webnovel

Dilamar Tuan

"Mereka keluarga baik-baik, Sho. Perdagangan manusia bukan bisnis mereka. Bisnis mereka membangun hotel. Apa kamu benar-benar gak tahu Jansen Group ini? Induk perusahaannya di Belanda sana. Kamu akan jadi nyonya besar setelah menikah. Jadi stop mikir yang aneh-aneh."

Stop mikir aneh-aneh apanya? Menikah muda tanpa kenal calon suami saja sudah aneh!

Kalau saja ada dan diberi waktu, Shona ingin mencari tentang Jansen Grup. Seperti tidak ada, mengingat kata Mbak Wuni mereka sudah menunggunya di depan.

"Tapi, Mbak ini terlalu cepat, aku ...."

"Lebih baik terlalu cepat tapi dapat orang kaya lagi ganteng, dari pada tidak sama sekali. Oke!"

"Bisa nawar nggak? Atau ganti aja deh, Mbak Wuni gitu yang sudah cocok menikah."

Rawuni tertawa. "Mana bisa. Kalau pun bisa, pasti Tuan Ghevin juga tidak akan mau sama aku. Udah sana!"

Semua kata-kata penolakan tertahan di balik lidah Shona. Dia tetap diam saat Rawuni mendandaninya. Wanita itu bahkan meminjamkan baju baru yang belum pernah dipakainya.

"Mbak, aku aneh kalau kalau didandanin gini, ya?" Shona melihat pantulan wajahnya di cermin.

"Ini cantik bukan aneh, Sho." Rawuni mengambil eyeliner, kemudian meminta Shona untuk menutup mata dan memakaikannya, setelah puas dengan hasilnya, diraihnya pensil alis berharga puluhan ribu dari kotak make up.

"Mbak, jangan tebal-tebal, aku gak mau kayak Sinchan."

Rawuni mendesis. "Kamu belum melihat udah banyak reguest. Lagian kejam amat aku bikin alismu kayak Sinchan." Ia merapikan bagian alis Shona, sengaja tidak dipertebal, karena alis alami gadis itu pun sudah sempurna dari sananya. Hanya memolesnya saja, biar tambah manis.

"Wajahmu pucat sekali. Sebaiknya pakai perona."

"Bagaimana gak pucat, baru juga dapat ijazah udah disuruh kawin." Shona hampir bersin, ketika Mbak Wuni menyapukan kuas bedak di wajahnya.

"Ini dikunci pake bedak tabur dan setting spray biar make up kamu gak luntur, dan selesai." Rawuni puas dengan hasil kerjanya.

Shona tampak berbeda, lebih cantik dan pastinya tidak terlalu kelihatan anak-anak banget.

"Apa orang kaya harus dandan seribet ini, Mbak?" tanya Shona ketika melihat wajahnya di cermin.

"Nggak, Kalau kamu mah emang aslinya udah cantik, mau dipakein tepung juga cantik, Sho. Beda lagi sama aku yang udah pakai make up full aja masih gak ada yang mau."

Kenapa bagian mengenaskan harus diterima Rawuni, ya?

"Rambut kamu bagian poni disanggul tipis, ya. Biar kayak ibu-ibu pejabat!"

"Heh?"

"Udah buruan, nanti kalau Tuan Ghevin pergi kamu gak jadi kawin sama orang kaya."

Yang dimau Shona memang itu, tapi sepertinya tidak mungkin. Karena pasti mereka masih menunggunya. Malang sekali nasibnya!

Sepuluh menit kemudian, saat Shona setengah dihela menuju ruang tamu, dia sadar bahwa inilah hari terakhir dia hidup melajang di dunia. Dari Rawuni, Shona mendapat kabar kalau upacara pernikahannya akan dilangsungkan besok pagi.

Kenapa nggak setahun lagi, atau minimal dua tahun lagi. Masa langsung kawin gitu aja, nggak pake penjajakan. Hais, benar-benar sial Shona rasa.

"Nah, itu dia putri kami. Shona, sini, Nak ...."

Shona mengangkat wajah dan melihat wajah Ibu Panti penuh luapan kebahagiaan. Seumur tinggal di sana, rasanya baru kali ini dia menemukan wajah Ibu Panti se-glowing ini. Seolah ada ratusan kunang-kunang yang hidup di bawah kulit wajah Ibu Panti. Bercahaya seperti mentari pagi.

"Cantik sekali."

