"Hemmmm...hemmmm"
Deheman seseorang membuyarkan aktifitas Ardham dan Nadine.
Sontak Nadine melepas bibirnya dan menjauhkan tubuhnya dari Ardham. Wajah Nadine benar-benar memerah bak kepiting yang baru di rebus. Ardham yang telah mengenal suara deheman itu tetap tenang di ranjangnya sambil mengusap bibirnya yang sedikit basah.
"Masuklah Bay, harusnya kamu mengetuk pintu sebelum masuk." ucap Ardham mulai meringis merasakan sakit lagi pada lukanya.
"Kenapa Dham? apakah kamu merasakan sakit lagi sekarang? setelah rasa nikmat itu hilang dari bibirmu?" goda Abay dengan terkekeh.
Ardham hanya tersenyum, mendengar gurauan Abay. Nadine yang berada di samping Ardham, semakin menundukkan merah wajahnya.
"Emm... Paman, aku pulang dulu sebentar ya? Aku mau ganti pakaian, nanti aku kembali ke sini lagi." pamit Nadine pada Ardham.
"Nadine, minta siapa saja untuk menemanimu. Kamu jangan sendirian keluarnya, atau telpon Marvin saja untuk menemanimu pulang." pesan Ardham pada Nadine yang masih kuatir akan bahaya di luar.
Nadine mengangguk kecil menatap Ardham , kemudian beralih menatap Abay.
"Paman Abay, tolong jaga Paman Ardham ya." ucap Nadine cepat bergegas keluar dari kamar Ardham karena rasa malu yang sudah tak bisa di tahannya.
Melihat sikap Nadine yang malu, Abay hanya bisa mengulum senyum.
"Tak ku sangka Dham, selama mengenalmu bertahun-tahun baru kali ini aku melihatmu berciuman. Dengan yang masih muda lagi." ledek Abay sambil terkekeh. Ardham melirik Abay dengan sedikit merah pada wajahnya.
"Aku mencintainya Bay, dan jangan sekali-kali kamu mentertawakanku." sahut Ardham sedikit kesal di permalukan oleh Abay.
"Ya aku tahu, tapi bagaimana dengan Anna? sudah bertahun-tahun dia menemanimu?" tanya Abay penasaran.
"Tanya sendiri sama Anna, dan itu juga bukan urusanmu Bay. Tugasmu hanya mengurusi kematian Arsen dan Kayla." dingin suara Ardham menambah tawa Abay semakin keras.
"Dham, ngomong-ngomong ada kabar baik untukmu. Kita sedikit mendapat titik terang menuju ke pembunuh itu. Aku mendapatkan bukti rekaman cctv yang terpasang di sebuah toko di pinggir jalan, saat kamu kecelakaan." ucap Abay memulai pada pokok masalah Ardham. Kening Ardham berkerut, memikirkan sesuatu.
"Kenapa rekamannya cctv kamu dapatkan dari toko? bukan yang terpasang di jalan?" tanya Ardham heran.
"Rekaman cctv yang di jalan sudah terhapus pada jam kamu kecelakaan." terang Abay.
"Apa rekaman itu sudah kamu salin dan kamu simpan?" Ardham sedikit kuatir jika rekaman itu akan hilang atau di curi orang.
"Sudah Dham, aku save juga di ponselku. Dan aku juga sudah menyediki mobil merah yang menabrakmu. Hari ini anak buahku akan menangkapnya." ujar Abay.
"Jika kecelakaan ini di sengaja, berarti kita harus benar-benar menjaga Nadine, kalau bisa kita harus menyembunyikan Nadine untuk sementara, sampai kita mendapatkan dalangnya." ucap Ardham mulai kuatir akan keselamatan Nadine.
"Kalau kita menyembunyikan Nadine, pasti dia akan bertanya-tanya, lalu kita harus menjawab apa?" tanya Abay mulai gusar
"Biar aku sendiri yang akan menjelaskan pada Nadine." jawab Ardham seraya membuang selimutnya mencoba untuk duduk.
"Kamu kuatir sekali padanya? apa kau akan menikahinya setelah semua ini selesai?" tanya Abay tiba-tiba.
Satu pertanyaan Abay yang membuat Ardham terhenyak dalam duduknya.
"Kamu! tidak kah kamu urusi saja orang yang menabrakku." sentak Ardham kembali dengan wajah merahnya.
"Auuuuhhhhh." Ardham mengaduh kesakitan saat memiringkan tubuhnya sedikit untuk mengambil air minum.
Abay tertawa terpingkal-pingkal.
"Coba kalau ada Nadine, pasti gak terasa sakit. Abang selalu kuat dek...hahahaha." ledek Abay, sembari berjalan ke sofa menyandarkan badannya.
Tangan Ardham terkepal, ingin melempar bantal ke wajah Abay yang tak henti menggodanya.
"Ada apa nih? ramai benar?" Tiba-tiba Bella datang dengan Anna. Bella meletakkan paperbag yang berisi nasi kotak dan kue ringan ke atas meja.
"Sudah makan Bay?" tanya Bella, ikut duduk di samping Abay.
Anna berjalan menghampiri Ardham yang duduk dengan wajah yang terlihat kesal.
