webnovel

Orang Gila

Mata Tiara membulat sempurna saat membaca nama panggilan yang tertera di handphonenya.

'Mau apa dia telepon gue,' batin Tiara.

Tiara menelan salivanya dan menggeser ikon berwarna hijau lalu menjawabnya.

"Loh kok diam aja sih," kata Tiara dalam hati.

Berulang kali Tiara mengatakan halo pada panggilan teleponnya, tapi tidak ada yang menjawab ataupun membalas ucapannya tersebut. Zia yang merasa kesal langsung mengambil alih panggilan dan berkata kasar pada orang yang telepon tersebut.

"Orang gila kali nih!" umpat Zia kesal.

"Nggak ada suaranya sama sekali?" tanya Tiara memastikan.

Zia mengangguk dan menjawab, "Iya, hanya suara kresek-kresek macam televisi koslet!"

Tiara memasukkan kembali handphonenya dan keduanya menuju ke kelas. Sepanjang jalan menuju kelas, Tiara bercerita asal-usul nomor panggilan nomor tersebut.

"Terus lo nggak bilang sama kak Zaidan?" tanya Zia antusias.

"Nggak lah, nanti kalau bilang sama aja gue tuh tipe cewek pengadu dong. Nggak ah, malas gue bilangnya," jawab Tiara.

"Lo aneh, nomor nggak jelas di simpan terus merasa terganggu, tapi nggak mau bilang sama yang bersangkutan. Mau lo apa sih, Ra?" tanya Zia penasaran.

"Terganggu sih nggak, Zi. Cuma ya ... gue penasaran aja sama nomor itu terus tahu darimana nomor gue. Itu aja kok," balas Tiara.

"Terserah lo deh, yang pasti kalau dia sudah mengganggu aktivitas lo ... gue saranin lo harus bilang sama kak Zaidan. Siapa tahu dia punya nomor itu, kan," kata Zia antusias.

"Dari awal aja udah rese, bagaimana nanti lanjutannya. Blokir aja nomornya!" titah Zia.

"Mau gue seperti itu, tapi penasaran, Zi. Siapa sih yang sudah nuduh gue merebut kekasihnya, pacaran aja gue nggak segala dituduh merebut," ucap Tiara.

"Makanya, blokir aja. Nggak penting banget nomor seperti itu di save," timpal Zia.

Keduanya kini kembali ke dalam kelas, di sepanjang jalan menuju kelas Tiara bercerita pada Zia awalnya dia mendapatkan telepon dari nomor tersebut.

"Terus lo nggak bilang sama kak Zaidan?"

"Nggak lah, nanti gue dianggap cewek pengadu lagi. Malas banget gue," jawab Tiara.

"Bukan cewek pengadu, Ra. Terserah lo sih, kalau sampai mengganggu aktivitas lo 'kan bahaya juga, terus sudah fitnah lo padahal belum ada buktinya. Siapa tahu kak Zaidan punya nomor itu juga, kan," ucap Zia memberikan solusi.

"Mengganggu sih nggak, Zi. Gue cuma penasaran aja kok, nanti kalau sudah melewati batas baru deh gue ambil tindakan," balas Tiara sambil merangkul lengan Zia.

"Dorr!" 

Tiara dan Zia terkejut saat ada yang mengagetkannya ketika masuk ke kelas, sontak Zia dan Tiara memukul orang tersebut karena terkejut dibuatnya.

"RESE LO, ZA!" pekik Tiara.

Raza tertawa terbahak-bahak karena melihat wajah Tiara dan Zia terkejut seperti bertemu hantu.

"Sarap lo! Sini nggak lo! Nggak terima gue, Raza!" pekik Tiara.

Raza kabur dari serangan Tiara alhasil mereka berdua seperti tom and jerry yang sedang bertengkar, Zia dan teman sekelasnya sudah terbiasa melihat kelakuan Tiara serta Raza yang seperti anak kecil. Kadang suara teriakan heboh mewarnai aksi mereka berdua, bahkan ada yang mengucapkan kalau mereka pasangan serasi. Aksi kejar-kejaran Tiara dan Raza berhenti saat bel masuk istirahat berbunyi lalu guru mata pelajaran fisika masuk ke kelas. Semua siswa siswi diam seketika karena guru tersebut dikenal killer, siapa saja yang bersuara kepalanya akan terkena penghapus melayang untuk itu tidak ada yang berani bersuara kecuali diminta oleh guru tersebut.

'Shit! Handphone gue getar mulu lagi, tumben banget,' batin Tiara.

