"Maaf, saya tidak tahu di ruangan ini ada orang, ...." Sheilla meremas roknya dengan kikuk begitu melihat pemandangan memukau di dalam sana. Jantungnya berdetak kencang dan keringat dinginnya membulir. Pandangan dua manik cokelat milik Om Rys seperti menembus relung hatinya.
"Jangan khawatir kami sudah selesai, jadi kamu bisa gunakan ruangan ini." sahut Rys dengan cepat sembari menutup buku tebal yang tadinya ia buka bersama sekretaris pribadinya yang juga berada di ruangan itu, lalu mengembalikan buku itu ke rak di sebelahnya.
Pria berkacamata yang bersama Rys itu pun pamit dan keluar ruangan meninggalkan Rys hanya bersama Sheilla. Tentu saja membuat Sheilla menjadi semakin tidak nyaman. Dia sangat menghindari keadaan ini karena dalam diamnya, Rys sering mencoba mendekatinya. Seperti saat ini, selangkah demi selangkah Rys mendekati Sheilla dengan pasti. Hal ini menjadikan Sheilla semakin salah tingkah.
"Saya bisa menggunakan ruangan lain, karena Sheva meminta saya menunggu di ruangan ini tadinya."
"Jangan ke ruangan lain, karena di sana Sheva sedang tidak sendiri, kamu tidak akan suka dengan pemandangan yang akan kamu lihat di sana." gema suara Rys menahan Sheilla dan menekan pintu keluar perpustakaan keluarga itu.
"Huh?" alis cantik Sheilla berkumpul ke tengah, telinganya panas sekali dengan kata-kata yang baru saja diutarakan Rys. Pikiran Sheilla melayang tak tentu arah. Ia segera teringat apa yang ia lihat di base camp Club Basket tempo hari. Kejadian di mana Rheina terus saja mendekati Sheva di belakangnya. Dan kini jangan-jangan yang bersama Sheva itu Rheina.
"Aku harus ke sana!" Sheilla tidak mau dicegah.
"Tapi jangan menyesal." Rys mengangkat kedua alisnya, bibirnya sedikit tersenyum, "Biasanya perempuan tidak suka melihat hal itu." Rys masih berusaha meyakinkan.
Sheilla tidak peduli lagi, ia harus menghentikan semuanya, malah terlalu bagus jika ia bisa menangkap basah Sheva dan Rheina saat sedang berdua dan mengakhiri permainan mereka. Sheilla segera berlari ke luar ruangan dan menuju ke kamar Sheva dan membukanya tanpa mengetuk. dan terjadilah....
"AAAAA.... SHEVA APA INI?" teriak Sheilla kemudian disusul dengan dengusan napas Rys saat mengikuti Sheilla yang masuk ke kamar itu.
"Sheilla kenapa kamu tiba-tiba masuk? Sudah aku bilang tunggu saja di ruang perpustakaan! Mengapa susah sekali menuruti perkataa⁸
nku, hah?" cerocos Sheva sembari menarik pundak Sheilla.
Sheilla sudah pucat pasi, dia sangat takut dengan ini, matanya sudah berkunang kunang.
"Om Rys mengapa biarkan Sheilla masuk?" pekik Sheva panik begitu Rys bersandar di ambang pintu kamarnya, "Sheilla tidak tahan ular, Om!"
"Aku sudah bilang jangan masuk tapi dia masih saja memaksa." mau tidak mau Rys harus turun tangan memasukkan ular-ular peliharaan Sheva itu ke dalam container penyimpanannya.
Sementara Sheva begitu khawatir melihat keadaan Sheilla yang mulai bergetar, "Sheil, Sheilla kamu nggak apa-apa kan?"
Rys hanya bergeleng kesal dengan dua orang yang selalu berisik di rumahnya itu, ia pun mengeluarkan box berisi ular-ular milik Sheva.
"U-ular, itu beneran ular?" tanya Sheilla terbata.
Sheva berusaha menyentuh pipi Sheilla, berjaga-jaga barangkali gadis itu hendak pingsan.
"SHEVA JANGAN SENTUH AKU, AKU BENCI ULAR!" tanpa sadar Sheilla menampik tangan Sheva dan berlari keluar kamar dan menabrak Rys yang akan kembali ke kamar itu untuk membereskan sisa ular yang masih berserakan.
Bukk! Kini jantung Rys yang terhenti tatkala Sheilla memilih memeluknya sambil menyembunyikan wajah di dadanya seraya meminta balasan pelukan.
Ini gila, Rys sontak dilanda kebimbangan, antara memberanikan diri memeluk Sheilla di hadapan Sheva dan membuyarkan semua keangkuhannya, atau teguh bersikap dingin kepada Sheilla mengingat gadis itu adalah kekasih keponakannya.
Di sana Sheva juga melihat semuanya. Tangannya mengepal, gerahamnya menggeretak, ia geram sekali melihat gadis pujaan sejuta pemuda di sekolahannya yang berhasil ia takhlukkan harus memilih berlindung kepada pamannya dibanding dirinya.