Shona melirik sumber suara, dan langsung bergidik. Di sana duduk seorang aki-aki beruban seluruh kepala. Apanya yang ganteng selangit tembus? Semua itu dusta. Calon suaminya adalah aki-aki peot bau tanah. Kulitnya pasti akan melambai-lambai jika tertiup angin.

Tidak bisa membayangkan ketika malam pertama pria itu masih kuat?

"Jadi, Tuan Ghevin, apa kami harus mengurus upacara pernikahannya di sini?" tanya Ibu Panti dengan nada suara yang lembut.

Tidak! Aku gak mau nikah sama aki-aki kisut ini. Shona berteriak dalam hati. Jika bisa, ia akan lari sekencang-kencangnya sekarang, agar batal pernikahan yang sama sekali tak diharapkan ini. Percuma sih, Shona tahu itu, meski ia berhasil lari pun para pengawal Tuan Ghevin yang berdiri di dekat pintu itu pasti bisa menangkapnya.

Tapi menikah dengan aki-aki yang Shona yakin jalan saja pasti sudah memakai tongkat? Ah, itu sangat menggelikan. Apa kata dunia kalau tahu ia, seorang Shona Jefika menikah dengan lelaki tua yang cocok jadi kakeknya? Kalau teman-teman sekolahnya tahu bagaimana?

Diliriknya lagi pria beruban seluruh kepala itu, kemudian menelan ludahnya kasar. Tak bisa dibayangkan tangan keriput milik lelaki itu membelainya, menjamah seluruh tubuhnya.

Arrrrghh! Tidak mau!

Shona ingin menangis, menolak pernikahan ini.

Caranya bagaimana? Apa ia harus berteriak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih yang saling mencintai? Tidak akan berhasil, karena selama ini mana ada cowok yang mendekatinya, bahkan mempunyai seorang pacar saja ia belum pernah sama sekali. Jadi alasan itu pasti tidak akan berhasil bahkan sebelum sempat terlaksana.

Atau ia bilang saja kalau menyukai sesama wanita? Dan tidak tertarik sama sekali dengan pria? Sepertinya itu akan berhasil, tapi kalau semua menganggap ia tidak sudak lelaki, dan sampai tua nggak ada yang melamar bagaimana?

Jadi yang dilakukan Shona hanya pasrah.

Boro-boro surga dunia seperti yang Mili katakan, dengan aki-aki jelang masuk liang lahat ini dia justru jauh dari surga dunia. Sialan sekali Mili itu! Ternyata benar, standar ganteng versi Mili dan ia tak sama.

Satu dehaman terdengar di ruangan itu, diikuti suara bariton yang enak di kuping seluruh hadirin. "Upacara pernikahan dan resepsi sedang dipersiapkan di Hotel Ritz, Ibu. Biarkan itu menjadi perhatian kami seluruhnya. Ibu dan semua anak-anak adalah undangan khususnya, jadi tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa."

"Ah, Tuan Ghevin mulia sekali hatinya," ujar Ibu Panti lega.

Pandangan Shona mengikuti arah pandangan Ibu Panti. Di sudut ruang, di atas kursi tamu tua yang ditempatkan paling ujung, tampak seorang pria bersetelan dengan penampilan separuh bule tengah memperhatikan dirinya. Sebelumnya Shona terlalu menunduk hingga tidak menyadari siapa saja yang hadir di sana.

Dua tatap bertemu. Alih-alih jejingkrakan kegirangan karena dilamar Tuan Separuh Bule, Shona malah diserang kepanikan.

Jika yang baru saja bicara itu adalah Tuan Ghevin Aditama Jansen sendiri, maka Mili benar kalau dia akan menikah dengan om-om bercambang tipis-tipis super ganteng.

Sepertinya ia mimpi. Tolong, siapa saja jangan pernah bangunkan ia dari mimpi indah ini.

Shona masih menyembunyikan wajahnya, tidak berani menatap langsung Tuan Ghevin yang bahkan lebih tampan dari aktor manapun yang pernah dilihatnya di layar televisi. Dan pria itu adalah calon suaminya?

Pengen pingsan rasanya!

"Maaf, sebelumnya, Ibu ...." Suara bariton si Pria Separuh Bule terdengar lagi. "Apa saya boleh bersalaman dengan Nona Shona Jefika?"

Oh, Lord ... Tuan Ghevin Aditama Jansen ini akan menyentuhnya untuk pertama kali.

Shona langsung banjir keringat dingin.