Tiara berusaha mengambil handphonenya di dalam saku dan memasukkan ke dalam tas untuk mematikan handphone tersebut, tentu saja dengan wajah menatap lurus ke papan tulis seolah memperhatikan penjelasan guru fisika tersebut agar tidak ketahuan gerak-geriknya. Zia yang merasa Tiara sedang menyembunyikan sesuatu hanya melirik ke arahnya dan tidak bisa membantu sahabatnya kali ini karena guru tersebut seperti mempunyai banyak mata untuk memperhatikan gerak-gerik siswa siswi di kelas. Setelah berhasil mematikan handphonenya, Tiara dapat bernapas lega karena tidak ketahuan dengan guru, tapi saat namanya dipanggil Tiara langsung tersentak dan diam membisu.

"Tiara! Apa kamu tidak mendengarkan penjelasan saya?" tanya guru fisika dengan suara yang menggema.

"Sa-saya mendengarkan kok, Pak," jawab Tiara terbata-bata.

"Lalu apa ini jawabannya?" tanyanya lagi sambil mengetuk papan tulis menggunakan spidol.

"I-i-itu ja-jawabannya …."

Tiara membaca ulang apa yang ada di papan tulis, otaknya bekerja dengan cepat menuntut segera mencari jawaban. Setelah Tiara mengetahui jawabannya, dengan cepat dia menjawab soal tersebut. Guru fisika diam sejenak untuk mencerna setiap kalimat jawaban yang diucapkan oleh Tiara.

"Lain kali saat jam pelajaran handphone harus dimatikan!" titah guru fisika, "berlaku untuk semua! Kalian paham!"

'Ketahuan 'kan gue,' batin Tiara.

Siswa siswi menjawab serempak ,"Paham, Pak!"

"Hari ini kamu saya tolerir karena bisa menjawab pertanyaan ini, lain kali saya tidak akan mentolerir siapapun. Kalian paham!" titahnya lagi.

Tiara tersenyum kaku karena ketahuan oleh guru fisika dan aksinya diketahui oleh teman sekelasnya, Tiara pun kembali duduk dan langsung mendapatkan sikutan tangan dari Zia.

"Pasti nomor itu ya?" bisik Zia.

Tiara menggeleng dan menjawab dengan suara pelan, "Nggak tau."

"Semuanya! Perhatikan lagi, nanti setelah ini Bapak akan memberikan tugas di rumah untuk kalian!"

Pelajaran fisika pun kembali dilanjutkan hingga bel pergantian pelajaran berikutnya. Saat guru fisika sudah keluar kelas, dengan cepat Tiara memeriksa handphonenya untuk mengecek siapa orang yang sudah berani menelepon dirinya hingga mendapat malu di kelas.

"Tuh 'kan benar dugaan gue. Rese banget nih orang!" ucap Tiara kesal.

Benar dugaan Tiara dan Zia kalau yang menelepon adalah nomor yang tidak diketahui namanya, Tiara menyimpan nomor tersebut dengan nama Orgil kepanjangan dari orang gila. Dia menamai nomor tersebut memang seperti orang gila yang tidak jelas dan suka mengganggu bahkan sudah menuduhnya macam-macam. Waktu pun terus berlalu, bel pulang telah berbunyi. Seperti biasa tiga sekawan pulang bersama hingga menuju gerbang sekolah, tawa Tiara terhenti saat melihat sosok lelaki yang berada di dalam mobil berwarna hitam dan memanggil namanya. Tiara mengucek matanya untuk memastikan penglihatannya, bahkan Zia yang melihat langsung mengejek Tiara.

"Sudah sana masuk," titah Zia.

"Nggak ah, emangnya gue di suruh masuk," balas Tiara.

"Jelas lah, dia panggil nama lo untuk masuk ke dalam mobilnya. Nggak mungkin dong kak Zaidan jemput gue, aneh," jelas Tiara.

Zaidan pun keluar dari mobil dan menghampiri Tiara yang masih diam berdiri.

"Kamu nggak masuk? Kebetulan akak lewat sini lalu melihat beberapa siswa keluar, jadi akak sekalian aja nunggu kamu," jelas Zaidan.

"Ciie di jemput lah ceritanya," ejek Zia.

"Nggak, Kak. Makasih, aku naik angkutan umum saja. Nggak enak sama Zia terus Raza juga," tolak Tiara secara halus.

"Mmm … Kalau memang satu arah sekalian saja teman kamu ikut masuk. Akak sudah sering mendapat penolakan, akak harap kali ini jangan menolak lagi, heum," ucap Zaidan sambil tersenyum.

Tiara tersenyum malu saat mendapat jawaban Zaidan, berbeda dengan Raza yang menatap tajam sambil mengeraskan rahangnya karena melihat pemandangan di depannya.

"Kalau Tiara tidak mau jangan dipaksa dong!" celetuk Raza.