webnovel

Penyihir Tanpa Nama

Nama? Aku tidak memilikinya. Ketika aku membuka mataku, yang bisa kulihat adalah pemandangan berupa ruangan singgasana yang sudah bersimbah darah, penuh dengan mayat orang-orang yang tergeletak tak bernyawa di lantai.

Aku duduk di atas singgasana gelap yang hitam dan terbuat dari kerangka tulang. Aku tak bisa mengingat apapun yang sudah terjadi, yang bisa kuingat justru adalah kehidupan masa laluku, dimana aku hidup sebagai seorang manusia biasa, di sebuah tempat bernama bumi.

Kehidupanku saat itu, aku seorang gadis biasa, yang sejak kecil selalu hidup dengan tubuh yang lemah. Puncaknya adalah, di usia ke-16 tahun ku, aku terkena penyakit parah yang membuat ku tak bisa beraktivitas dengan normal.

Dan saat itu terjadi, aku harus terus menerus berada di bawah perawatan intensif dengan bantuan alat medis yang membuatku tak bisa hidup normal layaknya remaja lainnya.

Setelah 10 tahun terus saja hidup di tempat yang bernama 'rumah sakit', aku akhirnya mendapatkan pencerahan yang mana seorang dokter mengatakan bahwa aku bisa diselamatkan dengan sebuah operasi. Dengan perasaan senang penuh harap akan kehidupanku yang kembali seperti sedia kala, aku menerimanya dengan senang hati.

Siapa bilang aku tidak bisa diselamatkan? Semua dokter yang mengatakan hal itu padaku benar-benar sangat jahat,, itulah apa yang sempat kupikirkan. Hingga,

Ketika aku melakukan operasi itu, sesaat aku menyadari, bahwa orang itu tidak melakukan apapun terhadap bagian tubuhku yang sedang sakit, melainkan mengincar organ dalam ku yang lain yang masih dalam kondisi sehat. Saat itulah, aku menemui ajalku.

Sepertinya satu-satunya harapan kecil yang kumiliki sudah hangus dan hancur lebur bersama dengan semua keinginanku untuk hidup. Ketika aku menyesali setiap hal sia-sia yang kulakukan sepanjang kehidupanku, aku sadar bahwa aku tidak seharusnya menyesali semuanya,

Dan saat itulah, aku membuka mataku, di depan lantai yang telah di banjiri oleh cairan pekat berwarna merah. Saat aku masih mencoba mencerna apa yang terjadi sembari menahan diriku untuk tidak memuntahkan seluruh isi perutku melihat pemandangan mengerikan di depanku, seseorang datang dan langsung berlutut di depanku.

Ia berlutut di atas lantai yang telah di banjiri oleh darah orang-orang itu, tanpa memperdulikan apa yang telah terjadi, atau apa yang sebenarnya tengah terjadi disana.

Pria bersurai pirang itu menatapku dengan matanya yang sehijau batu zamrud. Dengan tatapan yang begitu tegas namun kosong, ia memperkenalkan dirinya.

"Wahai penyihir tanpa nama, aku adalah Erland Cynderyn, pangeran ke-delapan kerajaan Orecia ini. Suatu kehormatan bagiku untuk bisa bertemu dengan penyihir agung yang selalu di elukan oleh masyarakat. Dengan ini, aku bersumpah akan mengabdikan seluruh hidupku kepada anda, Sang penguasa baru kerajaan ini."

Orecia.. itu adalah salah satu nama permainan otome yang pernah aku mainkan.

Sebagai remaja yang tidak pernah merasakan romantisme dan tumbuh di lingkungan rumah sakit, aku melakukan pelarian dengan memainkan banyak permainan otome yang membuat setidaknya, imajinasiku mengenai kekasih dan hal semacam itu, bisa terpuaskan.

Aku seorang gadis normal yang selalu ingin memiliki pacar, jadi itu wajar saja.

Saat itulah, dari sekian banyak permainan video yang ku mainkan, ada satu permainan yang membuatku selalu mengulangi permainan itu demi mencari akhir permainan yang berbeda. Karena cerita yang sangat seru, dan grafis yang sangat memanjakan mata.

Permainan itu menceritakan mengenai seorang saintess bernama Fane Floyd, yang merupakan saintess dari gereja suci, yang merupakan pusat dari seluruh gereja di dunia, ditugaskan untuk melihat keadaan yang terjadi di kerajaan Orecia setelah pemimpin kerajaan tersebut berganti.

Ternyata, Fane menemukan bahwa kerajaan tersebut telah diambil alih oleh seorang penyihir tanpa nama yang sangat kejam, bengis dan tak peduli soal nyawa manusia. Ia pun hanya menginginkan harta, kekayaan dan kemakmuran untuk dirinya sendiri.

Dengan kekuatannya yang luar biasa itu, dia mengendalikan kerajaan Orecia seperti seorang diktator yang tidak pernah memberikan upah apapun kepada rakyatnya.

Rakyat diperas, dipaksa hidup seperti penghasil uang dan sumber daya kepada penyihir tanpa nama itu.

