webnovel

Si Gadis Polos

Pemahaman menimbulkan kesalapahaman, itulah sulitnya sebuah hubungan. Begitu yang terjadi pada ayahku, pada keluargaku, seandainya kita tidak saling memahami apakah tidak sedalam itu? Begitu pikirku.

Hanya mengisi peran sebagai individu, seperti robot.

Dunia ini begitu kompleks untuk dapat aku pahami, manusia sering terpicu karena prasangka tanpa tahu kebenarannya. Begitu adikku keluar dari rumah, mungkin itu yang terbaik baginya, bagaimana dengan ayah? Aku tidak tahu.

Keegoisan untuk menentang hukum alam, bagaimanapun juga orang mati tidak bisa kembali. Hal sesederhana itu tidak bisa dia pahami. Jika ibu adalah satu-satunya makna bagi hidupnya, lalu bagaimana dengan Aku dan Joe.

Manusia selalu berubah, baik atau buruk. Di dalam dunianya sendiri ada prasangka tentang benda-benda, sifat-sifat orang lain, itu yang sering keliru, begitulah Ayah menderita.

Prasangka bahwa Ibu adalah segalanya...

Aku juga tidak tahu... setiap hari selalu berubah, perasaan, pikiran... apa yang harus kupercaya.

Didorong oleh waktu, dipaksa untuk menyelidiki, betapa mudahnya kita keliru.

Sisakan ruang untuk ketidaktahuan, di dalamnya terdapat jurang, kebenaran jauh di dasar.

Dan saat melihat kebenaran, bisakah kita, melepas sinyal kecurigaan.

***

"Senior Willy!" Teriaknya di belakangku, aku menoleh ke belakang.

"Stella! kenapa kau berada disini, tempat ini berbahaya!" Aku melihat gadis itu berlari ketakutan dengan wajah menahan tangis.

Gadis itu mendekap diriku sangat erat, menangis sesenggukan, aku menepuk punggung-nya untuk membuatnya tenang.

"Kau aman disini." Begitu ucapku dengan pelan kepada gadis ini.

Tangisan seorang gadis melelehkan perasaanku, sekaligus meningkatkan kepercayaan diriku karena saat ini bersandar di pelukanku. Aku ingin menghajar habis-habisan sesuatu yang membuatnya seperti ini.

Menengadah keatas, "Kenapa kalian melibatkannya!" Teriakku.

"Kami hanya membutuhkan adam, dia berada disini karena kebetulan berada di sampingmu, saat kami akan menjemputmu."

"Bisakah kalian berjanji untuk tidak melukainya."

"Tergantung pilihanmu."

Stella semakin erat memelukku, lalu aku menariknya untuk lepas, ingusnya menempel pada seragamku pantas dia tidak ingin lepas.

"Senior, kau bicara dengan siapa?" Tanya gadis itu.

Aku menceritakan kepada Stella tentang suara misterius yang barusan dia dengar, dan alasan bagaimana kita berada di tempat ini. Otaknya tidak cukup menjangkau semua itu namun aku memberinya satu peringatan, "JANGAN TEKAN TOMBOL DI DEPAN." Dia mengangguk seperti anak kecil dan itu yang membuatku merasa cemas.

"Bagaimana dengan kondisimu?" Tanyaku.

Suara itu menyela saat Stella akan menjawab pertanyaanku.

"Bagaimana kau bisa keluar dari hutan itu?"

"Ah, aku mengikuti cahaya dan menemukan Senior Willy."

***

[Dari Pengamatan Stella]

Berapa lama aku pingsan...

Samar-samar aku mengingat berdiri di depan Minimarket untuk menunggu jemputan dari ayah; dan seingatku aku bersama... "Senior Willy!!!"

Aku melihat sekelilingku, gelap dan sesak...

Sesuatu mengitariku dengan geraman yang dalam, sesuatu yang besar dan lapar.

Seperti kelompok keluarga yang duduk di meja makan dengan cakar dan taring yang mengkilat dan aku adalah menu utamanya.

Aku tidak bisa bergerak atau berteriak. Saat aku berpikir semuanya akan berakhir cahaya datang di dalam dada ku, mengusir semua makhluk lapar, serakah dan rakus. Aku memikirkan keluargaku, senior dan teman-teman.

Kini aku menemukan cahaya yang dapat menuntunku keluar dari tempat ini, aku tidak kegelapan lagi.

Saat cahaya meresap menyebar luas dalam kegelapan, aku berada di sebuah hutan.

