webnovel

10.

Tanpa menurunkan Alea, Atta membuka pintu mobilnya lalu mendudukannya di kursi penumpang. Tangannya yang hendak memasangkan seat belt terhenti begitu Alea menahannya,

"Aku bisa pulang sendiri."

"Lo bawa mobil?"

Alea menatap Atta lalu membuang pandangannya ke sembarang arah. Tiba-tiba merasa gugup karena jarak mereka yang begitu dekat. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat hanya karena mencium aroma parfum laki-laki itu. "Aku bisa pesan grab atau taksi." Gerakannya terhenti begitu Atta benar-benar menutup akses keluarnya dengan mengurung tubuh mungil itu dalam kuasanya.

"Stop! Diam dan duduk manis. Gue anter lo pulang." Titahnya tegas.

Suara berat dan tegas itu sukses membungkam Alea sepanjang jalan menuju kosan-nya. Hati dan pikirannya terlalu lelah untuk berdebat dan menerka-nerka apa yang sebenarnya Atta inginkan. Laki-laki itu seperti sedang bermain tarik ulur dengannya. Apakah perasaannya memang seremeh itu, hingga tidak perlu di pertimbangkan?

Begitu mobilnya berhenti di depan gerbang kosan, perempuan itu langsung bergegas membuka pintu namun gerakannya terhenti begitu Atta menahan tangannya.

"Lo marah karena gue bikin lo malu atau karena gue maksa nganterin lo pulang?"

Alea memaksakan senyum yang di benci oleh Atta, senyuman yang bahkan tidak sampai ke matanya. "Aku nggak marah. Tapi sebaiknya... jangan terlalu baik sama Aku, jangan selalu muncul sebagai pahlawan." Alea menatap Atta tepat di manik matanya, "Nanti kalau Aku baper, kamu yang repot. Bdw, makasih atas tumpangannya. Selamat malam."

Alea meninggalkan Atta yang kini sedang merutuki dirinya sendiri karena berbagai macam alasan. Bukan sebuah penyesalan karena mempermalukan perempuan itu dan memaksanya pulang, ada sesal lain yang tengah mengusik bagian terdalam di dirinya.

Nightfall akan selalu ramai di hari sabtu, khususnya ketika sore menjelang malam. Tempat ini akan ramai di kunjungi oleh pasangan dari berbagai usia, mulai dari dua pasang bocil yang duduk di meja paling ujung dekat jendela, saling merayu pasangan masing-masing, sesekali yang laki-laki membelai pipi perempuannya lalu si perempuan tersipu malu. Ada juga beberapa pasangan dewasa yang tampak santai menikmati menu baru yang beberapa hari lalu di buat oleh Dito dengan nama Moodboster, dan sepertinya menu baru ini cukup di minati oleh pengunjung. Hanya ada beberapa orang yang datang tanpa pasangannya, mungkin sebagian dari mereka adalah pejuang LDR atau memang memilih single sampai nanti menemukan orang yang tepat.

Setelah Alea kembali mengantar pesanan bocil-bocil yang sedang double date itu, wajahnya seperti orang yang menahan muntah. Rani menyambutnya dengan senyum tertahan. "Gimana-gimana? Ayah Bunda atau Mama Papa?"

Alea memutar bola matanya malas, "Ayah Bunda, ANJIR!" Alea bergindir ngeri sedangkan Rani terbahak tanpa suara sambil memegang perutnya.

"Aleanara, language please."

Alea dan Rani sontak menegangkan punggungnya, ragu-ragu keduanya menoleh ke asal suara. Sosok yang baru keluar dari pintu dapur itu menatap mereka tajam. "Ada yang lucu?" Tanyanya kepada Rani yang sejak tadi memang tidak bisa menyembunyikan rasa gelinya, Rani menunjuk dua pasangan bocil dengan dagunya, "Ayah Bunda lagi double date, Mas"

Atta pura-pura batuk untuk menyamarkan tawanya, lalu tatapannya tertuju pada penampilan Alea yang hari ini mengenakan atasan kaos oversize warna hitam yang di masukkan ke dalam mini skirt jeans dan sepatu converse putih yang membuat tampilan perempuan itu jauh lebih santai. Namun, lagi-lagi penampakan kaki jenjangnya kembali mengusik akal sehat Atta. Awalnya Atta pikir, kaki perempuan itu terlihat jauh lebih jenjang karena mengenakan heels namun setelah hari ini bisa Atta simpulkan bahwa kesalahan bukan berada pada jenis sepatu yang Alea kenakan. Tapi pada kaki perempuan itu dan pikiran kotornya sendiri.