Dan jika ada yang membantah, mereka semua akan langsung mati.

Merasa kasihan akan hidup para rakyat yang tinggal di negeri ini, Fane kemudian mencoba menyelematkan negeri ini. Dia pun dibantu oleh karakter-karakter pria yang nantinya akan muncul dan menjadi salah satu pengantinnya.

Fane akan menghabisi penyihir tanpa nama, menikah dengan salah seorang karakter pria itu, dan menjadi penguasa baru kerajaan Orecia.

Dan begitulah, akhir bahagia didapatkan.

Dan jika berdasarkan ucapan pria ini benar, maka aku adalah penyihir tanpa nama yang menguasai kerajaan Orecia setelah membunuh ratusan nyawa di istana ini dan memenggal kepala para penguasa istana.

Aku adalah.. si penyihir tanpa nama..

Dan pria ini adalah Erland Eric Cynderyn, salah satu karakter utama pria yang nantinya akan berpihak kepada Fane dan membelot dari pihak penyihir tanpa nama. Dia adalah pangeran kerajaan ini, dan dia mengabdi kepada penyihir tanpa nama untuk menyelamatkan nyawanya.

Sebagai seorang yang gila akan pria, tentu saja penyihir tanpa nama menerima pria itu dengan senang hati. Terlebih wajahnya yang sangat tampan membuat siapapun takkan bisa berpaling darinya, begitu pula dengan hati si penyihir tanpa nama.

Dan begitulah, kisah masa lalu Erland yang akan menjadi budak dari si penyihir tanpa nama dimulai.

"Begitu ya.." tanggapku mencoba memenuhi peranku sebagai si penyihir tanpa nama yang kejam. "Tugas pertamamu adalah membersihkan ruangan kotor ini. Saat aku kembali, aku tak ingin melihat sejengkal saja noda darah memenuhi ruangan ini."

"..baik, Yang Mulia Penyihir." Jawab Erland.

Aku berdiri dari singgasana itu, melangkah menuruni tangga dan sampai di lantai yang penuh akan genangan darah. Aku meremas gaunku, mencoba sebisaku untuk tidak muntah melewati semua cairan kental berwarna merah ini.

Aku tak peduli apapun. Yang pasti, prioritasku saat ini adalah keluar dari tempat bau anyir ini yang melukai baik mata dan penciumanku serta seluruh indera perasaku.

.

.

.

Aku berdiri di sebuah balkon yang menghadap langsung ke arah lapangan istana yang di sana juga dipenuhi oleh ratusan ksatria tak bernyawa yang sudah terbaring di atas tanah dengan kondisi tersayat.

Apakah tubuh ini yang melakukan itu semua? Apakah penyihir tanpa nama sekuat itu hingga bisa membunuh semua orang ini?

Aku tidak yakin seberapa besar kekuatan yang penyihir tanpa nama miliki. Namun, yang jelas, itu tidak dijelaskan dengan begitu baik di dalam permainan video.

Di dalam permaianan, hanya dijelaskan mengenai penyihir tanpa nama yang sangat kuat. Namun dia sangat mudah dikalahkan karena pemeran utama memiliki elemen cahaya dan kekuatan suci yang merupakan kelemahan dari penyihir tanpa nama.

Karena genre utamanya sejak awal adalah romansa dan kencan, jadi aku tidak pernah membayangkan bahwa kejadian sesungguhnya yang terjadi bisa segelap ini.

Baiklah, sejak awal di cerita memang genre permainan ini tidak secerah game otome biasanya yang mungkin penuh warna dan nuansa cinta yang bahagia. Orecian Stories memang adalah sebuah game yang lebih gelap dengan kisah cinta yang lebih terasa mencekam namun tetap menghangatkan hati.

Tapi, itu tidak menjelaskan hal semengerikan ini mengenai pembantaian massal yang sudah dilakukan oleh penyihir tanpa nama ini.

"Penyihir, anda tidak ada di ruang singgasana, jadi saya harus menyusul anda kemari untuk memastikan." Ucap sebuah suara.

Aku diam karena mendengar suara tersebut tapi tidak melihat seorangpun disini bersamaku.

"Apa anda tidak kenapa-napa? Ada yang sakit?" Tanya suara itu lagi. Suara itu terdengar dari atas kepalaku.

Aku pun mendongak untuk memastikan, dan ternyata itu adalah seekor gagak yang terbang di atas kepalaku.

Benar juga, penyihir tanpa nama memiliki peliharaan seekor gagak yang selalu menemaninya kemanapun. Gagak itu juga sama seperti sang penyihir, tidak bernama.

"Aku tidak yakin.. sesuatu terjadi dan aku tak bisa mengingat apapun.." jawabku. Setidaknya, ini hanyalah seekor gagak bukan.. apa hal terburuk yang bisa terjadi jika aku bercerita pada seekor gagak..?

"Apa?! Bagaimaja bisa?! Apa kepalamu terbentur? Ataukah itu sihir orang-orang biadab itu?!" Teriak gagak itu panik. Suaranya adalah suara laki-laki, namun terdengar agak tinggi. Mungkin dia adalah anak laki-laki.

