Kenapa aku mimpi aneh tadi?
Aku memang pengen punya banyak anak tapi kalau kebanyakan seperti tadi, aku juga nggak sanggup.
Kasihan juga Noona.
Jung Kook meneguk segelas air dingin yang baru saja ia ambil dari kulkas. Menenangkan dirinya.
Lalu ia masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya.
"Kookie ... Ada apa?" tanya Hana.
"Aku tadi mimpi. Noona hamil empat orang adik Kiki. Mereka lahir dengan sehat. Saat mereka berumur dua tahun, aku bermain bersama Kiki dan adik-adiknya. Terus Noona kasih kabar kalau Noona hamil lagi. Kembar empat lagi. Jungshook aku."
Hana hanya tertawa kecil "Bukannya kau ingin membuat kesebelasan Jeon?"
"Tapi ... Di mimpi aja aku sudah betul-betul capek. Apalagi kalau beneran."
"Jadi, kau maunya punya anak berapa?"
"Kalau dulu sebanyak-banyaknya. Tapi setelah dapat mimpi tadi, aku rasa tiga atau empat, mungkin?"
"Kalau lebih?"
"Aku bakal terima. Namanya juga rejeki. Banyak di luar sana suami istri yang sulit mendapatkan anak. Jadi disyukuri aja."
"Noona ..." Jung Kook hendak melanjutkan pembicaraannya tapi ketika ia melihat ke arah Hana, Hana sudah tertidur.
Ia menutupi Hana dan Kiki yang berada di tengah-tengah mereka dengan selimut lalu melanjutkan tidurnya yang sempat terpotong.
Keesokkan harinya ....
Jung Kook mencoba membuat camilan. Kiki mengikutinya.
"Kiki mau bantu appa?"
"Iya ..."
Jung Kook mendudukkan Kiki di kursi anak. Kemudian ia membuka kulkas. Melihat isi di dalamnya. Mengambil roti tawar dan selai strawberry.
Dokter bilang Noona belum boleh makan coklat.
"Ki ... Bantu appa oles rotinya" Jung Kook menyerahkan roti tawar dan selai.
Kiki mulai bekerja. Ia sudah sering melihat ibu dan ayahnya mengoles selai di roti. Kiki mulai mengoles selai.
"Ki ... Selainya jangan dimakan begitu saja" kata Jung Kook ketika melihat Kiki hendak memasukkan selai ke mulutnya. Jung Kook mulai memotong bahan untuk camilan. Ia mulai memasak. Ia mengolah bahan-bahan untuk membuat camilan.
Jung Kook selesai membuat camilan. Ia melihat hasil kerja Kiki. Sedikit belepotan. Tapi Jung Kook mengerti. Kiki masih kecil. Saraf motoriknya perlu dilatih terus.
"Yang mana punya appa?'
Kiki menunjuk roti dengan selai paling sedikit.
Dikit banget, Ki selainya.
"Untuk eomma?"
Kiki menunjuk roti dengan selai agak banyak.
"Punya Kiki?'
Kki menunjuk roti dengan selai paling banyak.
Ki ... Harusnya selai di roti appa paling banyak.
Kan beli selainya pake uang appa.
[pic]
Jung Kook melihat ke arah camilan buatannya. Entah kenapa camilan yang ia buat lengket di piring. Sepertinya ada lem di makanan itu.
Tapi Jung Kook tetap membawanya ke kamar.
Sayang, kan kalau dibuang.
Masih bisa dimakan, kok.
"Udah jadi camilannya?"
"Udah. Tapi ..."
Jung Kook bermain sulap.
"Noona ... Lihat ... Biarpun piringnya dibalik, camilannya nggak tumpah. Ajaib, kan?"
"Kenapa bisa begitu?"
"Aku juga nggak tahu. Biasanya nggak selengket ini."
Hana coba mengambil satu buah camilan. Tapi camilan itu terlalu lengket di piring.
Jung Kook coba membantu Hana. Ia mengambil camilan dengan gigi kelincinya dan memberikannya ke Hana.
"Jorok."
"Kenapa ? Karena ada air liurku?"
"Iya ..."
"Noona saat kita berciuman, Noona secara tidak sadar terkena air liurku bahkan mungkin Noona telan tapi Noona asyik-asyik aja tuh."
"Itu kan beda."
"Apanya yang beda? Kan sama-sama air liur?"
"Atau jangan-jangan Noona mau dicium dulu baru mau makan camilannya?" Jung Kook mulai tersenyum nakal.
"Modus. Ki ... appa jo-"
Belum sempat Hana menyelesaikan kalimatnya, Jung Kook memasukkan sepotong camilan ke mulut Hana. Hana mengunyahnya.
Manis ...
"Enak kan, Noona?"
Hana menganggukkan kepalanya.
"Biar lengket tapi manis dan enak, kan?"
Jung Kook memasukkan sepotong lagi ke mulut Hana.
"Noona ... Camilan ini memprediksi masa depan kita, lho"
"Apa?"
Kenapa camilan bisa memprediksi masa depan?
Camilan, kan untuk dimakan.
"Camilannya lengket, kan?"
Hana menganggukkan kepalanya.
"Itu artinya aku dan Noona bakal lengket terus"