak bisakah harinya berjalan lebih baik lagi? Selalu saja ada hal yang tidak pernah ia harapkan terjadi dalam hidupnya. Mungkin kalau sekedar tersandung kerikil dia bisa mengabaikannya, tapi kalau dilempar batu dia sungguh merasa keberatan.
Ponselnya berdering membuatnya melirik ke arah meja melihat nomor milik Shila yang tengah menghubunginya. Entah apa yang dilakukan gadis itu sampai berani meneleponnya. Kemungkinan gadis itu telah merasa batas antara dirinya runtuh sehingga bisa bersikap seenaknya seperti saat ini.
Danial hanya memandang diam pada layar ponselnya sampai waktu dering berhenti. Tapi, rupanya gadis itu tak kunjung menyerah untuk menghubunginya. Dua kali, tiga kali, sampai ke panggilan kesepuluh barulah Danial angkat. Bukan karena khawatir, hanya merasa terganggu dengan dering sialan dari ponselnya.
["Danial! Bisakah kamu kesini? Aku ditangkap polisi!"] suara panik Shila segera terdengar membuat Danial mengernyitkan dahi merasa penasaran. Apa yang dilakukan Shila hingga membuatnya ditangkap polisi? Gadis itu pasti bertingkah absurd dan seenaknya sendiri. Baguslah kalau memang ditangkap dan ditahan. Dia tidak perlu repot menangani tingkah Shila di rumah.
["Danial! Cepat!"] serak Shila dan membuat sudut bibir Danial terangkat.
"Jangan menghubungiku, aku sibuk."
["Danial, hey Dan..."]
Panggilan ia putus secara sepihak membuat pekikan panik dari Shila terdengar di akhir panggilan. Tapi, siapa sangka kalau Shila kembali menghubunginya tanpa ragu. Gadis itu pantang menyerah sekali. Mungkin sejak kecil tidak pernah diajari menyerah sehingga bisa berlaku seperti ini.
Sayangnya Danial sejak kecil diajari tidak mudah mengganti keputusan. Dia memegang prinsip untuk bergerak maju tanpa ragu. Sehingga ponsel tersebut ia abaikan dan dirinya kembali sibuk bekerja. Ada total 20 panggilan dari Shila, lima dari nomor tak dikenal, dan ada banyak nomor lain yang menghubunginya. Mungkin saja Shila meminjam ponsel milik anggota polisi demi menghubunginya.
Sampai kemudian ponselnya berhenti berdering. Bagus. Artinya Shila telah menyerah. Danial bisa bekerja dengan penuh konsentrasi sekarang. Lalu pulang tepat waktu sehingga para bawahannya ikut pulang tepat waktu juga. Mereka tampaknya sungkan untuk pulang lebih dulu darinya. Memilih menunggunya keluar kantor dan pulang ke rumah. Entah siapa yang memulainya, Danial tidak tahu.
Dalam perjalanan pulang, Danial membeli makan malam untuknya. Dia akan makan di rumah sembari menyelesaikan sedikit pekerjaannya. Mungkin dirinya sudah mulai terbiasa bekerja di kantor sehingga kini bisa mengatur waktu kerja. Kalau tidak ingin lembur maka bekerja di kantor tepat waktu dan di rumah mengerjakan pekerjaan untuk esok walaupun hanya sedikit. Jadi, esok hari dia merasa sedikit mendapat keringanan.
Sampai di rumah, ternyata sepi. Tidak ada orang di dalam rumah. Rumahnya tampak sangat rapi dan bersih. Baguslah kalau orang-orang tersebut menyelesaikan pekerjaan mereka tanpa membuat kegaduhan apalagi kriminal. Oh, mungkin saja efek kamera cctv yang terpasang di setiap sudut rumah. Mereka pasti merasa tertekan dengan kehadiran cctv tersebut, sehingga bekerja terburu-buru dan tidak melakukan pencurian.
Danial segera pergi ke kamarnya dan membereskan tas kantornya. Pergi ke kamar mandi dan berendam air hangat. Waktu terbaik untuk mengapresiasi diri adalah sepulang kerja berendam selama 10 sampai 20 menit. Itu akan membuat otak kembali fresh dan bisa menjalani sisa hari dengan baik.
Seusai mandi, Danial pergi ke ruang makan untuk menyantap makanan yang ia beli. Baru saja dirinya membuka satu per satu makanan, ponselnya berdering. Andy meneleponnya. Tumben sekali bocah itu menghubunginya malam-malam.
"Ada apa?" tanya Danial setelah mengangkat panggilan tersebut. Terdengar grusa-grusu di seberang membuat Danial mengernyitkan dahi. Apa yang dilakukan bocah itu di seberang sana?
["Kak, aku ada di kantor polisi sekarang."]
Danial makin heran mendengar ucapan Andy. Apa yang telah dilakukan Andy sampai-sampai ada di kantor polisi? Dia segera berdiri dan pergi ke kamarnya mengambil mantel tebal. Mengatakan pada sang adik bahwa dia tengah ada di perjalanan menuju kantor polisi.
Danial mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Memaksa dirinya tiba secepat mungkin di kantor polisi karena merasa khawatir dengan Andy. Remaja itu memang pendiam tapi begitu nakal. Sulit mengaturnya. Bahkan beberapa kali memang ditahan di kantor polisi karena kenakalannya yang absurd.
Sampai di kantor polisi, Danial mendapati cengiran kuda dari Andy dan tatapan memelas dari Shila. Danial tersenyum kecut mengetahui Shila memanfaatkan adiknya untuk mengelabuhinya. Sialan sekali.