"Haha, aku pun tidak tahu.. karena itu, aku sekarang sednag merasa sangat bingung, karena aku bahkan tak bisa mengingat apapun.." ucapku.

Gagak itu pun mendarat di pundakku. "Kau adalah penyihir. Dan aku adalah seekor gagak. Kupikir, hanya itu yang perlu kau tau." Jelas gagak itu.

"..lalu, kenapa aku bisa berada disini?" Tanyaku.

"Kau adalah penguasa negeri ini. Mereka merebut kerajaanmu, jadi kau hanya merebutnya kembali. Tak perlu merasa bersalah, karena sejak awal merekalah yang salah." Lanjut gagak itu.

Ucapannya tidak bisa sepenuhnya aku percayai. Karena tentu saja itu terdengar sangat aneh dan tidak sesuai dengan cerita di dalam permainan video.

"Mereka juga melakukan hal yang sama pada keluarga kita dulu. Sampai saat ini pun aku masih tak bisa memaafkan mereka. Tapi, kau sudah melakukan yang terbaik." Ucap gagak itu berbicara lagi. "Karena itu, jangan merasa sedih ataupun bersalah karena kau tidak bisa mengingatnya. Semua ingatan itu, juga tidak terlalu penting untuk kau miliki."

"..gagak, apa kau tidak memiliki nama?" Tanyaku. "Karena aku tak bisa mengingat namaku sendiri.."

"..kau tidak memiliki nama. Dan aku juga. Kita dua orang yang terasingkan dari dunia ini, jadi tak perlu memikirkan hal kecil semacam itu." Ucap gagak itu yang kemudian terbang di depan wajahku. "Aku sudah menyiapkan kamar untukmu, istirahatlah. Kau sudah menggunakan banyak kekuatan sihir untuk sampai di titik ini, aku akan mengawasi ruanganmu, jadi tak perlu khawatir."

"...baiklah.." jawabku paham.

Ia kemudian menuntunku pergi mengikutinya.

.

.

.

Kami sampai di sebuah kamar yang besar dan mewah. Ranjang berukuran king size yang benar-benar terlihat bersih dan rapi, dengan segala ornamen berwarna gelap yang sangat suram.

Mungkin gagak ini sudah merubahnya sebelumnya. Dengan, sihir sepertinya..?

Yah, lagipula ini adalah dunia permainan. Dan terlebih bergenre fantasy.

Itu hal yang normal.

Tapi, apa jika aku berada disini.. itu artinya aku bisa bertemu dengan karakter-karakter utama pria yang sangat tampan itu?

Yang paling tampan tentu saja karakter paling utama dari semua karakter utama pria, namanya adalah Aiden. Dia adalah seorang tentara bayaran.

Dia dibayar oleh gereja untuk membantu mengawal Fane, sang saintess untuk bisa masuk ke kerajaan ini dengan aman.

Mereka harus masuk dengan menyamar menjadi rakyat biasa, sehingga mereka tidak dicurigai sebagai bawahan dari gereja.

Memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya membuat kepalaku sakit, jadi aku akan duduk di kursi ku dan menatap ke arah langit-langit kamar itu yang juga terdapat sebuah lukisan megah mengenai seekor naga berwarna hitam.

"Ini adalah kamar lamamu." Ucap gagak itu yang kemudian terbang di langit-langit. "Kau mungkin tidak mengingatnya, tapi ini adalah tempat yang penuh dengan kenangan masa kecil kita."

Dengan penuh rasa penasaran, aku bertanya pada gagak itu. "Apa aku tidak boleh mengetahui masa laluku?" Tanyaku.

Ia menatapku dengan matanya yang berwarna kuning seperti mata kucing, padahal dia seekor gagak. "Kau tidak boleh." Ia menjawab dengan tatapan tajam.

Aku menunduk.

Ia kemudian terbang ke hadapanku. "Tentu saja aku hanya bercanda. Kau boleh mengetahuinya, aku tak mungkin melarangmu, kenapa aku harus melarangmu? Tapi seperti yang kuucapkan tadi, semua memori itu tidak terlalu penting untuk kau ketahui."

"Tak masalah. Aku hanya penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi padaku." Aku menjawab sembari tersenyum.

Ia melirikku dengan tatapan tajamnya. "Kau yakin kau hanya kehilangan ingatanmu? Mereka sepertinya melakukan sesuatu padamu. Kau terlihat seperti orang yang sangat jauh berbeda."

BADUM!

Aku diam. Aku tak boleh mengacau atau gagak ini akan membunuhku dalam seketika.

"Apa maksudmu berbeda?" Tanyaku dengan ekspresi tak senang.

"..tentu saja ini." Ia menjawab dan kemudian mematuk kepalaku.

"Ack!" Teriakku kesakitan.

"Kau benar-benar berani pada kakakmu sendiri? Apanya yang tidak berbeda!" Ujarnya yang masih mematuk kepalaku.

"Apa? Kau adalah kakakku? Kupikir kau peliharaanku."

"Benar-benar tidak sopan!"

*To be Continued*