"Kenapa dengan wajahmu Dham? Seperti orang yang lagi di paksa kawin." Anna ikut menggoda Ardham.
Ardham melengos mengalihkan perhatiannya pada ponselnya.
Anna tersenyum melirik, Abay yang masih tertawa sambil makan kue yang di bawa Bella.
"Ini enak sekali Bell, inilah bahagianya jika punya istri. Ada yang masakin dan buat kue seperti ini." ucap Abay menyindir Ardham yang hanya terdiam melihat teman-temannya yang mulai menggodanya habis-habisan.
"Sudah-sudah, jangan buat Ardham seperti kepiting rebus. Kasihan." sahut Bella seraya berjalan memberikan kue pada Anna, dan pada Ardham.
Ardham meletakkan kuenya di atas meja di sampingnya. Nafsu makannya hilang saat dirinya jadi bulan-bulanan teman-temannya.
"Ayo lah..kalian tidak tahu apa-apa, jadi jangan mengolokku lagi." sungut Ardham kesal.
"Abay tolong kamu bisa ceritakan apa yang kamu tahu soal kecelakaan itu pada Anna dan Bella. Dan tunjukkan rekaman itu yang sudah kamu save di ponselmu." kata Ardham mengalihkan pembicaraan.
"Memang ada apa dengan kecelakaan Ardham Bay?" tanya Bella, kembali ke tempat duduk dekat Abay, Annapun mengikuti Bella duduk di samping Abay.
Ardham yang mulai merasa bosan, mulai merindukan Nadine yang belum datang juga.
"Anna, apa kamu tadi lihat Nadine di rumah?" tanya Ardham tak tahan dengan rasa kuatirnya.
"Ada di rumah sama Marvin Dham, kamu jangan kuatir. Aku sudah bawa beberapa bajumu, dan baju Nadine." jawab Anna, kemudian fokus kembali pada Abay.
Ardham kembali termangu, Nadine bersama Marvin di rumah, hanya mereka berdua tidak ada orang lain.
Hati Ardham mulai terasa tercubit. Pikiran-pikiran negatifpun mulai berkelana di hati dan pikiran Ardham.
Apa yang di lakukan Nadine di rumah. Kenapa lama sekali kembali. Kegelisahan dan rasa cemburu mulai menghinggapi hati seorang Ardham.
Dengan sedikit menahan rasa sakit yang tiba-tiba datang menyelip. Ardham menelpon Nadine.
"Nadine." Panggil Ardham.
"Hallo paman, aku Marvin bukan Nadine. Apa paman mencari Nadine?" tanya Marvin di sana.
Kening Ardham mengkerut dengan segala pertanyaan yang ada di pikirannya, hingga Ardham tak bisa menahan rasa cemburunya lagi.
"Nadine kemana? kenapa ponsel Nadine ada padamu?" cecar Ardham yang sudah tak perduli dengan tatapan enam mata yang sedang melihatnya dengan tawa yang tertahan melihat sikap dan cemburunya Ardham.
"Nadine lagi mandi paman, ponsel Nadine ada masalah. Aku di suruh memperbaikinya. Apa paman mau bicara sama Nadine?" Tanya Marvin di sana.
Tanpa menjawab apa yang di katakan Marvin Ardham segera mematikan ponselnya. Dengan mengambil nafas panjang, Ardham mencoba menenangkan hatinya yang semakin lama semakin terasa sakitnya.
"Ada apa Dham? kenapa kamu terlihat gelisah dan marah? apa ada sesuatu yang terjadi pada Nadine?" tanya Bella dengan heran.
"Tidak ada apa-apa Bell, lanjutkan saja pembicaraan kalian. Aku mau istrihat sebentar." jawab Ardham, seraya membaringkan tubuhnya dan mencoba memejamkan matanya.
"Apakah begini rasanya orang yang mencintai? selalu ada rasa sakit, saat tahu orang yang kita cintai dekat dengan laki-laki lain. Jika rasanya sakit seperti ini, tak kan lagi aku mengijinkan Nadine dekat-dekat dengan Marvin. Aaahhhh!! Kenapa kamu lama sekali datangnya Nad? apa kamu tidak merasakan rasa rindu yang aku rasakan?" monolog Ardham dalam hati.
"Ehhhh Nadine, syukurlah kamu sudah datang Nad." tiba-tiba suara Abay mengejutkan Ardham dari lamunannya.
Ardham membuka matanya dan melihat ke arah pintu. Tapi tidak ada Nadine di sana, selain terdengar suara tawa Abay, Bella dan Anna yang menatap dirinya.
"Aaakkhhh!!! ingin mati saja rasanya jika tahu begini jadinya." teriak Ardham dalam hati, sambil menyembunyikan wajahnya ke dalam bantal.
Siang kk,..
Happy reading ya,...
Heheh Author ingin ketawa aja hari ini melihat Ardham yang sama sekali hilang wibawanya hanya karena cinta hehehhe
Di buly temannya bagaimana rasanya ya.,.
Ya udah kk di lanjuti bacanya ya..
Dan jangan lupa y kk,...jika masih ada Sisa votenya berikan pada Babang Ardham ya.
Di tunggu selalu komen, bintang plus ulasannya y kk,.."
mkash buannnnyaaakkkk luv u all kk,..