"Kenapa?" Tanya Alea ketika Atta hanya diam memperhatikan penampilannya sejak tadi.

Atta berdehem canggung karena tertangkap basah, "Nggak, tumben sepatu lo beda."

Alea memperhatikan sepatunya lalu kembali menatap Atta, "Oh!"

***

"Maaf Mas, nggak bisa." Tolak Alea halus, masih mempertahankan senyum ramahnya meskipun dia sendiri mulai risih dengan tingkah dua pengunjung di depannya.

Salah satu dari mereka yang memakai kemeja biru lagi-lagi memaksa, "Masa minta nomor telepon aja nggak bisa, gimana sih?"

"Kalau nomor telepon Caffe aja gimana Mas?" Tawar Alea.

Laki-laki dengan kemeja hitam menyeringai ke arahnya, lalu secara terang-terangan menatap Alea dari atas sampai bawah. "Yang kita minta kan nomor kamu, bukan Caffe-nya. Ayolah, siapa tau kita bisa jalan-jalan abis kamu kerja." Ujarnya mulai secara terang-terangan menggoda Alea.

Alea menipiskan bibirnya, kedua tangannya meremas nampan yang sejak tadi di pegangnya. Untuk ukuran perempuan yang baru pertama kali menghadapi tingkah kurang ajar laki-laki yang secara terang-terangan menggoda bahkan terkesan melecehkan, Alea cukup syok dan bingung bagaimana harus bersikap. Telapak tangannya mulai berkeringat dingin karena ketakutan.

Alea mundur selangkah, tubuhnya bergetar ketika salah satu dari mereka mendekatinya. "Ma-maaf Mas, saya permisi." Ujarnya buru-buru berbalik namun cekalan kuat di tangannya memaksanya untuk berhenti.

"Eh, mau kemana? Sini dulu dong, kamu nggak sopan ya sama pelanggan." Salah satu dari mereka masih berusaha menahan Alea.

Alea mulai gelagapan, matanya memanas. "Mas, tolong jangan begini. Le-lepas Mas." Ujarnya dengan suara bergetar.

"Sstth! Jangan nangis dong, saya cuma mau ngajak kamu kenalan." Laki-laki yang memakai kemeja biru mencoba menyentuh pipi Alea namun tiba-tiba Alea di tarik mundur dan yang Alea ingat, Atta sedang menghajar kedua laki-laki itu tanpa ampun. Suasana di Nightfall memang sudah tidak seramai tadi, mengingat hari sudah semakin malam namun tetap saja keributan itu berhasil memancing perhatian pengunjung lain.

Tidak ada yang berani menghentikan Atta, laki-laki itu seperti orang yang kesetanan. Alea mencoba meminta pertolongan Oji dan Reza yang langsung di jawab dengan gelengan lemah. Alea memang sudah pernah mendengar cerita

tentang Atta yang temperamen dan tidak segan-segan menghajar orang yang di rasa perlu, namun baru kali ini Alea melihatnya langsung dengan mata kepalanya sendiri.

Dengan tangan bergetar Alea memberanikan diri menarik tangan Atta, percobaan pertama laki-laki itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya hingga percobaan kedua dengan sisa-sisa tenaganya Alea menarik paksa tubuh laki-laki itu.

"Atta, Stop!" Baru ketika laki-laki itu menatapnya, Alea berkata lirih. "Please, take me away."

Tanpa memperdulikan kedua laki-laki yang sudah terkapar lemah dengan luka-luka di wajahnya, Atta mengeluarkan kartu nama dari dompetnya lalu melemparnya ke hadapan mereka. "Hubungi gue soal biaya rumah sakitnya."

Tanpa memperdulikan tatapan orang-orang termasuk tatapan penuh tanya dari karyawannya, Atta membawa Alea keluar dari kerumunan orang-orang dalam diam. Hingga mobilnya meninggalkan Nightfall dan melaju entah kemana, keduanya memilih diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.