Cahaya itu memanduku, tidak ada lagi yang dapat aku lakukan selain mengikuti, cahaya pastilah sesuatu yang dapat dipercaya, secara konkret itu dapat membantumu untuk melihat, tapi aku tidak tahu kemana cahaya itu mengarah, siapa peduli? aku takut gelap.

Aku mengikuti cahaya itu hingga menemukan senior Willy.

***

"Hutan itu... melahap apapun termasuk cahaya, mereka adalah spesies yang kami kembangkan untuk menjaga pertahanan kami, makhluk apapun yang memiliki hasrat tidak dapat terlepas, hingga akhirnya melebur ke tanah menjadi nutrisi bagi mereka. Pikiranmu akan dibuat kacau olehnya. Bagaimana kau bisa?"

"Aku mengikuti cahaya yang menuntunku sampai kesini." Ucap Stella.

"Bagaimana... ehemm... itu tidak penting, apa pilihan mu Willy?"

"Aku..." Setelah aku menghadap keatas, tanpa sadar Stella tidak ada di dekatku, panik aku celingukan mencarinya.

Aku melihat Stella memakan hidangan aneh yang bisa menjerit itu, aku terkejut melihatnya yang tidak merasa jijik dengan tampilannya.

Dia memakan dengan lahap, aku bertanya karena penasaran, "Bagaimana rasanya?" Aku menelan ludah. Kenapa dia makan dengan lahap? apa itu enak? apa cuma tampilannya saja? yang lebih penting, apa dia tidak berpikir bahwa itu beracun? gadis bodoh.

"Swenior... ini... uwenakk beneran..." Ucapnya lalu bersendawa.

"B-benarkah? aku... ingin coba." Aku menatap mata ikan itu! matanya bergerak dengan badan yang terpisah, aku mengambil dengan sendok satu potong kepalanya, saat aku membuka mulut, tepat berada di depan mulut yang terbuka dengan wajah yang gelisah, ikan itu menjerit, reflek karena takut dengan cepat aku memasukannya ke dalam mulut.

Aku mengunyah itu perlahan, di setiap gigitannya suaranya masih terdengar di dalam mulutku,"piyekk piyekk!" Sensasi yang aneh. Rasanya seperti ikan biasa, tidak amis sama sekali dan rasanya cukup unik. Tapi yang paling menarik itu, suara jeritan saat aku mengunyahnya.

Tanpa aku sadari aku menghabiskan semuanya... tidak ada yang terjadi pada tubuhku.

Aku meminta dua porsi lagi untukku dan Stella. Dengan cepat kami menghabiskannya, lagi, lagi, lagi dan lagi... hingga perut kami tidak cukup untuk menampung lagi!

"Ah... kenyangnya..." Ucapku sambil menepuk perut yang menggunung.

Stella bersendawa membuat tanah afr*ka bergetar melihatnya, mengelus perutnya dengan senyuman lega, terbaring terayun seperti balon udara.

"S-sekarang bagaimana... apa pil..." Aku memotong, "Ah, aku tidak dapat bergerak."

"Senior aku ingin menonton drama di tivi."

"Oh, oke, hei! bisa kirimkan kami tivi."

Aku dan Stella terbaring dengan memeluk perut kami yang membuncit.

"Apa pili..." Aku memotong, "Aku tidak bisa berpikir untuk membuat pilihan saat pikiranku kacau, aku butuh sesuatu untuk bersantai, oh, sekalian sediakan minum."

"S-siapa yang dalam masalah disini dan siapa yang berkuasa disini."

"Bukannya kalian itu tuan rumah! Cih! tuan rumah macam apa! kalian harus belajar adat istiadat bumi." Ucapku, lalu Stella menambahkan, "Ya, Nenek ku bilang, kau harus menghargai tamu!"

"K-kami tidak memiliki tivi tetapi kami memiliki sesuatu yang serupa, kami menangkap sinyal pada stasiun televisi di seluruh bumi, kami akan memperlihatkannya pada kalian dalam bentuk visual."

Sekumpulan cahaya piksel merayap dari atas ke bawah, membentuk sebuah layar lebar seperti bioskop. Membuat kami berdua merasa kagum.

"Senior, apakah itu hologram?"

"Tidak, tidak ada projektor di sekitar sini."

"Cukup! kalian keterlaluan!"

Kami berdua melayang di udara, digerakkan oleh sesuatu, menyeret kami sampai ke angkasa.

Mereka tidak bercanda!